Edisi Khusus Perempuan Muda dan Keberagaman: Ini cerita tentang Tionghoa di Kampung Halamanku

Di kampung halamanku, ada persepsi yang menyatakan bahwa orang Tionghoa pelit bahkan sudah ditanamkan sejak itu, sehingga sindiran semacam ini sering aku dengar di lingkungan kami

Di bulan Ramadhan ini, Konde.co menyajikan tulisan khusus dari para perempuan muda soal refleksi mereka tentang keberagaman. Edisi ini bisa kamu baca mulai 10-16 April 2023.

Bireuen jadi salah satu daerah di Aceh yang masih dihuni oleh masyarakat Tionghoa hingga saat ini. Saat beberapa daerah lain di Aceh sulit menjumpai Tionghoa atau minoritas agama lainya, Bireuen jadi salah satu pilihan tempat tinggal mereka. Menariknya, hampir semua Tionghoa di Bireuen fasih berbahasa Aceh.

Banyaknya pabrik limun atau minuman soda dengan brand lokal di Bireuen, seolah sebagai pertanda bahwa Tionghoa pernah berjaya di sana. Bahkan sampai saat ini. 

Jika kita melewati bekas stadion Cot Gapu di Bireuen, tak jauh dari sana kita dapat menjumpai lebih dari dua pabrik Limun besar yaitu, ada Limun 66 dan Limun 55. Pabrik ini sudah memproduksi Limun sejak puluhan tahun silam. Para pekerjanya mayoritas adalah orang Aceh. 

Limun di Bireuen itu jadi hal yang istimewa. Bahkan limun di Bireuen istimewa karena menjadi komponen wajib dalam hantaran pernikahan yang dibawa oleh mempelai laki-laki ke rumah mempelai perempuan saat resepsi pernikahan adat aceh. Bagaimana sebenarnya toleransi sudah menjadi bagian dari masyarakat sebelum ia diusik karena berbagai kepentingan yang ada

Tidak jauh dari sana, kita bergeser sedikit ke Matang Glumpang Dua, masih ingat dengan Sirup Mawar Merah? Pemiliknya juga seorang Tionghoa yang sering dikenal dengan nama ‘Si Pesek’ entah karena apa ia akrab dipanggil dengan nama itu. Sirup dengan brand lokal yang sering mengisi hari-hari Ramadan masyarakat Bireuen dan sekitarnya ini juga sudah diproduksi sejak puluhan tahun lalu dan masih beroperasi hingga sekarang. 

Masih jelas di ingatku sirup ini pernah sangat berjaya di Bireuen karena kegemaran orang Aceh mengkonsumsi sirup terutama di bulan Ramadhan dan harga Sirup Mawar yang merakyat ini pernah menjadi pilihan pada masanya.

Bahkan aku ingat betul anak sang pemilik brand Sirup Mawar adalah teman sekolah ku ketika kami SMP tahun 2007,  ketika perayaan hari-hari besar di sekolah, guru kadang nyeletuk 

“Kalau ada yang mau sponsorin sirup juga boleh dibawa.”

Persepsi bahwa Tionghoa pelit bahkan sudah ditanamkan sejak itu, sehingga sindiran semacam ini sering aku dengar di sekolah ketika itu.

Pada tahun itu siswa Tionghoa di sekolah hanya 2 orang, saat lulus ia memilih meninggalkan Bireuen dan melanjutkan SMA ke Medan.

Cerita lainya tentang warung kopi di seberang Masjid Besar Peusangan ada juga. Letak masjid ini di Matang Glumpang tidak jauh dari sana. Hanya tinggal menyeberang jalan saja, terdapat sebuah warung kopi legenda yang sudah berdiri sejak lama, masyarakat biasa menyebutnya Kedai Si Min Cina karena sang pemilik adalah Tionghoa. Menariknya, warung kopi ini sudah buka bahkan sebelum subuh, jadi sangat umum bagi laki-laki setelah pulang subuh dari masjid akan mampir ke warung kopi ini. Hingga sekarang warung kopi ini tak pernah sepi peminat.

Tidak berbeda dengan cerita Mie Pangsit Apilin, bagi yang pernah ke Bireuen atau melewatinya pasti tahu mie Pangsit Apilin, ini adalah jenis mie pangsit Bireuen yang paling terkenal hingga saat ini, dan lagi lagi pemiliknya adalah Tionghoa. Diantara semua usaha yang dimiliki Tionghoa di Bireuen ini, menariknya semuanya memiliki kesamaan cerita, mereka mempekerjakan orang Aceh yang mayoritas adalah muslim.

Jika bicara soal konsep toleransi di Bireuen bisa dibilang mungkin takkan ada yang setuju, tapi ketika makan dan minumannya dibeli dari penjual Tionghoa, dan bahkan mau bekerja di sana bukankah seharusnya masyarakat sudah toleransi ? jawabannya belum tentu

BACA JUGA:

Mengucapkan Selamat Hari Raya Pada Teman Beda Agama Itu Bukan Dosa

Cerita 2 Pasangan Beda Agama, Putus Atau Lanjut Kalau Sudah Sayang?

Aku kadang kala berpikir apakah intoleransi dan diskriminasi justru muncul karena ketidakmampuan dalam bersaing ?

Anehnya akhir-akhir ini banyak berita intoleransi justru muncul dari Bireuen, hingga aku membuat tulisan ini sebagai refleksi diri tentang apa yang sedang terjadi ? hingga cerita-cerita dan pengalaman diatas dilupakan. 

Pada 30 Agustus 2018, Pemerintah Kabupaten Bireuen pernah mengeluarkan himbauan yang mengandung poin “Larangan Ngopi Semeja bagi Non Muhrim” yang diatur sebagai salah satu dari 14 larangan dan standarisasi warung kopi, café, dan restoran sesuai Syariat Islam di Bireuen

Lalu larangan lainya pada 24 Februari 2023 dikeluarkan melalui Surat Edaran Bupati Bireuen Nomor 451/199/2023 tentang Larangan Pelaksanaan Live Musik dalam Kabupaten Bireuen, bahkan jika membaca surat ini seperti ambigu dan tidak jelas, tentang 11 poin larangannya di dalamnya.

BACA JUGA:

Live Musik di Bireuen Aceh Dilarang Dianggap Timbulkan Nafsu

Pertanyaan lainya apakah surat edaran ini sudah melibatkan partisipasi masyarakat, pemilik usaha dan juga kaum minoritas di dalamnya? atau dan hanya untuk mementingkan kepentingan kelompok sendiri, atau paksaan pemerintah untuk membangun image Bireuen sebagai Kota Santri ?

Padahal Tionghoa sudah ada di Aceh sejak berabad-abad lalu yang seharusnya dianggap menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat Aceh itu sendiri.

Meski sifatnya himbauan, surat edaran ini dapat merugikan banyak pihak dan merupakan sebuah bentuk pengabaian terhadap keberadaan minoritas agama lainya di Bireuen.

BACA JUGA:

Cara Minoritas Tionghoa Rawat Keberagaman di Kampung Kami

Pengalamanku Mengenal Teman Beda Agama

Khalida Zia

Direktur Eksekutif The Leader
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!