‘Adik Perempuanku Diculik dan Disekap Di Gedung DPRD’: Kami Berjuang Melawan Teror

Seorang remaja perempuan asal Nagekeo, NTT, AGFD diculik dan disekap. Penculikan ini ditafsir ada hubungannya dengan aktivitas kakaknya sebagai pengacara kasus HAM.

Trigger warning: isi dari artikel ini dapat memicu trauma, khususnya bagi para penyintas kekerasan. 

Seorang remaja perempuan yang berasal dari Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT) berinisial AGFD, diculik, disekap dan dikeroyok pada 25 April 2022 dan 29 Agustus 2022 lalu. Kejadian tersebut tak hanya sekali terjadi, tapi dua kali.  

Pasca penculikan pertama, AGFD mengalami ketakutan dan terpaksa tidak masuk sekolah. Setelah penculikan kedua, kondisinya semakin berat. AGFD benar-benar trauma, mengalami luka fisik, ketakutan hingga harus pindah sekolah. 

Salah satu lokasi tempat kejadian perkara (TKP), tempat AGFD itu ditemukan dalam kondisi terikat adalah sebuah gedung DPRD Nagekeo, satu komplek dengan gedung Kantor Bupati Nagekeo yang kini masih aktif. Lokasi itu sama persis dengan surat ancaman (teror) yang sebelumnya dikirimkan pelaku teror kepada keluarga korban melalui tetangganya, ibu IN. 

AGFD adalah adik kandung perempuan dari advokat HAM bernama Gregorius R. Daeng. Pengacara asal NTT itu adalah jebolan LBH Jakarta yang pada November 2014 lalu, sempat diundang di acara ‘Bisnis Manusia’ Mata Najwa Metro TV mewakili Aliansi Menolak Perdagangan Orang (AMPERA). 

Selama ini, Daeng diketahui punya sepak terjang banyak membela kelompok marginal. Dia mengabdikan dirinya untuk mengedukasi hukum masyarakat adat di Papua tentang hak-hak mereka. Dia juga menjadi bagian advokasi masyarakat adat di Nagekeo yang mempertahankan hak atas tanahnya. Masyarakat yang terancam digusur dan dikorbankan demi Proyek Strategis Nasional (PSN) Waduk Lambo. Pada November 2017, Daeng bersama rekan sesama advokatnya telah membentuk Tim Advokasi Anti Diskriminasi Ras dan Etnis atau TAKTIS. 

Atas kasus yang menimpa AGFD ini, keluarga korban sudah membuat laporan ke polisi. Namun sampai sekarang, kasus itu lambat ditangani oleh kepolisian. Statusnya masih dalam tahap penyelidikan, yang belum juga menemukan petunjuk berarti. Padahal, mereka sudah mendatangi kantor polisi berkali-kali. 

“Masih penyelidikan. Polisi sama sekali tidak atau belum menemukan petunjuk atau identifikasi ciri pelaku,” ujar Juru Bicara Tim GALAK (Gerakan Advokasi Anti Penculikan Anak), Muhammad Mualimin, kepada Konde.co, Jumat (11/11).

GALAK merupakan tim pendamping hukum pihak korban yang terdiri dari 10 advokat yang datang dari berbagai latar belakang (advokat HAM, advokat Profit, hingga mantan aktivis HAM). Mereka bersolidaritas untuk melakukan pembelaan pada Gregorius R. Daeng dan keluarganya atas kasus teror yang dihadapi. 

Mualimin menerangkan, sejak menerima kuasa pendampingan pada tanggal 27 September 2022, Tim GALAK masih berkonsentrasi pada upaya non-litigasi yakni dimulai dari melakukan investigasi, perumusan kronologis kasus, menggelar jumpa pers dan melakukan pengaduan ke beberapa lembaga negara dan non negara yang punya kaitan dengan kasus yang dialami oleh Gregorius R. Daeng. 

Lembaga-lembaga tersebut antara lain Komnas HAM, Komnas Perempuan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK, Indonesia Police Watch (IPW), Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak/ PPPA, dan Dewan Pers. Rencana yang akan dilakukan akan terus melakukan pengaduan ke lembaga-lembaga negara lainnya seperti Ombudsman, Kompolnas, Komnas Perlindungan Anak Indonesia/ KPAI, Bareskrim Polri, PROPAM Mabes Polri, dan Kejaksaan Agung.

“Untuk laporan Kepolisian, sudah dilakukan oleh pihak keluarga sebanyak 2 kali,” lanjutnya. 

Sebelumnya, tim pendamping hukum juga memproses pengaduan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) RI, pada 4 Oktober 2022. Menindaklanjuti pengaduan tersebut, LPSK RI sudah mendatangi langsung ke korban secara langsung di Nagekeo, NTT pada tanggal 27 Oktober 2022. 

Kunjungan LPSK RI tersebut dalam rangka melihat secara langsung kondisi korban, melakukan observasi dan membawa korban untuk diperiksa secara medis serta psikis di tempat yang memadai dan aman bagi korban. 

“Namun pasca pengaduan, sampai dengan saat ini belum ada status yang dikeluarkan oleh LPSK RI, Apakah korban terlindungi atau belum. Belum ada konfirmasi lebih lanjut,” katanya. 

Sementara, status Gregorius sebagai Pembela HAM, secara khusus Tim GALAK saat ini melakukan pengaduan ke Komnas HAM. Pihaknya secara spesifik meminta status terlindungi bagi Gregorius R. Daeng sebagai Human Right Defender

“Namun sampai dengan saat ini baik rekomendasi dan status terlindungi oleh Komnas HAM belum juga keluar,” ucap pengacara yang juga turut mendampingi kasus pelecehan di lembaga negara KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) beberapa waktu lalu itu. 

Maka dari itu, Tim GALAK berencana akan bersurat secara resmi kepada Presiden dan Menkopolhukam untuk perlu adanya atensi untuk perlindungan terhadap pembela HAM, Salah satunya adalah Gregorius R. Daeng.

Hingga tulisan ini ditayangkan, Konde.co sudah berupaya menghubungi pihak DPRD dan Bupati Nagekeo namun belum ada respons.

Pembela HAM Diteror Dan Diintimidasi, Tapi Minim Perlindungan

Konde.co menerima pernyataan tertulis dari Gregorius R Daeng yang isinya menceritakan pengalaman teror yang Ia alami selama bergerak dalam aktivisme HAM. Termasuk, kekejaman para pelaku teror terhadap adik perempuannya. 

Daeng bercerita, saat masih di Kupang membela para korban perdagangan orang, ponselnya bisa saja tiba-tiba dikirimi pesan singkat (SMS) tanpa nama yang bertuliskan: “Kalau kamu masih nekat untuk bongkar kasus perdagangan orang, maka nyawamu dan nyawa keluargamu terancam. Lihat saja pembuktianya satu per satu.” 

Ancaman itu, bagi Daeng adalah risiko profesi. Sebetulnya dia tidak terlalu mencemaskan ancaman yang menimpa dirinya itu. Termasuk saat ban motor dikempesin Orang Tak Dikenal (OTK) hingga saat di kota Kupang, NTT, kemanapun Daeng pergi dibuntuti beberapa orang, pria-pria misterius selalu mengintai. 

“Aku menduga mereka preman atau bandit suruhan mafia perdagangan orang yang tidak rela korbannya ku bela dan bebaskan,” kata Daeng dalam pernyataan yang dia tulis pada 27 September 2022 itu.  

Ada lagi pengalamannya pada tahun 2019, kala Daeng tengah membela hak-hak masyarakat adat Papua. Tak kurang dari 8 kali tiap menunggu pesawat di Bandara Soekarno-Hatta, muncul pria misterius yang tiba-tiba menginterogasi layaknya intel, ‘’Bapak mau ke Sorong ya, abis itu ke Fakfak ya’’. 

“Seolah orang-orang itu memastikan tujuan penerbanganku. Represi dan penguntitan semacam itu seperti jadi rutinitas yang ku terima tiap kali hendak terbang ke Bumi Cenderawasih,” ujar dia. 

Saking sering diintai dan dipepet pria misterius berambut cepak itu, Daeng jadi sosok senantiasa waspada. Naik pesawat kemana pun suguhan yang diberikan padanya tak pernah dirinya makan dan minum. Selapar apapun perutnya, coba dia tahan. Ini untuk jaga-jaga. 

“Aku mencemaskan tragedi yang dialami Munir tahun 2004. Aku tidak takut mati, tapi kalau nyawa tercabut seketika perjuangan membela kaum tertindas berakhir, dan keluargaku pasti sangat sedih anak pertamanya tewas,” katanya lagi. 

Kasus-kasus di atas adalah sebagian kecil contoh bagaimana sejak lama Daeng memihak dan membela hak-hak orang kecil. Mengurusi masalah-masalah struktural yang dialami orang pinggiran membuatnya biasa hidup dengan tekanan, lebih kuat secara mental, dan pantang mundur dalam memegang prinsip.

Hingga, munculah kejadian kejam yang menimpa adik perempuan Daeng belum lama ini: dia disekap, diculik dan dikeroyok. Hal itu yang mengoyak Daeng: apakah dia harus berhenti menjadi advokat?

“Aku siap mati demi perjuangan menegakkan kebenaran, tapi bila adik cantikku yang diculik, dianiaya, disekap, disakiti, sumpah tak tega. Aku tidak siap melihat adik diculik. Bila ibu dan bapakku yang diteror dan diancam, bagaimana daya juang bisa kokoh?” ucap Daeng penuh tanya.

Daeng paham betul, sebagai advokat pembela HAM harusnya dirinya terlindungi dan dijamin keamanannya. Pasal 14 dan 15, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat sudah jelas mengatakan, ‘’Seorang Pengacara dalam menjalankan profesi bebas, merdeka, terjamin dari ancaman dan rasa takut’’. 

“Tapi itu kan, hanya di atas kertas, hanya bunyi undang-undang. Di negeri ini, kata-kata manis hukum hanya ada di dokumen. Di dunia nyata orang mengalami teror, intimidasi, dan tekanan dari kekuatan yang ingin menang sendiri tanpa peduli hukum,” Ia menimpali. 

Teror Keluarga Pembela HAM, Bukti Abainya Aparat Penegak Hukum

Kejadian penculikan, penyekapan dan pengeroyokan adik perempuan advokat pembela HAM, Daeng sendiri bermula saat tanggal 25 April 2022, pukul 06:15 WITA.

Adik bungsu perempuan Daeng, inisial AGFD, diajak temannya. Mereka berangkat sekolah jalan kaki lewat pintu rumah bagian belakang. 

Sekitar pukul 06:26 WITA, ayah Daeng menemukan satu amplop warna putih di depan pintu rumah. Di dalamnya terdapat sepucuk surat yang berisi ancaman yang ditujukan kepada tetangga keluarga Daeng. Pengirim misterius menyertakan ancaman bahwa anak tetangga itu telah mencelakai teman pengirim surat. Maka, dia mau menuntut balas dendam. 

Untuk diketahui, secara kebetulan AN, anak ibu E memiliki kemiripan muka dengan adik Daeng. 

Pukul  07:30 WITA, ibu Daeng berinisial TW pergi ke tetangga sebelah rumah, Ibu IN. Ibu IN ternyata juga menyampaikan bahwa di rumahnya ada surat tanpa identitas pengirim yang isinya, “kalau kamu mau cari AN, carilah di kantor Bupati “. 

Selain itu, dalam surat yang dikirimkan ke rumah ibu IN, juga menyebutkan, “jangan didik anak untuk sombong”.

Tak kunjung pulang sekolah, sekitar pukul 15:45 WITA, orang tua Daeng bersama tetangga bergegas mencari adik perempuan Daeng, ternyata adiknya sudah berada di depan warung sembako milik Ibu IN dalam kondisi terbaring tidak berdaya. Tergeletak di tanah. Ketika ditemukan, adiknya itu dalam kondisi lemas, sekitar tubuh ada luka lecet, babak belur, dan di baju seragam sekolah yang dikenakan terdapat bercak darah. Juga beberapa barang milik adik: tas, buku, dasi, hilang seluruhnya.

Keluarga Daeng lantas bergegas melapor kejadian Tindak Pidana Penculikan, Ancaman dengan Kekerasan, dan Penganiayaan itu kepada pihak Polres Nagekeo. Nomor Laporan Polisi (LP) : STPL/38/IV/2022/SPKT B/Res Nagekeo/POLDA NTT.

“Setelah melakukan Laporan Polisi (LP), adikku oleh orang tua dan pihak Polres Nagekeo dibawa ke Puskesmas Danga untuk visum dan pemeriksaan medis,” cerita Daeng.  

Pada 26 April 2022, adik perempuan Daeng bercerita tentang peristiwa tanggal 25 april. Pagi itu, saat kembali ke rumah untuk mengambil buku pelajaran yang tertinggal, tepatnya di jalan pulang yang jaraknya sekitar 300 meter dari sekolah, tiba-tiba dipukul dari belakang pada bagian kepala sebanyak satu kali. Akibat pukulan itu adik jatuh tersungkur ke arah samping.

AGFD baru sadar dari pingsan sekitar pukul 14:00 WITA. Ketika sadar, ia dalam keadaan terikat dengan tali (yang biasa digunakan Pramuka) pada bagian tangan, lutut, dan pergelangan kaki. Setelah berupaya, adik akhirnya dapat membuka ikatan tali menggunakan gigi. Setelah lepas, adik loncat melalui jendela lokasi kejadian dengan membawa serta tali yang digunakan pelaku mengikatnya. 

“Adik dalam keadaan setengah sadar pulang ke arah rumah kami yang berjarak 1 km,” lanjut Daeng.  

Lokasi Tempat Kejadian Perkara (TKP) adik diculik, disekap, dan diikat ini berada di Gedung DPRD Nagekeo yang mangkrak, fakta itu sesuai dengan isi keterangan dalam surat ancaman yang dikirimkan oleh pengirim gelap kepada ibu IN (tetangga). 

“AN yang diancam, memiliki kemiripan muka dengan adikku, dan faktanya adikku yang dicelakai. Entah ini trik macam apa, aku tak tahu. Tugas polisi yang harusnya mengusut itu semua,” katanya. 

Pertengahan Mei 2022, Ibu Daeng telah pergi ke Polres Nagekeo untuk menanyakan perkembangan penanganan Laporan Polisi (LP). Polres bilang penanganan laporan sedang diproses. Tapi tidak memberitahukan kebaruan prosesnya seperti apa dan ibu Daeng tidak diberikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP). Pada saat yang sama, ibunya itu hanya diberikan surat tanda terima Laporan Polisi (LP) yang sebelumnya tidak diberikan pada saat melakukan laporan awal pada tanggal 25 April 2022. 

“Akhir Juni 2022, Ibuku kembali mendatangi Polres Nagekeo untuk menanyakan perkembangan penanganan kasus penculikan adik. Polisi mengaku masih mendalami kasus, tapi tidak memberitahukan tentang status penanganannya apakah sudah Penyelidikan atau Penyidikan. Untuk kedua kalinya, ibu juga tidak diberikan SP2HP,” terang Daeng.  

Teror kedua terhadap adik perempuan Daeng terjadi pada 29 Agustus 2022, sekitar pukul 04:50 WITA. Ibu dan adik perempuan Daeng terbangun karena mendengar gonggongan anjing tetangga. 

Saat itu listrik di rumah dalam keadaan mati, tapi di kediaman tetangga sekitar listriknya nyala. Kemudian Ibu dan adik Daeng berinisiatif melihat sumber suara anjing menggonggong melalui jendela. Namun karena gelap jadi tidak melihat apa-apa.

Saat bersamaan, Ibunya melihat jendela yang dekat dengan pintu ruang tamu sudah dalam keadaan terbuka. 

Sekitar pukul 05:00 WITA, Ibu masuk kembali ke kamar untuk berdoa. Di saat bersamaan adik sebagaimana biasanya pergi ke samping rumah bagian kanan guna mengambil handuk untuk mandi. 

Usai ambil handuk dan hendak menuju kamar mandi, AGFD tiba-tiba sudah ditutup mulutnya dari arah belakang menggunakan tangan yang dibalut kain. Seperti dibius. 

“Adik kemudian pingsan atau tidak sadarkan diri. Namun beberapa saat sebelum tidak sadarkan diri, adik sempat berontak dan melihat sesosok orang berbadan tinggi besar, dengan bau rokok yang tajam tercium dari mulutnya,” katanya.  

Sekitar pukul 05:40 WITA, karena listrik di rumah tak kunjung menyala tapi milik tetangga dalam keadaan hidup, bapak Daeng inisiatif untuk melakukan pengecekan ke meteran listrik, anehnya dalam keadaan mode mati sehingga dia menghidupkan tuas meteran.

Sekitar 05:45 WITA setelah selesai berdoa, ibu Daeng memanggil adiknya untuk menyetrika baju seragam sekolah. Namun karena dipanggil-panggil tidak ada sahutan sama sekali, Ia kemudian mencari adik di sekeliling dan ke rumah-rumah tetangga, tapi tidak ketemu. Ibu menjadi cemas dan khawatir.

Sekitar pukul 06:26 WITA, saat sudah terang, sewaktu kembali ke rumah ibu Daeng melihat satu sandal, juga gelang milik adiknya yang dalam keadaan putus. Ia juga melihat ada bekas seretan di tanah di depan rumah. Usai menyadari adiknya hilang atau diculik, ibu Daeng kemudian memberitahu bapak, tetangga, dan juga kepada Daeng via telepon.

Keluarga, tetangga dan Polres Nagekeo kemudian melakukan pencarian. 

Sekitar pukul 10:06 WITA, seorang anggota polisi yang ikut dalam pencarian, menemukan adik Daeng di atas puncak bukit yang berada di belakang kantor Bupati Nagekeo. 

“Padahal sebelumnya di lokasi itu sudah dilewati dan disisir oleh adikku nomor dua, tapi tidak menemukan apa-apa. Giliran polisi yang cari di situ langsung ketemu. Ini terasa janggal dan aneh,” kata Daeng. 

Saat ditemukan, adiknya dalam keadaan pingsan dan tidak sadarkan diri. Di bagian kepala adik terdapat beberapa luka gores seperti bekas seretan. Ia lalu dibawa oleh polisi dan orang tuaku ke RSUD Aeramo untuk dirawat dan visum. Hasil visum sudah dipegang oleh pihak kepolisian. 

Setelah kejadian itu, 4 September 2022, keluarga Daeng pergi ke Polres Nagekeo untuk membuat Laporan Polisi (LP) secara resmi (Nomor LP : STPL/79/IX/2022/SPKT B/Res Nagekeo/POLDA NTT). Ini dilakukan karena pada 29 Agustus keluarga tidak sempat membuat Laporan Polisi (LP) dan masih fokus pencarian adik yang hilang. 

“Kepada ibuku, Polres Nagekeo memberitahukan akan melakukan panggilan susulan untuk pengambilan keterangan sebagai saksi pelapor,” katanya.  

Pada 16 September 2022, ibunya datang lagi ke Polres Nagekeo memberikan keterangan sebagai saksi pelapor. Kehadiran ibunya berdasarkan surat panggilan pemeriksaan Nomor : S.Pgl/702/IX/2022/Reskrim.

“Selain ibu, bapakku juga ikut dipanggil untuk memberikan keterangan di kepolisian. Namun karena ayah terkendala waktu, Polres Nagekeo menunda proses pemeriksaan dengan surat panggilan yang akan dikirim terpisah,” lanjutnya. 

Terhitung sejak kejadian dua kali penculikan, AGFD kini terus merasa trauma dan ketakutan sehingga memilih tinggal sementara waktu di tempat paman. Adiknya juga belum mau pergi ke sekolah karena masih takut atau enggan berinteraksi dengan banyak orang. Adiknya hingga kini juga masih sering mengalami pusing kepala.

Penculikan dan penganiayaan adik perempuan Daeng itu, terjadi tak lama setelah advokasi yang dilakukan Daeng. Terbaru, advokasinya bersama Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) bersama Indonesia Police Watch (IPW) diwakili Sugeng Teguh Santoso, mengadakan klinik konsultasi hukum di rumah milik orang tuaku di RT 26, Kelurahan Danga, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo.

Kegiatan klinik hukum yang Daeng dkk selenggarakan bertujuan memberikan konsultasi hukum (bantuan hukum) secara gratis bagi masyarakat kurang mampu yang berada di wilayah Kabupaten Nagekeo. Ini sejalan dengan kewajiban yang dimandatkan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan Undang Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. 

Mereka membela masyarakat adat yang tergusur dengan adanya Proyek Strategis Nasional (PSN) Waduk Lambo atau Bendungan Mbay di Desa Rendubutowe, Kecamatan Aesesa Selatan. Proyek ini dibangun tanpa sosialisasi yang transparan atau mengancam eksistensi kebudayaan suku asli setempat.

Nurul Nur Azizah

Bertahun-tahun jadi jurnalis ekonomi-bisnis, kini sedang belajar mengikuti panggilan jiwanya terkait isu perempuan dan minoritas. Penyuka story telling dan dengerin suara hujan-kodok-jangkrik saat overthinking malam-malam.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!