KPAI Tolak LGBT, Aktivis: Prihatin Karena KPAI Paranoid

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menolak LGBT. Alasannya, anak perlu dilindungi dan dihindari dari LGBTQ agar tidak terjadi penyimpangan perilaku pada anak. Pernyataan tersebut dianggap ‘norak’ oleh aktivis LGBTQ.

Sikap penolakan terhadap lesbian, gay, biseksual, transgender, dan queer (LGBTQ) muncul dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Pada Minggu (18/6/2023) misalnya, anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kawiyan mengatakan, bahwa anak mesti diawasi dari maraknya ‘kampanye’ LGBT. Melansir dari Republika, Kawiyan juga mengatakan, LGBT adalah ‘perilaku seks menyimpang’ yang bertentangan dengan ajaran agama di Indonesia.

Pernyataan itu disampaikan usai munculnya desas-desus, sejumlah siswa Sekolah Dasar (SD) tergabung dalam sebuah grup WhatsApp yang disebut pro-LGBT di Riau. Lebih lanjut Kawiyan mengatakan, “Anak-anak harus dijauhkan dari praktik LGBT agar tidak menjadi korban praktik menyimpang tersebut,” seperti dilansir dari Republika.

Merespons itu, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid sempat menunjukkan dukungan terhadap sikap KPAI tersebut. Melansir dari Tempo.co, menurutnya masalah rumor temuan anak-anak yang bergabung dengan grup kampanye LGBT seharusnya dapat membuat pemerintah memberikan perhatian serius sesuai amanat undang-undang. Ia juga menyinggung UU No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam pasal 414 undang-undang tersebut, perbuatan cabul didefiniskan tidak hanya terjadi pada lawan jenis, tetapi juga sesama jenis.

Padahal dalam situs resminya, Dinas Pendidikan (Disdik) Pekanbaru sudah memastikan tak ada murid SD yang tergabung dalam grup WA LGBT seperti yang viral diberitakan belakangan ini. 

Kepala Disdik Kota Pekanbaru Abdul Jamal juga telah mengkonfirmasi langsung ke Hendri, pegawai Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Riau yang membuat pernyataan soal keberadaan grup WA tersebut.

“Saya tanya, di mana pak Hendri menemukan kabar ini di Pekanbaru, biar saya turun ke lapangan kalau memang murid SD. Pak Hendri bilang berita itu tidak benar, ada miskomunikasi dengan wartawan (yang pertama menulis pemberitaan tentang grup WA LGBT murid SD),” ucap dia.

Konde.co mencoba menghubungi Kawiyan dari KPAI untuk mengonfirmasi pernyataan tersebut pada Rabu (21/6/2023). Namun, hingga artikel ini tayang, belum ada tanggapan lebih lanjut dari pihak-pihak terkait.

Baca Juga: Namaku Sam, Keluarga Sulit Menerimaku karena Aku Queer
Seksualitas Nyata Adanya

Anggota Perkumpulan Suara Kita, Hartoyo, menanggapi pernyataan penolakan atas LGBT yang mengatasnamakan KPAI tersebut.

“Jangan norak. Dunia sudah berubah,” kata Hartoyo saat dihubungi oleh Konde.co, Rabu (21/6/2023).

Ia mengaku sedih dan prihatin atas pernyataan yang muncul dari anggota KPAI itu. Menurutnya, seksualitas adalah sesuatu yang nyata dan tidak dapat diingkari keberadaannya. Seksualitas adalah hal yang inheren dan sangat mendalam pada diri manusia, termasuk anak-anak.

Maka yang seharusnya dipastikan adalah pendidikan seksual yang bertanggungjawab. Hal itu agar anak dapat memahami perbuatan yang berbahaya bagi dirinya dan tahu ia harus melakukan apa untuk melindungi diri.

“Kalau pendidikan seks tidak dibuka secara terbuka, bahkan anak-anak mengakui dirinya siapa dan tidak dihargai dan dihormati, maka anak itu akan mencari cara lain di luar sana. Kalau dia enggak bisa terbuka dengan keluarga,” ungkap Hartoyo, “KPAI harus melihat realitas itu.”

Hartoyo juga menyoroti ketakutan KPAI terhadap isu LGBT, yang memunculkan sikap penolakan tersebut.

“Ya, dipelajari. Apa itu LGBT? Baca jurnal, diskusi sama aktivis-aktivis LGBT,” ujar Hartoyo. “Kalau enggak mau sama aktivis LGBT, ya, diskusi sama dosen, yang kajian-kajian itu. Jangan paranoid duluan.”

Jangan Gagap Menghadapi Teknologi

Menurut Hartoyo, cara berpikir yang masih dipenuhi ketakutan akan hal-hal yang sesungguhnya tidak ada itu harus segera dihentikan. Sadar atau tidak, perkembangan teknologi tidak bisa dibendung, maka jangan sampai keliru menyikapi hal tersebut.

Ditambah lagi, seringkali anak justru sangat familier dengan teknologi dan paham cara-cara untuk mengakses konten dengan berbagai cara. Sehingga upaya-upaya pencegahan dari segi teknologi kadang jadi sia-sia.

Membatasi akses anak terhadap teknologi juga belum tentu solutif, karena selalu ada jalan bagi anak untuk terpapar informasi dari internet.

Baca Juga: Konser Coldplay Ditolak karena Dukung LGBT? Lagu Lama dari Ormas Intoleran

Alih-alih membantu mengatasi situasi, sikap penolakan KPAI justru membahayakan anak-anak. Pasalnya, keterbatasan informasi dan sikap tertutup dari orang tua berisiko membuat anak menyalurkan rasa penasarannya pada praktik-praktik yang tidak ‘sehat’.

Permasalahan lain yang seharusnya jadi perhatian adalah bahaya ekspresi seksualitas yang keliru pada anak akibat minim edukasi.

Sering terjadi, lingkungan sosial terdekat seperti keluarga saja tidak memberikan pendidikan seksual yang baik, hingga membungkam anak dan membuatnya sulit memahami seksualitasnya.

Pada situasi demikian, anak rentan mencari informasi sendiri dari sumber-sumber yang keliru, seperti dari teman, internet, sampai orang dewasa yang bermaksud jahat.

Salah satu saran Hartoyo bagi KPAI adalah melakukan kajian terkait fenomena paparan seksualitas pada anak-anak. Ini demi memahami situasi dan memetakan masalah-masalah di lapangan, yang bukan lantas menjurus pada kesalahan seksualitas seseorang.

Selain itu, ia kembali menekankan pentingnya pendidikan seksual bagi anak-anak, agar mereka dapat lebih mengenali tubuhnya sendiri dan paham cara melindungi diri sejak dini.

Salsabila Putri Pertiwi

Redaktur Konde.co
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!