Stop Miskonsepsi Feminisme! Kamus Feminisme Membantumu Memahami Isu Feminis

Selama ini banyak miskonsepsi atau persepsi yang salah tentang feminisme, seperti feminisme dianggap produk barat, yang membuat masyarakat takut pada feminisme (fobia feminism). Menjawab salah kaprah ini Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta meluncurkan kamus feminis akar rumput, untuk memberikan sumber informasi soal diksi dan kalimat feminis yang selama ini masih sulit dipahami

Ada anggapan jika feminisme itu “produk barat” yang tidak cocok dengan Indonesia. Salah satu alasannya, istilah-istilah seputar feminisme banyak yang menggunakan bahasa Inggris dan tidak bisa diakses dan dipahami oleh banyak kalangan

Salah satu tantangan yang dihadapi oleh gerakan feminis di Asia Tenggara adalah bahasa. Bahasa yang menjadi alat komunikasi yang digunakan oleh masyarakat sangatlah penting. Jika bahasa yang digunakan tidak dapat dimengerti, maka komunikasi yang terjalin pun akan terhambat. Begitupun yang dialami oleh gerakan feminis di Asia Tenggara. 

Seringkali bahasa yang digunakan untuk menjelaskan isu dan istilah feminisme merupakan bahasa asing yang didominasi oleh Bahasa Inggris. Hal ini kemudian menyebabkan kurangnya kosakata lokal untuk gerakan feminis.

Selama ini, para pegiat gerakan feminis yang berjuang untuk sepenuhnya memahami dan mempraktikkan prinsip, konsep, serta teori feminis seringkali mengalami kesulitan saat perlu menerjemahkan ide-ide yang kompleks, apalagi karena banyak sumber-sumber berbahasa Inggris. Hal tersebut mengakibatkan kesenjangan dalam pemahaman dan implementasi, dan pada akhirnya mengakibatkan adanya ketidakseimbangan dalam gerakan.

Oleh karena itu, Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta kemudian membangun sebuah kamus feminis akar rumput, dengan tujuan untuk memberikan sumber informasi kepada pegiat feminis di Indonesia atas bahasa, kata, dan kalimat yang selama ini sulit dipahami, diterjemahkan, atau dijelaskan. 

Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta berharap, kamus ini dapat menjadi salah satu alat bermanfaat yang dapat membantu para pegiat gerakan feminis untuk mengadvokasikan isu feminis dengan bahasa yang lebih sederhana, sesuai dengan konteks lokal yang ada. Dengan ini, maka istilah feminisme jadi mudah dipahami. Karena gerakan feminisme sendiri sebetulnya berangkat dari perjuangan atas ketidakadilan pada perempuan serta kelompok tertindas dan marginal.

Kamus Feminis Akar Rumput berupaya menjembatani dinding pemisah (gap) dari istilah-istilah feminisme yang selama ini masih terbatas diakses oleh kalangan tertentu. Berbagai istilah yang mayoritas dalam bahasa asing dijelaskan dengan konteks bahasa Indonesia.  

Beberapa contoh istilah yang dikutip dari Kamus Feminis Akar Rumput:

AFAB (Assigned Female at Birth) adalah orang yang ditetapkan dan dicatat sebagai perempuan saat lahir, terlepas dari identitas gender mereka

Agender (Tanpa Gender) adalah seseorang yang tidak teridentifikasi diri pada gender apapun

Faggot (Pria Gay, Homoseksual, bencong) adalah kalimat hinaan bermakna peyoratif untuk memanggil laki-laki gay

Dan masih banyak istilah yang bisa dipelajari dari Kamus Feminisme Akar Rumput ini. Kamu bisa mengakses Kamus Feminis Akar Rumput melalui website Jakarta Feminist di Pustaka Feminis. 

Kamus feminis akar rumput dibuat oleh para feminis kritis dari Asia, dicetak dalam tiga bahasa yaitu bahasa Indonesia, Melayu dan Tagalog yang disusun oleh SEAFAM (Southeast Asia Feminist Action Movement) sebuah Jaringan gerakan feminis untuk wilayah Asia Tenggara. 

Officer Advokasi Jakarta Feminist, Naila Rizqi Zakiah pada launching kamus feminisme mengungkapkan, peluncuran “Kamus Feminis Akar Rumput” ini berkaca pada realitas yang tak terelakkan: masih banyak yang tak memahami feminisme karena bahasanya asing. Belum ada serapan istilah dalam bahasa Indonesia. 

“Kita perlu membahasakan feminisme, dengan kamus feminisme akar rumput ini kita bisa menemukan titik temunya,” ungkap Naila dalam acara Launching Feminist Hub dan Kamus Feminis serta Diskusi ‘Lawan Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual melalui Pendidikan Feminis’ di Gedung Institute Francais Indonesia, Jakarta, Jumat (26/8).

Di satu sisi, Naila juga menyayangkan banyak ketidakpahaman atas bahasa ini menjadikan miskonsepsi atas feminisme semakin besar. Tak sedikit pula pihak-pihak yang lantas membenturkan feminisme dengan agama atau kepercayaan tertentu.

“Miskonsepsi ini membuat masyarakat memandang feminisme sebagai hal yang asing, feminis hub membangun pendidikan feminis kritis, dan kami mendukung keberlanjutan itu,” jelasnya.

Miskonsepsi Feminisme

Bersama Kalyanamitra, Konde.co pernah membuat video yang mengungkap fakta tentang miskonsepsi feminisme. Sejatinya feminisme tidaklah hadir untuk membatasi ruang gerak perempuan menjadi seorang feminis, hanya karena mereka memilih untuk menaati aturan tertentu

Di masyarakat kita memang masih banyak terjadi miskonsepsi tentang feminisme yang menyebabkan kita menjadi takut pada feminisme (fobia feminism) atau anti terhadap feminisme. Padahal feminisme adalah aliran pemikiran dan gerakan yang menolak pembedaan laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial budaya, dan persoalan perempuan termasuk persoalan privat juga merupakan isu politik.  

Kata Feminisme pada awalnya muncul  sekitar tahun 1837 oleh aktivis bernama Charles Faurier. Istilah ini pertama kali digunakan dalam debat politik di Perancis pada akhir abad 19. Feminisme semakin berkembang sampai ke Amerika sekitar tahun 1869. Feminisme digunakan dalam bahasa Inggris di era 1890-an yang diasosiasikan dengan gerakan perempuan menuntut persamaan dalam bidang politik dan hukum. 

Feminisme sebagai sebuah gerakan kesadaran kolektif tentunya diawali dari kesadaran individu sebagai feminis.  Pengertian Feminis adalah seseorang yang menyadari adanya pembatasan dan penindasan bagi perempuan di masyarakat, baik di lingkup publik maupun di lingkup domestik/keluarga dan secara sadar melakukan aksi nyata untuk mengubah situasi

Yang di kritik oleh feminisme adalah pemahaman manusia terhadap ajaran agama yang misoginis (membenci perempuan) dan meminggirkan posisi perempuan. Feminisme itu mendukung otoritas perempuan atas tubuhnya, termasuk pilihan perempuan untuk memakai baju atau atribut, termasuk dalam memilih pakaian yang dikenakan. Naila berharap dengan adanya Kamus Feminisme akar rumput ini semua orang memahami pentingnya eksistensi feminisme. Terlebih, saat ini masih banyak terjadi diskriminasi termasuk melalui kebijakan negara. Seperti isu rasial, gender, agama, disabilitas dan lainnya.  

”Bisa memberikan pengetahuan feminis untuk semua kalangan termasuk kalangan disabilitas hingga interseksual,” imbuh dia. 

Mendobrak Persepsi Menyesatkan 

Istilah-istilah soal keragaman gender dan seksualitas termasuk transgender menjadi kontribusi penting yang dimasukkan dalam Kamus Feminisme Akar Rumput ini. Sebab pada isu inilah masyarakat seringkali memiliki persepsi menyesatkan. Hingga berbagai diskriminasi dan kekerasan makin langgeng terjadi. 

Transpuan dari Rebecca Nyuei mengungkapkan harapannya bahwa kalangan Lesbian Gay Biseksual dan Transgender (LGBT) juga menjadi agen dari perubahan sosial. Dianggap setara dan berdaya untuk bersama-sama berjuang dalam gerakan feminisme.  

“Kami ingin keterlibatan LGBT dalam setiap isu di masyarakat, kami ingin menjadi solusi atas persoalan sosial, politik, budaya, hukum dan semua sektor dalam masyarakat, kami ingin berjuang bersama, tanpa ada diskriminasi,” ujarnya.

Salah satu upayanya, menurut Dania, seorang transpuan dan personel Tashoora, bahwa setiap orang bisa mendapatkan Pendidikan soal Hak Asasi Manusia (HAM) sedari dini dari Pendidikan formal.

“Bahwa LGBT bukanlah tanda akhir zaman dan bukan penyakit, kita semua manusia sama di hadapan Tuhan,” ucapnya.

Pendidikan menurutnya merupakan dasar dari pembentukan perspektif, untuk itu, Dania berharap Pendidikan gender sudah diajarkan oleh para pendidik.

“Misalnya seluruh pengajar mulai dengan tes tentang perspektif gender, “ tambahnya.

Dania menambahkan, gerakan perjuangan penghapusan diskriminasi atas keragaman gender dan seksualitas bisa dimulai dengan hal-hal kecil yang bisa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. 

“Minimal mengingatkan hal-hal kecil, dengan strategi yang benar, dulu dianggap beda, sekarang ragam gender dan seksualitas bisa tetap punya spiritualitas. Kedepan akan membaur, menjadi perspektif ketika melakukan apapun, feminisme lebih ramah dan di nafaskan, “ ungkapnya.

Aktris dan aktivis transpuan yang bergerak di bidang seni, Dena Rachman mengatakan dirinya kini tengah berjuang untuk membuat project-project yang menggaungkan semangat gerakan feminisme.

”Saya menyuarakan lewat pop culture, mengkomersilkan ragam gender, hanya saja sifatnya masih indie dan segmented, punya pesan sarat atas ragam gender, namun pakai logika pasar kita, “ ujar mantan penyanyi cilik ini.

Dena berharap gerakan feminisme terus bergerak maju dan membuka mata bahwa dunia ini beragam dan begitu luas, banyak ruang-ruang yang belum tersentuh dan dilihat. Termasuk dalam upaya mengenalkan istilah-istilah feminisme yang masih terkesan “asing” agar makin bisa dikenal lebih luas. 

”Kamus feminisme akar rumput ini diharapkan bisa meluaskan pandangan dan perspektif tentang keragaman yang Tuhan ciptakan, itu semua agar kita saling memahami dan tidak ada lagi diskriminasi,” pungkasnya. 

Acara peluncuran Kamus Feminis Akar Rumput ini menghadirkan Sanggar Seroja sebagai penutup acara, sanggar seroja adalah komunitas transpuan yang secara progresif mewadahi transpuan untuk menyalurkan bakat kesenian dan kreativitas lainnya.

Foto: Pixabay

Devi P. Wiharjo

Beberapa tahun jadi jurnalis, sempat menyerah jadi manusia kantoran, dan kembali menjadi jurnalis karena sadar menulis adalah separuh napas. Belajar isu perempuan karena selama ini jadi perempuan yang asing pada dunia perempuan, eksistensialis yang hobi melihat gerimis di sore hari.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!