Waspadai Sisi Gelap Influencer Sosial Media

Survei online terhadap 500 pengguna Instagram menunjukkan ketika follower mengembangkan keterikatan baik dengan influencer dan komunitas mereka (rasa memiliki) dapat menyebabkan obsesi berlebihan yang merugikan.

Apakah kamu mengikuti influencer di media sosial? Apakah kamu selalu memeriksa postingan mereka? Apakah kamu merasa menghabiskan banyak waktu atau jadi terobsesi dengan mereka? Dan ketika kamu tidak bisa melakukannya, apakah kamu merasa bingung?

Jika kamu menjawab ya untuk semua pertanyaan ini, kamu mungkin memiliki apa yang dianggap sebagai “masalah” ketika berkaitan dengan influencer media sosial.

Tapi jangan terlalu menyalahkan diri sendiri. Kamu termasuk di antara banyak orang yang terpukau dengan pesona media sosial. Dan ini dapat dikaitkan dengan banyak fitur dan taktik yang digunakan influencer media sosial — seperti streaming langsung dan jajak pendapat di Instagram.

Sebagai pakar di media sosial, kami baru-baru ini menerbitkan riset yang membahas masalah followers dengan influencer mereka di media sosial. Riset kami adalah riset yang pertama kali mempelajari aspek mana dari pengaruh media sosial yang dapat menyebabkan masalah para follower. Kami melihat penting untuk melibatkan konteks mengingat industri ini bernilai $13,8 miliar hampir Rp 200 triliun.

Masalah follower

Di era media sosial, kebanyakan orang mengetahui atau mengikuti beberapa influencer media sosial. Influencer media sosial adalah pengguna yang memiliki jumlah pengikut yang signifikan dengan kredibilitas yang tidak usah diragukan.

Baik kamu penggemar mode atau menginginkan informasi tentang kesehatan dan kebugaran — selalu ada influencer untuk itu. Dan follower sering tertarik pada mereka karena konten mereka. https://www.youtube.com/embed/5SOFSjlU0fM?wmode=transparent&start=0 Sisi dalam dari bisnis besar menjadi influencer media sosial oleh ABC News.

Tetapi sisi gelap influencer di media sosial belum banyak dibahas. Influencer termotivasi dan sering diberi insentif (melalui dukungan produk dan merek) untuk meningkatkan kekuatan mereka di media sosial dan banyak yang menjadi lebih mahir dalam menarik dan melibatkan pengikut.

Follower, di sisi lain, dapat dengan mudah menjadi terikat dan terobsesi dengan influencer dan keterlibatan mereka sering kali menjadi berlebihan dan tidak sehat. Masalah dengan folower lazim ditemukan tapi belum dipahami dengan baik.

Penelitian kami

Kami baru-baru ini memeriksa faktor dan mekanisme yang menyebabkan masalah ini. Kami berfokus pada tiga karakteristik influencer yakni (daya tarik fisik, daya tarik sosial, dan keberadaan diri) dan dua atribut partisipasi follower yakni (kelengkapan partisipasi dan lamanya mengikuti) untuk mengeksplorasi masalah ini.

Berdasarkan teori keterikatan, kami mempelajari dua jenis keterikatan — hubungan parasocial dan rasa memiliki, keduanya merupakan kunci dalam membentuk pengaruh di media sosial. Hubungan parasocial berkaitan dengan persepsi follower tentang hubungan sepihak yang terbangun antaramereka dengan influencer dan rasa memiliki yang muncul sebagai bagian dari komunitas influencer.

Kami melakukan survei online terhadap 500 pengguna Instagram. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika follower mengembangkan keterikatan baik dengan influencer (hubungan parasosial) dan komunitas mereka (rasa memiliki), hal ini dapat menyebabkan beberapa masalah.

Kami menemukan bahwa daya tarik sosial influencer memiliki efek yang lebih kuat dibanding faktor lain dalam membangun keterikatan dengan follower. Mengikuti lebih banyak influencer dapat mengurangi sense of belonging dengan komunitas.

Implikasi bagi influencer dan follower

Studi kami menjelaskan hubungan bermasalah yang ada di media sosial.

Kami berpendapat bahwa pengguna media sosial yang tertarik pada influencer dapat dengan mudah terikat dan terlibat secara berlebihan. Pengguna perlu waspada, berhati-hati, dan menerapkan aturan dalam mengelola interaksi mereka dengan influencer.

Misalnya, masalah yang mengacu pada alasan mengapa seseorang mengikuti dan tingkat partisipasi mereka (seperti menonton, menyukai, berkomentar, berbagi) — dapat mengarah pada masalah keterikatan. Ini sebenarnya dapat secara sadar dikelola oleh follower sendiri. Salah satu cara untuk melakukannya adalah dengan memanfaatkan fungsi dan alat telepon seperti menetapkan batas waktu mengecek Instagram atau mematikan notifikasi untuk aplikasi.

Influencer media sosial juga harus menyadari masalah follower mereka. Meskipun mungkin bertentangan dengan tujuan mereka, mereka dapat fokus untuk menciptakan hubungan yang sehat dengan pengikut mereka.

Misalnya, influencer dapat secara terbuka masalah ini dan menunjukkan kepedulian terhadap follower mereka. Ini akan membantu keberlanjutan hubungan karena penelitian menunjukkan bahwa pengguna media sosial dengan perilaku bermasalah lebih cenderung berhenti menggunakan platform setelah beberapa saat.

Penelitian lebih lanjut tentang sisi gelap influencer media sosial memang diperlukan dan kami menganjurkan adanya penelitian di masa depan untuk fokus pada konsekuensi negatif lainnya seperti kecemasan para followe, depresi, dan dampak mengikuti influencer pada kesejahteraan follower-nya.


Arina Apsarini dari Binus University menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.

Samira Farivar, Assistant Professor, Information Systems, Sprott School of Business, Carleton University; Fang Wang, Professor, Lazaridis School of Business and Economics, Wilfrid Laurier University, dan Ofir Turel, Professor, School of Computing and Information Systems, The University of Melbourne

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber

Penulis Samira Farivar, Carleton University; Fang Wang, Wilfrid Laurier University, dan Ofir Turel, The University of Melbourne https://narrations.ad-auris.com/widget/the-conversation-canada/the-dark-side-of-social-media-influencing

Samira Farivar

Assistant Professor, Information Systems, Sprott School of Business, Carleton University.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!