BBM Hingga Tarif Ojol Naik: Beban Berat bagi Perempuan Pelaku Usaha Kecil dan Buruh

Menyusul kenaikan harga BBM subsidi, tarif ojek online (ojol) juga mengalami kenaikan yang makin bikin seret penghasilan perempuan pelaku usaha kecil hingga buruh. Kesejahteraan layak seolah semakin jauh.

Setelah Bahan Bakar Minyak (BBM) naik, isu kenaikan tarif ojek online (ojol) ramai diperbincangkan. Makin mahalnya ongkos transportasi ini tak dipungkiri terjadi. Terlebih, bagi kalangan pelaku usaha kecil ataupun buruh yang ‘wara-wiri’ membutuhkan jasa ojol untuk bekerja. 

Konde.co mewawancarai beberapa perempuan yang terdampak langsung kala tarif ojol dinaikkan. Mereka hadir dari kalangan pelaku usaha rintisan kecil hingga buruh. Bukan saja ancaman makin sepinya pembeli usaha yang mereka jajakan, namun juga semakin terkikisnya kesejahteraan. Apalagi, di tengah situasi bahan pokok dan kebutuhan sehari-hari semakin mahal. 

Perempuan pelaku usaha cake and bakery, Kiki, mengaku bebannya bakal semakin berat saat tarif ojol dinaikkan. Para pembelinya harus merogoh kocek lebih dalam, karena ongkos kirim (ongkir) yang semakin mahal. 

“Duh gimana ya, harga kue saya pastinya naik nanti, karena ongkir dibebankan ke pembeli,” ujar Kiki kepada Konde.co

Sebagai pelaku usaha skala mikro kecil, kenaikan harga operasional seperti tarif ojol tentu saja tidak bisa dianggap sepele. Di satu sisi dia harus mempertahankan pelanggan, namun dia juga mesti berjuang agar usahanya terus bisa hidup. 

Kok enak banget sih main menaikkan tarif, saya saja putar otak gimana caranya, saya tetap bisa terus jualan tanpa harus menaikkan harga dagangan saya, kok pemerintah dengan mudahnya menaikkan tarif ojol?” lanjutnya.

Kenaikan tarif ojol yang diawali juga tren kenaikan tarif BBM subsidi ini, tentu saja berdampak bagi dirinya sebagai pedagang kecil ataupun mitra pengemudi (driver) tidak merasa diuntungkan. 

”Selama ini saya akrab dengan para driver ojol setiap mengambil dagangan saya untuk para konsumen, mereka juga tak diuntungkan dengan kenaikan tarif ini, untuk itu sebaiknya (memang) kebijakan ini batal demi rakyat kecil,” kata dia.

Tak hanya Kiki, perempuan pelaku usaha kecil di bidang kerajinan Paper Flower lainnya, Maria Ulfa, juga mengaku akan begitu terdampak dengan adanya kenaikan tarif ojol. Baginya, naiknya tarif ojol bisa mengancam pendapatannya yang kian minim sebagai pemakai jasa ojol. Yaitu untuk keperluan jasa antar barang.

“Kenaikan tarif ini pastinya akan membuat harga dagangan saya ikut naik, meskipun ongkos kirim (ongkir) dibebankan ke konsumen tetap saja takutnya membuat minat pembeli jadi berkurang,” ujar ibu tiga anak ini. 

Saat ini pun, Maria sudah melakukan upaya-upaya untuk bisa memangkas harga operasional usahanya. Termasuk, memangkas biaya pengiriman di luar Jabodetabek, melalui jasa ekspedisi khusus pengiriman barang. Tentu saja, karena ongkosnya lebih murah dibandingkan melalui ojol. Apalagi, kalau tarif ojol naik. 

“Kalau tarif ekspedisi juga naik, takut nggak ada yang beli dagangan saya, bakal mahal karena ongkos kirim juga mahal, ” ungkapnya.

Seperti halnya Kiki, Maria berharap pemerintah bisa bijak dalam mengambil setiap langkah kebijakan. Memikirkan jangka panjang dan urgensinya. 

”Memang urgensinya apa sampai harus menaikkan tarif, seharusnya ditelaah dan dikaji ulang sebelum menelurkan kebijakan,” tutupnya.

Kiki dan Maria adalah dua dari sedemikian banyak para pelaku usaha kecil menengah di Indonesia, yang mayoritasnya adalah perempuan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) per 2021 mencatat sebanyak 64,5% dari total unit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia dikelola oleh perempuan. 

Jadi, bisa dibayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya jika para penggerak UMKM yang adalah perempuan ini, terdampak semakin berat dengan adanya kenaikan tarif ojol? Belum lagi tarif Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi juga naik, yang bakal mengerek harga-harga kebutuhan lainnya. 

Ongkos Transportasi Mahal, Buruh Perempuan Makin Tak Sejahtera

Nasib para buruh yang mengandalkan ojol untuk menyambung transportasi ‘pergi-pulang’ kerja tentu saja terdampak. Jika uang gaji sudah banyak dialokasikan untuk ongkos jalan, makanya uang untuk kebutuhan pokok sehari-hari lainnya bisa makin tipis. Kesejahteraan bagi buruh pun rasanya, bisa makin jauh. 

Bagi buruh perempuan apalagi, saat ketimpangan gaji (pay gap) berbasis gender. Mereka harus menanggung beban membengkaknya biaya transportasi yang relatif aman. Dibandingkan transportasi publik yang bukannya tidak mungkin rentan berbagai potensi pelecehan dan kekerasan seksual yang terjadi.  

Dian, buruh perempuan paruh waktu, menghela napas berat sejak kali pertama wacana Kemenhub menaikkan tarif ojol. Dia tak habis pikir. Sebab jika kebijakan itu benar-benar dijalankan, nasib para buruh terlebih yang berada di luar Jakarta—yang akses alternatif transportasi umum tidak memadai— bakal semakin terancam kehidupannya.  

“Kebijakan ini sangat Jakarta sentris, di kota ini transportasi umum sudah sangat memadai, bagaimana dengan daerah diluar Jakarta seperti kota penyangga macam Depok, Bekasi, Bogor dan lainnya, atau yang kota kecil seperti Yogyakarta dll,” ungkap Dian ke Konde.co.

Di berbagai daerah di luar Jakarta, menurut Dian sampai saat ini belum ramah transportasi umum. Otomatis, ojol menjadi hal vital bagi orang yang beraktifitas bagi yang tidak memiliki kendaraan pribadi.  

”Kalau Jakarta mungkin ada Ok Trip yang memungkinkan para pekerja menghemat biaya harian untuk transportasi, bagaimana dengan daerah lain yang tidak memiliki program yang sama?” tanyanya.

Ojol saat ini sudah menjadi kebutuhan yang tidak bisa dipisahkan dari buruh. Dian menuturkan dirinya sebagai pemakai transportasi massal juga tetap butuh ojol. 

“Saya pakai transportasi massal, tapi dari shelter ke tempat kerja atau tempat tujuan, ojol tetap dibutuhkan, bagaimana jika tarifnya naik tapi penghasilan kami para buruh ini tetap sama, tentu akan semakin mencekik,” jelasnya.

Di satu sisi, Dian yang bekerja di kawasan industri ini, juga mengaku merasa lebih aman jika memakai ojol ketika pulang bekerja lembur di malam hari.

”Saya merasa lebih aman naik ojol ketika saya harus pulang di malam hari, kalau transportasi massal terbatas waktunya, paling malam hingga pukul 23.00 WIB, sedangkan ojol bisa dipakai sesuai dengan kebutuhan,” ungkapnya. 

Dirinya berharap pemerintah bisa lebih peka terhadap buruh dan masyarakat lainnya. Di kondisi yang belum benar-benar pulih dari pandemi saat ini, pemerintah menurutnya harus cermat dan matang dalam meninjau berbagai kebijakan. Termasuk naiknya tarif ojol dan aneka bahan pokok. 

“Di tengah harga kebutuhan pokok yang naik dan UMR yang belum juga naik, sudah sepantasnya pemerintah memikirkan nasib rakyat kecil, pastinya pengusaha akan diuntungkan oleh kebijakan ini, akan tetapi rakyat kecil dalam hal ini bukan hanya konsumen ojol tetapi juga nasib driver ojol yang tak juga diuntungkan dengan kenaikan tarif ini,” tuturnya.

Ia juga menekankan agar pemerintah dan korporasi tak melulu mengejar profit. Sehingga, bisa berpihak kepada masyarakat. 

“Siapa yang diuntungkan dari kebijakan ini? Kacamata bisnis tidak boleh buta HAM dan Gender, penegakan HAM yang dimaksud adalah untuk yang lebih lemah, yaitu masyarakat terutama buruh dan para pekerja yang banting tulang untuk memberi makan keluarga dengan penghasilan yang pas-pasan,” papar dia.

Sesuai Keputusan Menteri Perhubungan (KM) Nomor KP 564 Tahun 2022 ditetapkan pada 4 Agustus 2022, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) merilis adanya perubahan tarif. Baik tarif minimal maupun rentang tarif per kilometer untuk jasa transportasi online berbasis kendaraan bermotor roda dua. Kenaikan tarif ojol ini berkisar 30 persen. Hingga akhirnya, pada tanggal 28 Agustus 2022, keputusan kenaikan tarif ojol itu sempat ditunda, namun kabar terbaru tarif ojol resmi mengalami kenaikan.

Tarif ojol dibagi menjadi setidaknya 3 zona. Pertama, tarif batas bawah ojol naik dari Rp 1.850 menjadi Rp 2.000 dan tarif bawah atas naik dari Rp 2.300 menjadi Rp 2.500. Sedangkan tarif minimal ditetapkan sebesar Rp 8.000 hingga Rp 10.000. 

Adapun zona kedua, tarif batas bawah naik dari Rp 2.250 menjadi Rp 2.550 dan batas atas naik dari Rp 2.650 menjadi Rp 2.800. Tarif minimalnya adalah 10.200 sampai Rp 11.200. Tarif zona ketiga batas bawahnya naik dari Rp 2.100 menjadi Rp 2.300 dan tarif batas atas naik dari Rp 2.600 menjadi Rp 2.750. Tarif minimalnya yaitu Rp 9.200 sampai Rp 11.000. 

“Kami perlu sesuaikan tarif angkutan, dalam hal ini ojol, dengan penyesuaian terhadap kenaikan harga BBM,” ungkap Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Hendro Sugiatno dalam Konferensi Pers, Rabu (7/9).  

Sebelumnya, berdasarkan keterangan resmi yang Konde.co terima, Kemenhub telah resmi menunda pemberlakukan tarif baru ojol sesuai Keputusan Menteri Perhubungan No KP 564 Tahun 2022 tentang Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat. 

Juru Bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati, mengatakan keputusan penundaan ini mempertimbangkan berbagai situasi dan kondisi yang berkembang di masyarakat. Selain itu, penundaan itu dibutuhkan untuk mendapatkan lebih banyak masukan dari para pemangku kepentingan, sekaligus melakukan kajian ulang agar didapat hasil yang terbaik. 

Namun ternyata, sejak akhir pekan lalu, berbagai tren kenaikan harga terus terjadi. Mulai dari pemerintah yang resmi menaikkan harga BBM jenis Pertalite dari Rp 7.650/liter menjadi Rp 10.000/liter. Begitu pula dengan solar subsidi yang meningkat harganya menjadi Rp 6.800/liter yang semula Rp 5.150/liter. Harga BBM non-subsidi jenis Pertamax juga naik dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500/liter. Hingga kini tarif ojol juga mengalami kenaikan.

Devi P. Wiharjo

Beberapa tahun jadi jurnalis, sempat menyerah jadi manusia kantoran, dan kembali menjadi jurnalis karena sadar menulis adalah separuh napas. Belajar isu perempuan karena selama ini jadi perempuan yang asing pada dunia perempuan, eksistensialis yang hobi melihat gerimis di sore hari.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!