Saya Mengalami Kecelakaan Kerja, Bukannya Diobati Malah Diberhentikan

Saya mulai menjadi PRT saat berumur 14 tahun dengan upah Rp 100.000 per bulan. Meski kecil, saya tetap bersyukur. Namun, beberapa tahun kemudian saya diberhentikan saat mengalami kecelakaan kerja.

Saya Yamtini berasal dari Belitang, Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Sumatera Selatan. Saat ini saya berumur 33 tahun.

Saya terlahir sebagai anak tertua dari keluarga sederhana di sebuah dusun di Blitang. Ayah saya seorang petani, ibu saya ibu rumah tangga. Sehingga kami delapan bersaudara harus hidup dalam serba kekurangan.

Karena keterbatasan ekonomi, setelah lulus dari bangku sekolah dasar (SD) pada 2003 saya tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Saya memilih untuk bekerja guna meringankan beban kedua orang tua saya. Apalagi adik – adik saya juga membutuhkan biaya pendidikan.

Karena hanya lulus SD, pekerjaan yang bisa saya dapatkan adalah menjadi pekerja rumah tangga atau PRT.  Kebetulan saat itu saya ditawari seseorang untuk bekerja sebagai PRT di rumahnya. Saat pertama bekerja sebagai PRT umur saya baru 14 tahun. Jadi masih di bawah umur.

Pada saat calon majikan menawarkan bekerja jadi PRT di rumahnya saya langsung mengiyakan. Niatan saya waktu itu, tidak ingin menjadi beban bagi orang tua dan ingin membantu ekonomi keluarga yang sangat  pas-pasan.

Sebagai PRT, pekerjaan yang harus saya kerjakan saat itu adalah mencuci baju, menyetrika, menyapu dan mengepel rumah, menyikat kamar mandi/WC serta mengasuh anak yang masih berumur 6 tahun. Selain itu, saya juga harus menjaga warung sehingga jam kerja bisa dibilang tidak menentu.

Gaji pertama sebagai PRT di tahun 2003 itu sebesar Rp 100.000 per bulan. Saya tinggal di rumah majikan, sehingga semua biaya hidup termasuk makan dan peralatan mandi ditanggung oleh majikan. Saya juga tidak perlu keluar ongkos transport.

Upah itu sebenarnya jauh di bawah upah minimum regional di kota saya saat itu. Meski demikian, bagi saya upah sebesar  Rp 100 ribu itu sudah lumayan besar dibanding pendapatan sebagai petani yang tidak menentu.

Jadi saya sangat bersyukur.  Setidaknya di usia remaja saat itu, saya bisa memiliki pendapatan sendiri sekaligus bisa membantu meringankan beban orang tua. Meski harus saya akui, pekerjaan yang harus saya kerjakan saat itu cukup berat bagi anak seusia saya.

Saya bertahan di rumah tersebut selama beberapa tahun, hingga satu waktu saya mengalami kecelakaan kerja. Saat itu saya terpeleset saat  mengantar galon air mineral ke rumah pembeli.  Karena habis hujan  lantai  jadi licin.  Akibatnya kaki saya terkilir.

Buah dari kecelakaan kerja tersebut, bukannya ditolong, diberi obat dan diminta istirahat tapi saya justru dimaki dan disuruh berhenti bekerja. Saya dipecat begitu saja tanpa dibayar upah saya di bulan itu. Saya juga tidak diberi ongkos pulang, apalagi pesangon. Padahal itu sebentar lagi Hari Raya Idul Fitri yang seharusnya saya menerima Tunjangan Hari Raya.

Saya pulang ke rumah dengan perasaan sedih dan marah. Tapi saat itu saya tidak bisa berbuat apa-apa. Saya tak berdaya karena saat itu saya sendirian dan belum bergabung dengan Serikat Pekerja Rumah Tangga.

Beberapa bulan kemudian, saya kembali mendapatkan pekerjaan sebagai PRT di tempat lain. Kali ini saya bernasib lebih baik, apalagi setelah saya dipertemukan dengan sesama PRT yang mengajak saya bergabung dengan Serikat Pekerja Rumah Tangga.

Setelah berorganisasi saya jadi sadar tentang pentingnya peran pekerja rumah tangga. Saya juga jadi tahu PRT sebagai pekerja punya hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Lewat organisasi, saya juga belajar banyak hal untuk meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan oleh seorang PRT.

Sekarang, sebelum mulai bekerja saya lebih berani menegosiasikan hak-hak saya sebagai pekerja. Sebaliknya, saya juga selalu berusaha bekerja secara profesional.

Saya sadar, meski kami para pekerja rumah tangga membutuhkan pekerjaan, tetapi majikan tak bisa memperlakukan kami seenaknya. Karena bagaimanapun mereka membutuhkan kami. Dan, kerja-kerja kami sebagai pekerja rumah tangga membuat mereka bisa menjalankan aktivitas mereka dengan baik.

Jadi kini setelah hampir 15 tahun bekerja menjadi PRT saya semakin sadar akan peran penting profesi saya ini. Saya tidak pernah malu dengan pekerjaan ini dan akan terus memperjuangkan hak-hak PRT sebagai pekerja.

KEDIP atau Konde Literasi Digital Perempuan”, adalah program untuk mengajak perempuan dan kelompok minoritas menuangkan gagasan melalui pendidikan literasi digital dan tulisanTulisan para Pekerja Rumah Tangga (PRT) merupakan kerjasama www.Konde.co yang mendapat dukungan dari Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT).

Yamtini

SPRT Sapulidi
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!