Surat Keberatan Kisahku Membesarkan Anak Bertubuh Pendek

Dear pembaca, setelah mempublikasikan sebuah artikel tentang pengalaman seorang penulis (Novi Mayasari Haryono) dalam membesarkan anaknya, Viyi yang menderita Achondroplasia atau kelainan pertumbuhan yang menyebabkan kekerdilan pada tubuhnya, Konde.co lalu mendapatkan surat keberatan dari ayah Viyi (Ng Sebastian). Surat keberatan ini ditujukan pada penulis, dan juga pada Konde yang menayangkannya. Kami memuat dan membalasnya dalam artikel ini.

Dalam email-nya, surat keberatan yang ditulis Ng Sebastian berbunyi: bahwa dalam artikel tersebut, saudara Novi Mayasari Haryono dianggap telah menulis tentang penyebab achondroplasia adalah karena ayahnya (Ng Sebastian) yang sudah usia lanjut. Ng Sebastian juga keberatan atas tulisan saudara Novi Mayasari Haryono yang dianggap telah menggunakan nama suku di mana Ng Sebastian dibesarkan.

Dalam surat tersebut, Ng Sebastian, selain memprotes penulis karena dianggap telah melakukan kesalahan dalam penulisan, juga meminta Konde.co untuk menurunkan tulisan tersebut dan merevisinya.

Dalam jawaban ini, Konde.co telah meminta penulis, saudara Novi Mayasari Haryono untuk menjawabnya, sekaligus Konde.co juga mempublikasikan surat keberatan saudara Ng Sebastian, karena sebagaimana pedoman hak jawab dari Dewan Pers, Konde.co berhak menerbitkan, menolak atau menyunting tanpa menghilangkan maknanya. Konde.co memutuskan untuk menerbitkannya sebagaimana aturan hak jawab dalam Dewan Pers: https://dewanpers.or.id/berita/detail/439/dewan-pers-berlakukan-pedoman-hak-jawab

Kronologinya adalah sebagai berikut:

1.Konde.co telah mempublikasi tulisan: Novi Mayasari Haryono pada 6 April 2023 yang berjudul: Kisahku Membesarkan Anak Bertubuh Mini: She Is Special and Limited Edition

Viyi menderita Achondroplasia atau kelainan pertumbuhan yang menyebabkan kekerdilan. Pada suatu malam, Viyi berbaring di sampingku, berbantalkan lenganku, tiba-tiba dia bertanya, “Mommy, when Viyi grow up, Viyi will be tall like Mommy, right?. Pertanyaan Viyi itu seperti silet yang menyayat hatiku: https://www.konde.co/2023/04/kisahku-membesarkan-anak-bertubuh-pendek-she-is-special-and-limited-edition.html/

2.Setelah tulisan ini terbit, kami mendapatkan surat keberatan dari Ng Sebastian (ayah dari Viyi) pada penulis pada 9 April 2023. Surat keberatan tersebut berbunyi:

A. Saya keberatan dengan hal berikut:

1. Kesimpulan bahwa itu karena usia saya yang tua serta kebiasaan menyimpan “ponsel” di kantong depan celana yang sebabkan terjadi mutasi gen pada sperma yang saya hasilkan. Sehingga Viyi anak kami alami achondroplasia adalah kesimpulan pribadi.

Nyatanya anak kami yang ke dua dan anak kami yang ke tiga tumbuh normal. Kesimpulan itu merupakan tuduhan sepihak yang merugikan saya dan suku kami. Jika itu kesimpulan ilmiah, tunjukan buktinya.

2. Penyebutan nama, suku dan tempat tanpa persetujuan dari pihak suku. Setahu saya belum ada komunikasi dengan pihak suku berkaitan dengan penyebutan nama pada tulisan tersebut.

Untuk diketahui Novi Mayasari Haryono adalah istri sah saya karena kami diberkati dalam Pernikahan di Gereja Katholik serta tercatat pada Catatan Sipil.

B. Dengan ini saya minta agar:
1. Pernyataan bahwa Mutasi Gen itu dikarenakan oleh usia dan kebiasaan menyimpan ponsel di kantong depan itu menjadi penyebab utama, harus disertakan tautan kajian ilmiahnya.

2. Jika tidak ditemukan kajian ilmiahnya maka redaksi penulisannya diubah agar tidak menimbulkan kesan bahwa saya suaminya yang sebabkan anak kami idap achrondoplasia.

3. Penulisan nama siapapun yang berkaitan dengan pribadi kami, ditiadakan. Untuk diketahui nama Seman itu adalah nama almarhum Kakek kami dari pihak Mama. Beberapa orang dari marga pihak Mama dinamakan dengan nama itu.

4. Penyebutan nama kampung, Kecamatan dan Pulau dalam tulisan itu tidak kami setujui kecuali jika point A. 1. di atas telah diubah agar tidak menuduh saya sebagai suami sebagai penyebab kelainan fisik pada anak yang kami cintai.

Apa yang dipersatukan Allah, tidak dapat diceraikan oleh manusia. Kehadiran anak kami tercinta yang mengidap achrondoplasia adalah Anugrah Tuhan dan alam semesta dalam Kehidupan kami.

Surat kedua dilayangkan lagi dari saudara Ng Sebastian secara lebih lengkap setelah Konde.co memmbalas email dan meminta Ng Sebastian untuk menyunting surat keberatannya dan Konde.co akan mempublikasikannya:

1.Saya setuju dan senang bahwa istri saya Novi Mayasari Haryono menulis tentang Achrondoplasia dari sisi seorang Ibu dan Orangtua dari Putri kami pengidap Achrondoplasia. Semoga membawa kebaikan pada pembaca.

2.  Sepatutnya tulisan yang dimuat di konde.co tidak menyebabkan seseorang atau suatu kaum menjadi tertuduh. Apalagi jika tuduhan itu tidak mempunyai alasan ilmiah yang kuat.

3.  Tulisan tentang Achrondoplasia yang dimuat di konde.co dapat dipahami juga sebagai curhat terhadap kehidupan keluarga kami. 

4.  Akibat curhat itu menyebabkan tercorengnya nama keluarga, suku, suatu kaum dan satu pulau malah.

5.  Saya sebagai suami dituduh sebagai penyebab Putri kami mengidap Achrondoplasia. Nyatanya 2 putra kami yang lahir setelah Putri kami tumbuh sebagai anak normal. 

6.  Tulisan istri saya itu dapat memberi kesan dan pesan bahwa seseorang boleh menjadi Orangtua Tunggal jika mengalami persoalan dalam kehidupan perkawinannya. Hal ini tidak sejalan dengan Negara yang menghendaki Keluarga Indonesia yang utuh taat beragama. 

7.  Untuk diketahui Suku saya dan Agama yang saya anut tidak menerima konsep Orangtua Tunggal karena alasan perkawinan yang bermasalah.

Tanggapan dan bantahan dimuat dengan kutipan alinea dari tulisan dengan beberapa kalimat yang sangat penting untuk dibantah diberi garis bawah. 

Adapun pernyataan yang saya nilai sebagai curhat dan pendapat pribadi tidak saya tanggapi. Karena hal itu adalah rana keluarga.

Pato adalah upacara pemberian nama dari suku Wengge di Riung, Pulau Flores, dengan menggunakan media beberapa lembar daun sirih, buah sirih, buah pinang, dan kapur sirih yang telah ditata di atas nyiru sebagai perantara antara keluarga yang memberikan nama dengan semesta dan leluhur. 

Penyebutan nama suku tidak disetujui, kecuali jika saya sebagai suami dan ayah tidak dituduh sebgai penyebab Putri kami pengidap Achrondoplasia

Penjelasan sederhananya seperti ini: kelainan pertumbuhan achondroplasia disebabkan oleh dua hal: mutasi gen spontan dan faktor genetik. Orang tua normal bisa mewarisi gen achondroplasia jika terjadi mutasi gen. Mutasi gen pada kasus ini lebih banyak disebabkan oleh pihak ayah di mana mutasinya sudah terjadi pada saat proses spermatogenesis (pembentukan sperma). Salah satu penyebabnya adalah usia ayah yang sudah lanjut. 

1. Saya meragukan dalil ini, karena tidak menemukan penjelasan ilmiahnya. Jika ada, tunjukan buktinya.

2. Pernyataan ini sangat bisa sebabkan Putri kami menjadi tidak menghargai Ayahnya. Bahkan mempersalahkan dan membenci Ayahnya.

3. Penjelasan ini tidak menjelaskan mengapa 2 orang adik Putri kami tumbuh sebagai anak normal

“Jadi, begini… achondroplasia itu adalah kelainan pertumbuhan yang disebabkan oleh terjadinya mutasi gen pada saat proses spermatogenesis atau dengan kata lain mutasi gen itu terjadi pada saat pembentukan sperma. Dalam arti, mutasi itu terjadi bahkan sebelum kamu berada dalam kandungan Mommy.”

 “What do you mean?”

 “Mutasi gen itu terjadi karena banyak faktor. Salah satunya, yaitu usia dari sang ayah yang sudah lanjut, atau radiasi gadget yang sering ditaruh di saku depan celana. Tapi, selain itu bisa juga terjadi karena tulang-tulangmu memiliki kekurangan kolagen.” 

Pernyataan ini sangat tidak baik dalam kaitan dengan pandangan Putri kami terhadap saya sebagai Ayahnya. Sang ayah menjadi tertuduh sebgai penyebab Putri kami mengidap Achrondoplasia. Dampaknya sangat luar biasa.

 Kebiasaan menyimpan ponsel dalam kantong celana bagian depan tetap saya lakukan setidaknya sampai 2 orang adik Putri kami lahir. Mereka tumbuh normal

Lagipula saya tidak menemukan penjelasan ilmiah tentang hal ini. Jika ada penjelasan ilmihanya, tunjukan

Hari itu merupakan kali pertama aku menginjakkan kaki di Desa Bekek Kecamatan Riung – Flores. Aku disambut dengan haru dan suka cita. Calon ibu mertuaku bahkan menangis ketika menyambutku dengan ciuman di kedua pipiku. Sudah sangat lama beliau mengharapkan anak lelaki satu-satunya menikah.

Penyebutan nama desa itu salah. Bekek adalah ibukota desa, sedangkan kampung kami Oting namanya.

Nama kampung boleh disebut jika uraian tentang Achrondoplasia tidak mempersalahkan Ayah sebgai penyebab kelainan Achrondoplasia yang dialami Putri kami.

Seman, yang kala itu masih berstatus sebagai calon suami, mengatakan sebuah kalimat yang akhirnya bisa meredakan suasana yang mulai panas, “Biarkan Roh Kudus yang berkarya dalam hubungan kami.” 

Perlakuan yang aku terima ketika datang, langsung berubah 180 derajat pada keesokan harinya. Adik-adik perempuan Seman seperti sengaja berkasak-kusuk di belakangku dengan suara yang terdengar begitu lantang. 

Penggunaan nama SEMAN dalam tulisan itu tidak saya setujui. Alasannya: SEMAN adalah nama Kakek kami dari pihak Mama.

Banyak anak laki – laki turunan Kakek SEMAN dari keluarga pihak Mama menggunakan nama itu. Karena secara adat Marga pihak Mama paling berhak menggunakan nama itu.

Dengan dijadikannya saya sebagai tertuduh penyebab kelaianan Achrondoplasia yang diidap Putri kami, turut mencoreng nama Marga dari pihak Mama.

Walaupun secara adat Mama saya sudah menjadi Marga Ayah saya.

Dalam sebuah percakapan antara aku dan Seman sebelum memutuskan menikah, kami bersepakat untuk tetap pada keyakinan masing-masing, sementara anak-anak akan diberi kebebasan menganut aliran agama apa pun yang mereka mau. Di semua berkas yang mengharuskan untuk mengisi kolom agama, kami mengisinya dengan mengikuti agama suami. 

Pernyataan ini tidak tepat. Tidak ada kesepakatan itu. Pernyataan ini tidak sejalan dengan Pernyataan saya pada tulisan ini:  “Biarkan Roh Kudus yang berkarya dalam hubungan kami.” 

 Kami nikah secara Katholik di Gereja Katholik. Kami hidup berkeluarga dalam tradisi Katholik. Maka hadiri Misa di Gereja Katholik adalah bagian dari tradisi itu. Saya tidak pernah memaksa istri menjadi Katholik.

Setelah peristiwa itu, suami kerap bertindak seenaknya. Berkali-kali dia bersikap kasar padaku, bahkan di depan mama. Dan, bukan hanya sekali-dua dia memberikan barang-barangku kepada keluarganya tanpa meminta izinku. 

Laptop yang aku pakai untuk bekerja dan tempat menyimpan tulisan-tulisanku tentang Viyi, diberikan kepada keponakannya. Dia baru memberitahu saat barang sudah dalam proses pengiriman. Alasannya, keponakannya Nina yang tengah menempuh pendidikan kedokteran hewan di Kupang sedang membutuhkan laptop untuk menulis skripsi. Aku sakit hati. Bukan perkara laptop itu lebih dibutuhkan orang lain, tetapi diberikan tanpa izin dari pemiliknya. 

Pernyataan ini menjadikan saya sebagai suami yang kejam terhadap istri dalam pernikahan kami. Bahwa saya mempunyai kekurangan, itu pasti.

Saya tidak setuju penyebutan nama Nina – ponakan dalam tulisan itu.

Dia pun kerap menuduh aku selingkuh. Baik handphone maupun sosial mediaku dia buka seenaknya. Aku tidak memiliki privasi sama sekali. Dia pernah mempermalukan aku di depan anak-anak setelah membaca cerpen fiksi berjudul “Guru Olahraga” yang dimuat di laman Facebook.

Saya menghargai “privacy” tidak pernah membuka ponsel istri, kecuali diminta istri. Password ponsel istri pun saya tidak tahu. Ada pasword, berarti ada pembatasan.

Facebook mempunyai fasilitas tentang status penggunanya, antara lain: Married to. Maka dalam akun Facebook saya ada status: Married to: Novi Mayasari Haryono. Kami berteman pada Facebook dalam status Married to itu.

3. Lalu saudara Ng Sebastian juga kemudian meminta Konde.co untuk menghentikan tayangan artikel ini.

Hal ini disampaikan melalui email dan komentar di website Konde.co atas @Ame Viyi yang menuliskan: Redaksi yth, sejumlah pernyataan pada tulisan ini merugikan banyak pihak. Agar tindak-lanjuti surat kami

4.Konde.co lalu menghubungi penulis, Novi Mayasari Haryono untuk membalas surat keberatan tersebut dan meminta benulis untuk merespon surat keberatan dari Saudara Ng Sebastian
5. Berikut adalah jawaban dari Konde.co atas keberatan soal permintaan untuk menghentikan tayangan dari Saudara Ng Sebastian:

Terimakasih atas pengiriman email saudara Ng Sebastian ke Konde.co. Berikut adalah pokok-pokok jawaban Konde.co:

1. Kami sudah menghubungi penulis/ Novi Mayasari Haryono pasca mendapatkan email keberatan penulisan dari Ng Sebastian
2. Kami juga sebelumnya sudah membalas email Ng Sebastian pada tanggal 14 April 2023 dan 19 April 2023 sebagai berikut:

Mengacu pada Pedoman Hak Jawab yang diberlakukan Dewan Pers, Konde.co sebagai media, berhak menilai proporsionalitas Hak Jawab. Selanjutnya kami mempublikasikan surat anda di Website Konde.co dan kami akan menjawabnya di website pula sebagai bagian dari hak pembaca untuk menyatakan keberatan, dan hak redaksi Konde.co untuk menjawabnya. Mohon Anda untuk mengakurasi surat keberatan ini terlebih dahulu dan kemudian mengirimkannya kembali pada kami. Perlu diketahui, Konde.co juga berhak untuk menerima/mengedit Hak Jawab yang Anda kirimkan. Bahkan, secara aturan pers, kami juga berhak menolak Hak Jawab jika:

a. Panjang/durasi/jumlah karakter materi Hak Jawab melebihi pemberitaan atau karya jurnalistik yang dipersoalkan;b. Memuat fakta yang tidak terkait dengan pemberitaan atau karya jurnalistik yang dipersoalkan;c. Pemuatannya dapat menimbulkan pelanggaran hukum;d. Bertentangan dengan kepentingan pihak ketiga yang harus dilindungi secara hukum.

Informasi selengkapnya tentang Hak Jawab bisa diklik di sini https://dewanpers.or.id/berita/detail/439/dewan-pers-berlakukan-pedoman-hak-jawab

3. Untuk tahap selanjutnya Konde.co mempublikasikan surat Anda (Ng Sebastian), sekaligus jawaban kami di Konde.co.
4. Sebagai media yang mempublikasikan artikel saudara Novi Mayasari Haryono, kami tidak bisa menurunkan tulisan ini karena tulisan saudara Novi Mayasari tidak menyalahi Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
5. Respon kami tentang adanya kesalahan dalam penulisan yang dilakukan Novi Mayasari Haryono sebagaimana keberatan-keberatan yang dituliskan Ng Sebastian:

A. Saya sebagai suami dituduh sebagai penyebab Putri kami mengidap Achrondoplasia. Nyatanya 2 putra kami yang lahir setelah Putri kami tumbuh sebagai anak normal. 

Jawaban kami: dalam tulisan tersebut, saudara Novi Mayasari menuliskan tentang sejumlah kemungkinan penyebab Achrondoplasia dan tidak menuliskan tentang satu-satunya penyebab dalam situasi ini, jadi tulisan ini tidak melakukan tuduhan yang tidak beralasan.

Tulisan Novi Mayasari: Menurut keterangan American Academy of Orthopaedic Surgeons, akondroplasia atau achondroplasia adalah kelainan tulang yang menyebabkan dwarfisme atau kekerdilan. Anak-anak yang terlahir dengan kelainan ini memiliki kepala berukuran besar dengan lengan dan kaki yang pendek, sementara ukuran batang tubuh (trunk) normal. Tinggi tubuh pengidap achondroplasia untuk laki-laki dewasa rata-rata sekitar 131 cm, sedangkan untuk perempuan dewasa rata-rata sekitar 124 cm. Achondroplasia dimulai selama awal perkembangan janin ketika masalah pada gen mencegah tubuh mengubah tulang rawan menjadi tulang keras. Kelainan ini tergolong langka, hanya terjadi pada sekitar 1:10.000 – 1:30.000 atau 3,75 per 100.000 kelahiran. Angka tersebut dianggap cukup stabil untuk menentukan sebaran penderita. Kelainan ini memiliki mode pewarisan dominant autosomal yang berarti cukup satu salinan gen yang bermutasi untuk bisa menyebabkan kondisi tersebut. Sekitar 80% kasus terjadi pada anak-anak dari orang tua dengan tinggi rata-rata yang disebabkan oleh mutasi gen akibat perubahan spontan selama spermatogenesis. Sedangkan sisanya terjadi karena diwariskan dari salah satu atau kedua orangtua. Kelainan pertumbuhan achondroplasia terjadi karena mutasi genetik FGFR3, bagian gen yang bertugas untuk menghasilkan protein yang disebut Fibroblast Growth Factor Receptor 3. Jenis protein tersebut memiliki peran yang sangat penting pada proses osifikasi atau proses berubahnya tulang rawan menjadi tulang keras. Tulang pun akan tumbuh lebih pendek dan bentuknya tidak normal terlebih pada bagian tungkai dan lengan. Penjelasan sederhananya seperti ini: kelainan pertumbuhan achondroplasia disebabkan oleh dua hal: mutasi gen spontan dan faktor genetik. Orang tua normal bisa mewarisi gen achondroplasia jika terjadi mutasi gen. Mutasi gen pada kasus ini lebih banyak disebabkan oleh pihak ayah di mana mutasinya sudah terjadi pada saat proses spermatogenesis (pembentukan sperma). Salah satu penyebabnya adalah usia ayah yang sudah lanjut. Apabila salah satu orang tuanya menderita achondroplasia, peluang anak memiliki risiko mengidap kondisi yang sama sebesar 50 persen. Sementara jika kedua orangtua mengidap achondroplasia, ada sekitar 25 persen peluang anak memiliki tinggi tubuh normal, 50 persen anak berpeluang memiliki satu jenis gen yang cacat sehingga mengakibatkan achondroplasia, dan 25 persen peluang menyebabkan kematian sebelum lahir atau pada awal masa bayi karena kesulitan bernapas. Selain mutasi gen, kolagen pun memiliki andil dalam pertumbuhan tulang. Kolagen adalah salah satu protein yang menyusun tubuh manusia. Sekitar 30 persen dari seluruh protein yang terdapat di tubuh adalah kolagen yang berpengaruh terhadap pembangunan tulang, gigi, sendi, otot, dan kulit. Bila semua tulang dalam tubuh mengalami kekurangan kolagen, maka pertumbuhan tulang terhambat dan mengakibatkan terjadinya achondroplasia atau semua tulang dalam tubuh menjadi pendek. Sampai sekarang belum ada tindakan yang bisa mencegah apalagi mengobati penderita achondroplasia selain meminimalisir risiko komplikasi dalam masa pertumbuhan anak. 

Konde.co juga menelusuri sumber-sumber kajian terkait yang menjelaskan soal Anchondroplasia bisa disebabkan salah satunya karena faktor usia lanjut. Sumbernya bisa dilihat di sini:

1)  https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4854094/ (Achondroplasia was the first genetic disease associated with advanced paternal age..)

2)     https://www.sciencedirect.com/topics/medicine-and-dentistry/paternal-age-effect (Achondroplasia is among a few disorders where this is so. As important, the mutation rate increases with paternal age)

3)     https://www.childrenshospital.org/conditions/achondroplasia (Fathers who are older than 45 years have a higher chance of having children with certain genetic disorders, including achondroplasia)

4)     https://www.halodoc.com/artikel/achondroplasia-bukan-hanya-genetik-tetapi-mutasi-gen

5)     https://amp.kompas.com/health/penyakit/read/2021/10/23/060000068/achondroplasia

B. Akibat curhat itu menyebabkan tercorengnya nama keluarga, suku Seman, suatu kaum dan satu pulau malah pada tulisan ini

Jawaban kami: sebagai perempuan yang hidup di tengah adat, penulis berhak untuk menuliskan pengalamannya karena penulis menjadi bagian dari sejarah lingkungan dimana ia tinggal. Tulisan penulis juga tidak menyinggung suku atau agama tertentu karena merupakan pengalaman penulis. Konde.co memberikan ruang untuk menuliskan pengalaman para perempuan dari sudut pandang perempuan

Tulisan Novi Mayasari: Hari itu merupakan kali pertama aku menginjakkan kaki di Desa Bekek Kecamatan Riung – Flores. Aku disambut dengan haru dan suka cita. Calon ibu mertuaku bahkan menangis ketika menyambutku dengan ciuman di kedua pipiku. Sudah sangat lama beliau mengharapkan anak lelaki satu-satunya menikah. Di atas bale-bale, sebuah bangunan tinggi di belakang rumah, tanpa dinding, beralaskan cacahan bambu, telah berkumpul keluarga besar dan keluarga inti yang duduk melingkar, menunggu kedatangan kami. Tempat duduk kami telah dialasi bantal tipis yang biasanya diperuntukkan untuk tamu, sedangkan yang lain duduk melantai tanpa alas. Kami berbincang-bincang hingga malam tiba dan satu per satu keluarga pulang ke rumah masing-masing, menyisakan keluarga inti di ruangan itu.  Setelah berbicara ngalor-ngidul, topik masuk kepada pertanyaan yang mungkin sudah mereka siapkan sebelum kedatanganku. 

“Jadi nanti Novi akan pindah ke agama Katolik?” tanya seseorang di antara mereka. 

“Tidak.” 

Aku langsung menjawab pertanyaan mereka dengan pasti. Semua tatapan tertuju padaku. Aku tiba-tiba merasa seperti pesakitan yang tengah disidang. Macam-macam pertanyaan terkait keyakinan dilontarkan. Aku bersikeras tidak akan meninggalkan keyakinanku hanya demi sebuah pernikahan, tetapi jika dipaksakan, aku memilih untuk tidak menikah. Seman, yang kala itu masih berstatus sebagai calon suami, mengatakan sebuah kalimat yang akhirnya bisa meredakan suasana yang mulai panas, “Biarkan Roh Kudus yang berkarya dalam hubungan kami.”  

Perlakuan yang aku terima ketika datang, langsung berubah 180 derajat pada keesokan harinya. Adik-adik perempuan Seman seperti sengaja berkasak-kusuk di belakangku dengan suara yang terdengar begitu lantang. “Orang Manado biasanya matre dan tukang selingkuh. Bukan tidak mungkin Novi akan meninggalkan Kakak setelah dia mengeruk habis hartanya.” 

“Kasihan Mama. Setiap hari Mama berdoa untuk Kakak supaya mendapatkan perempuan yang dari Tuhan, malah yang datang perempuan utusan iblis.” 

Aku diam saja mendengar semua itu. Malah berlagak tidak mendengarnya. Aku masih tersenyum ramah ketika pamit meninggalkan kampung itu. Aku bukan orang fanatik terhadap agama yang dianut, tetapi perbedaan ini sempat menjadi pergolakan batinku sebelum diajak bertemu dengan keluarga di Flores. Salah seorang teman berkata begini: “Bukan soal di mana kamu beribadah dan bagaimana caramu berdoa, tetapi di mana dan bagaimana imanmu bertumbuh dan berbuah. Apa gunanya kamu keukeh pada keyakinanmu jika imanmu tidak bertumbuh? Demikian pula sebaliknya. Nanti beribadah malah hanya akan menjadi rutinitas semata.”

Dalam sebuah percakapan antara aku dan Seman sebelum memutuskan menikah, kami bersepakat untuk tetap pada keyakinan masing-masing, sementara anak-anak akan diberi kebebasan menganut aliran agama apa pun yang mereka mau. Di semua berkas yang mengharuskan untuk mengisi kolom agama, kami mengisinya dengan mengikuti agama suami. Sayangnya, apa yang telah disepakati sebelum menikah tidak berjalan baik. Suami selalu menunjukkan wajah tidak senang setiap kali aku akan berangkat ke gerejaku pada hari Minggu, terlebih bila anak-anak meminta ikut denganku. Padahal aku sendiri tidak pernah memaksa apalagi sampai menghasut anak-anak untuk ikut. Semua murni keinginan mereka. Sedari kecil, mereka memang sudah aku biasakan untuk membuat pilihan.

6. Kami juga masih menunggu balasan dari penulis, Novi Mayasari Haryono untuk menanggapi surat dari Anda (Ng Sebastian). Rencana awalnya, kami akan memuat jawaban penulis dan memuatnya bersamaan dengan surat Ng Sebastian.

Demikian surat jawaban dan unggahan dari kami.

Tertanda,

Redaksi Konde.co

(Konde.co merevisi nama sesuai KTP yang awalnya tertulis Ng Bastian, menjadi Ng Sebastian)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!