Aktivis Perempuan: Stop Kekerasan Berulang Pada Korban Perkosaan, Jangan Bungkam Media!

Ada 5 poin penting dalam pernyataan sikap kalangan aktivis perempuan CWI kaitannya dengan penanganan kasus kekerasan seksual di Kemenkop UKM. Mulai dari mendorong transparansi kinerja Tim Independen hingga solidaritas untuk media.

Kalangan aktivis perempuan yang menjadi bagian advokasi RUU Penghapusan Seksual yang hingga kini menjadi UU TPKS, Cakra Wikara Indonesia (CWI), menyatakan dukungan dalam penanganan kasus kekerasan seksual di Kementerian Kemenkop UKM. Yaitu, perkosaan yang dilakukan oleh beberapa orang pegawai Kemenkop UKM terhadap seorang pegawai perempuan kementerian tersebut pada akhir tahun 2019. 

Korban melaporkan kasus tersebut kepada pihak kepolisian yang kemudian menahan para pelaku. Namun dalam prosesnya, korban dinikahkan dengan salah satu dari pelaku, yang membuat proses hukum dihentikan dan para pelaku dibebaskan dari tahanan.

Upaya korban untuk mencari keadilan pada Kemenkop UKM menemui jalan buntu. Korban dan keluarga korban yang mencari jalan penyelesaian menjadi sasaran intimidasi para pelaku, keluarga pelaku dan pihak-pihak lain di kantor Kemenkop UKM. Pada tahun 2020 korban dipaksa untuk mengundurkan diri dari Kemenkop UKM.

Hal ini jelas menunjukkan bahwa korban mengalami kekerasan berulang. Setelah menjadi korban kekerasan seksual, ia kemudian menjadi korban perkawinan paksa, korban intimidasi, dan mengalami kerugian secara ekonomi karena dipaksa berhenti dari pekerjaannya. Korban juga diingkari haknya atas keadilan karena tidak adanya sanksi hukum terhadap para pelaku saat kasus ini belum mendapatkan perhatian publik.

Kasus ini dibuka kembali setelah diberitakan oleh Konde.co dan menjadi viral di media sosial. Situs Konde.co memuat kasus ini pada tanggal 24 Oktober 2022 dengan judul berita “Kekerasan Seksual Pegawai Kementerian: Korban Diperkosa dan Dipaksa Menikahi Pelaku”. Pemberitaan ini ramai beredar melalui twitter dan media sosial lainnya. 

Tidak lama setelahnya, situs Konde.co mengalami serangan siber sehingga sempat tidak dapat diakses pada tanggal 24 Oktober 2022. Hal ini menunjukkan adanya upaya membungkam media yang berani memberitakan suara korban dalam kasus kekerasan seksual.

Menyebarluasnya berita tentang kasus ini memunculkan desakan publik kepada Kemenkop UKM untuk menyelesaikan kasus ini secara adil dan berpihak pada korban. Setelah pertemuan dengan para aktivis perempuan, saat ini Kemenkop UKM akan membentuk tim independen yang bertugas mengusut kasus ini dan memberikan rekomendasi penyelesaian hukum, serta menyusun pedoman atau aturan penanganan kasus kekerasan seksual di Kemenkop UKM.

Cakra Wikara Indonesia (CWI) adalah lembaga riset independen yang berfokus pada kajian sosial politik dengan perspektif gender untuk memproduksi pengetahuan demi mendorong pemberdayaan masyarakat dan peningkatan kualitas kebijakan publik. Salah satu fokus kerja CWI adalah perbaikan kebijakan publik untuk membela kelompok terpinggirkan seperti korban kekerasan seksual yang sebagian besar adalah perempuan. 

CWI juga menjadi bagian dari masyarakat sipil yang melakukan advokasi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang saat ini sudah disahkan sebagai UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Salah satu program kerja CWI pada tahun 2021 adalah penguatan organisasi masyarakat sipil dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman dan responsif terhadap kekerasan seksual.

Dalam konteks ini, CWI mengeluarkan pernyataan sikap sebagai berikut:

Pertama, kasus ini menunjukkan rentannya terjadi kekerasan seksual di lingkungan kerja. Dengan demikian, pembentukan peraturan internal yang mengatur pencegahan dan penanganan kekerasan seksual mendesak untuk dilakukan di seluruh kantor kementerian/ lembaga negara serta lingkungan kerja lainnya.

Kedua, kasus ini juga menunjukkan rentannya korban kekerasan seksual mengalami kekerasan berulang. Ini semakin menguatkan pentingnya kehadiran UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagai payung hukum pembentukan berbagai aturan di tingkat lebih rendah, termasuk di tingkat lembaga dan organisasi, yang dapat melindungi dan menjamin hak-hak korban atas pemulihan dan keadilan.

Ketiga, mendorong transparansi hasil kinerja dari Tim Independen yang akan dibentuk oleh Kementerian Koperasi dan UKM untuk penanganan kasus ini agar informasinya dapat diakses oleh masyarakat luas.

Keempat, mendorong penyelesaian kasus ini agar pelaku dapat diproses secara hukum dan mendapatkan sanksi yang memenuhi rasa keadilan bagi korban.

Kelima, menyatakan solidaritas dan dukungan bagi kawan-kawan Konde.co. Serangan siber yang menimpa situs Konde.co membuktikan masih kuatnya rape culture yang melindungi pelaku kekerasan seksual. Hal ini semakin menegaskan pentingnya media massa terus meliput dan memberitakan kasus-kasus kekerasan seksual dengan perspektif korban.

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!