Kasus Pebisnis Julianto Eka Putra: Aktivis Desak Julianto Dihukum Karena Kekerasan Seksual

Julianto Eka Putra, seorang pebisnis dan motivator diduga melakukan kekerasan seksual dan eksploitase ekonomi pada sejumlah anak perempuan yang menjadi anak didiknya. Kasus ini tergolong lama diselesaikan, Julianto pernah jadi terdakwa dan lepas.

Kasus pelecehan seksual telah menimpa beberapa murid sekolah di Batu, Malang. Publik mengetahui kasus ini ketika ada laporan dari Komisi Nasional Perlindungan Anak ke Polda Jatim pada 29 Mei 2021 lalu.

Pendiri sekolah yang juga seorang motivator pebisnis terkenal, Julianto Eka Putra (JE) disebut sebagai terduga pelaku pelecehan seksual. JE pernah jadi terdakwa, lalu lepas.

Kasus ini menjadi perbincangan ramai mengingat JE merupakan pebisnis dan motivator yang sudah beberapakali mendapatkan penghargaan.  Korban juga pernah diwawancara dalam Podcast Deddy Corbuzier. Banyak orang yang tidak mengira kasus ini terjadi melihat sederet penghargaan yang diterima JE.

Sejumlah organisasi perempuan dan Hak Asasi Manusia/ HAM yang tergabung dalam Jaringan pendamping korban dalam kasus ini menuntut agar proses peradilan adil bagi korban, karena JE yang pernah jadi terdakwa lalu lepas.

Desakan juga didasarkan karena jumlah korban yang tak sedikit–mayoritasnya adalah anak-anak perempuan, dan ini disebut sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang sudah terjadi bertahun lalu karena ada relasi kuasa dari ‘sosok yang dianggap berpengaruh’  di sekolah tersebut, JE.

Berbagai lembaga seperti YLBHI, Lembaga Bantuan Hukum Surabaya, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komnas Anak, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Batu dan berbagai lembaga yang concern pada korban kekerasan seksual di Malang, saat ini mendampingi para korban kekerasan seksual anak dalam perkara: 60/Pid.Sus/2022/PN.Mlg. 

Ina Irawati dari Women Crisis Center/ WCC Dian Mutiara Malang yang dihubungi Konde.co menyampaikan bahwa kini korban dalam perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban/ LPSK dan Komnas Anak.

LPSK setidaknya sudah mendampingi 10 orang yang mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK, selebihnya di Komnas Anak. Sedangkan, pendamping hukumnya dari LBH Surabaya dan proses secara hukum berlangsung di Pengadilan Negeri Malang.

“Kita baru akan mendengar pembacaan Tuntutan Jaksa. Kami berharap bisa maksimal,” ujar Ina Irawati dikonfirmasi Konde.co, Senin (18/7). 

Ina menambahkan, pihaknya sebagai bagian dari koalisi Children Protection Malang Raya, sempat bertemu korban kekerasan seksual sekali, tahun lalu. 

“Semenjak Agustus 2021  korban dalam perlindungan LPSK tidak bertemu lagi, sempat  jumpa lagi di Pengadilan Negeri/ PN tanpa komunikasi, cukup melambai tangan, bentuk dukungan kami ke penyintas,” katanya.

Hingga saat ini, menurut Ina jumlah korban terus bertambah, tak hanya pelecehan seksual, namun ada korban lain yang dugaan sementara mereka menjadi korban eksploitasi ekonomi JE.

Bentuk eksploitasi yang dilakukan JE itu meliputi mempekerjakan anak di bawah umur di berbagai sektor ekonomi, salah satunya, dipekerjakan untuk kegiatan pembangunan di lingkungan sekolah. 

Sebagai informasi, Polda metro Jatim telah menerima aduan setidaknya 14 korban sejak dibukanya hotline yang disediakan Polda Jatim dan Polres Batu. Satu per satu korban eksploitasi ekonomi yang terjadi sejak tahun 2009 di kalangan siswa Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI), Batu, Malang, kini mulai melaporkan diri. 

Dalam Surat Dukungan Perkara dari jaringan pendamping korban yang diserahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri Malang dan kepada Majelis Hakim Pemeriksa Perkara yang diterima Konde, jaringan pendamping para korban menyampaikan tuntutannya. Mereka mengecam kasus ini dan meminta agar kekerasan seksual ini harus menjadi keprihatinan kita bersama. Proses hukum menjadi jalan terang bagi para korban kekerasan seksual untuk mendapatkan hak penanganan, perlindungan dan pemulihan. 

Bahwa Kekerasan seksual dengan berbagai jenis diantaranya pencabulan, perkosaan, sebagaimana yang menimpa diri korban, dalam pemenuhan hak-hak keadilan bagi korban dan kepastian akan penindakan pelaku diperlukan adanya putusan hukum yang mampu memberikan perspektif keadilan bagi korban, hal mana dalam putusan hukum tersebut haruslah berkekuatan hukum tetap dan menjadi yurisprudensi nantinya.

“Kekerasan seksual khususnya yang terjadi pada anak bukanlah delik aduan, melainkan delik biasa, sifatnya tidak bisa dicabut, atau tidak dapat dilakukan penghentian proses hukum sekalipun ada upaya perdamaian ataupun pelaku dinyatakan bebas dari segala hukuman,” ujar surat resmi yang diterima Konde pada Minggu (17/7) itu. 

Mereka juga menilai, kekerasan seksual yang dilakukan oleh terduga pelaku terhadap korban tidak bisa ditolerir, karena dapat berpotensi pengulangan kembali jika tidak ada efek jera berupa pemberian sanksi hukuman/pidana, pidana tambahan yang diberikan kepada  pelaku. Maka proses hukum terhadap kasus ini harus tetap berjalan karena didasarkan pada prinsip Perlindungan Anak.

“Yakni kepentingan terbaik bagi anak dan untuk menjamin ketidak berulangan kekerasan seksual di tempat yang seharusnya aman, tempat berlindung dan tumbuh kembang anak,” lanjutnya. 

Mendesak Komitmen Pengadilan Negeri Malang 

Berdasarkan pertimbangan tersebut, jaringan pendamping korban tersebut menyatakan dukungannya terhadap komitmen Ketua Pengadilan Negeri/ PN Malang serta Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus Perkara a quo pada PN Malang agar dapat menjalankan sistem peradilan yang adil bagi korban. 

Terpenting, kasus kekerasan seksual (Perkosaan, Perbuatan Cabul) yang menimpa korban yang diduga dilakukan oleh Terdakwa atas nama Julianto Eka Putra diputus berdasarkan prinsip-prinsip dalam Perlindungan Anak. 

Mempertimbangkan kebutuhan hak-hak korban sebagaimana dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak pasal 64 (3) dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana Anak pasal 90 mengatur, anak sebagai korban berhak mendapatkan rehabilitasi dari lembaga maupun di luar lembaga. Kemudian diatur pula ke dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban bahwa korban tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum baik medis, rehabilitasi psikososial. 

“Tidak diputus lebih rendah berkaitan penjatuhan sanksi pidananya,” terang mereka. 

Tak bisa diabaikan, PN Malang juga harus berkomitmen dalam memeriksa perkara ini demi kepentingan terbaik bagi korban dan menjadi edukasi serta kepercayaan bagi masyarakat bahwa adanya konsekuensi hukum sebab akibat atas tindakan kekerasan seksual yang dilakukan terhadap siapapun, kapanpun, dan dimanapun.

Di sisi lain, proses peradilan juga harus menjunjung tinggi hak asasi manusia, kehormatan, martabat, tanpa intimidasi, dan tidak menjustifikasi kesalahan, tidak melakukan viktimisasi atas cara hidup dan kesusilaan, termasuk pengalaman seksual dengan pertanyaan yang bersifat menjerat atau yang menimbulkan trauma bagi Korban atau yang tidak berhubungan dengan Tindak Pidana Kekerasan Seksual. (Pasal 22 UU No. 12 Tahun 2022 tentang TPKS).

“Kami mendesak Majelis Hakim melakukan wewenangnya untuk menahan Terdakwa demi menjamin hak perempuan terhadap akses yang setara dalam memperoleh keadilan berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentang pedoman mengadili perkara perempuan berhadapan dengan hukum,” pungkas mereka. 

Nurul Nur Azizah

Bertahun-tahun jadi jurnalis ekonomi-bisnis, kini sedang belajar mengikuti panggilan jiwanya terkait isu perempuan dan minoritas. Penyuka story telling dan dengerin suara hujan-kodok-jangkrik saat overthinking malam-malam.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!