Perjuangan Mary Jane Lepas Dari Hukuman Mati, Komnas HAM Beri Rekomendasi Grasi

Apakah Mary Jane, perempuan yang menjadi terpidana mati, masih punya peluang untuk mendapatkan grasi setelah ditolak Presiden Jokowi?

Karsiwen, pendamping Mary Jane datang ke Komnas Perempuan pada 20 Juni 2023. Ia datang bersama sejumlah keluarga Mary Jane untuk memperjuangkan agar Mary Jane tak dihukum mati.

Keluarga terpidana mati asal Filipina, Mary Jane Fiesta Veloso ini, kemudian juga berkunjung ke kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Jakarta Pusat, pada Kamis 22 Juni 2023. 

Kehadiran kedua orang tua dan dua anak Mary Jane, disambut oleh Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah, Migrante Internasional (pendamping keluarga Mary Jane dari Filipina). Ada juga, pengacara Mary Jane di Indonesia, Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (KABAR BUMI), dan lainnya. 

Karsiwen dari Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (Kabar Bumi) yang turut mengorganisir pertemuan itu mengungkap, kedatangan keluarga ke Komnas HAM itu, adalah puncak dari beberapa kunjungan yang dilakukan pihak keluarga Mary Jane. 

Mereka datang ke Indonesia sejak tanggal 11 Juni 2023, kemudian, mengunjungi Mary Jane di lembaga pemasyarakatan (lapas) perempuan Kelas IIB Yogyakarta di Rejosari, Baleharjo, Wonosari, Gunung Kidul, DIY. 

Usai pertemuan itu, mereka bertemu dengan jaringan di Yogyakarta hingga pada 19 Juni 2023 menuju Jakarta. Beberapa audiensi yang dilakukan di antaranya dengan Komnas Perempuan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenpppa) hingga Komnas Perempuan. Dalam pertemuan itu, Mary Jane akan mendapatkan grasi.

“Komnas akan memberikan rekomendasi grasi, untuk Mary Jane. Kita juga meminta Komnas HAM untuk memantau, sebab itu salah satu kewenangannya,” ujar Karsiwen ketika dihubungi Konde.co, Senin (26/6). 

Selain mengupayakan grasi, dirinya menyebut, para jaringan pendukung Mary Jane untuk kembali berkonsolidasi untuk memperjuangkan kasus ini. Harapannya, penegak hukum yang menangani kasus Mary Jane mengabulkan soal posisinya sebagai korban perdagangan orang. Sehingga, nasib Mary Jane kini tidak terkatung-katung. 

Baca juga: Merry Utami, Tutik dan Mary Jane, Para Perempuan Yang Menunggu Hukuman Mati

Dia menambahkan, kasus hukum yang menimpa Mary Jane ini terbilang baru dan langka. Terlebih proses hukumnya melibatkan dua negara yaitu Indonesia dan Filipina. 

Di Indonesia misalnya, kata Karsiwen, aturan soal perdagangan orang bentuknya meliputi kasus kekerasan seksual, ketenagakerjaan dan organ tubuh. Sedangkan, kasus perdagangan orang dengan eksploitasi karena manipulasi dan penipuan belum diatur. Sedangkan, kasus Mary Jane juga dianggap ‘tak biasa’ di Filipina karena disidangkan di luar Filipina. Sehingga, cara kesaksian via video conference (dari Indonesia) juga belum diakui di Filipina. 

“Perlu diskusi dengan pengacara dan ahli hukum. Mereka akan follow up dengan Kemenlu, mengecek bagaimana disposisi pemberian kesaksian Mary Jane mandeg. Akan dicek organisasi di Filipina. Di Indonesia kita bantu pemerintah untuk cek, masalahnya dimana,” kata dia.

Ia juga berharap publik bisa menguatkan dukungannya untuk Mary Jane. Paling tidak, fakta soal kasus Mary Jane ini bisa lebih banyak dipahami oleh banyak orang yaitu soal korban perdagangan orang yang dialami Mary. 

“Ini sejalan dengan kampanyenya pemerintah juga untuk memberantas TPPO,” ucapnya.  

Korban Perdagangan Orang (TPPO) Tidak Bisa Dihukum 

Saat pertemuan dengan keluarga Mary Jane, Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah menyampaikan bahwa pihaknya akan memberikan rekomendasi agar Presiden Jokowi bisa mengabulkan permohonan grasi kepada Mary Jane. Permohonan ini akan dilakukan setelah Jokowi menolak memberikan grasi pada Mary Jane.

Ini dikarenakan, fakta Mary Jane yang adalah korban perdagangan orang (sindikat tindak pidana perdagangan orang) dan narkoba. 

“Komnas (HAM) akan memberikan rekomendasi agar ini diberikan grasi atas dugaan kuat dia sebagai korban TPPO,” ujar Anis dalam konferensi pers di kantor Komnas HAM, dikutip dari Tempo.co  

Maka dari itu, Ia menegaskan, Mary Jane sebagai korban TPPO tidak bisa dihukum. Mary adalah korban dari modus kejahatan yang seringkali menjerat pekerja migran. 

“Pekerja migran banyak yang dikirim gitu, dari suatu negara ke negara lain. Dia menjadi korban sindikat TPPO dan sindikat narkoba, seperti kasus Mary Jane,” lanjutnya. 

Soal fakta Mary Jane merupakan korban TPPO, Anis jelaskan muncul usai pihaknya berkomunikasi dengan ‘Komnas HAM’ di Filipina. 

“Pengadilannya masih sedang berlangsung belum vonis akhir, dan kami menjadwalkan pertemuan dengan kedutaan Filipina, di Indonesia,” kata dia. 

Baca Juga: Kasus Mari Jane dan Merry Utami, Indonesia Masih Terapkan Hukuman Mati

Kasus Mary Jane sampai kini sudah berjalan 13 tahun sejak penangkapannya pada April 2010 lalu. Dia ditangkap saat mendarat di Bandara Adisutjipto, Yogyakarta. Saat itu, Mary Jane baru saja tiba dari Kuala Lumpur, Malaysia. Petugas Bea Cukai menemukan heroin seberat 2,6 kg yang diselipkan di dinding kopernya. Tak lama kemudian, Mary pun digelandang oleh polisi dan harus menghadapi persidangan. 

Mary membantah atas kepemilikan narkoba itu saat persidangan. Dia mengaku dijebak oleh seorang temannya yang bernama Maria Christina Sergio. Menurutnya, Maria menjanjikannya pekerjaan di Kuala Lumpur, Malaysia, namun realitanya dia justru disuruh bepergian ke Yogyakarta setelah tiba di Malaysia. 

Maria juga, yang menurut Mary Jane, memberikan koper itu padanya. Mary Jane yang tak tau apa-apa itu, diminta pula menghubungi seorang bernama Ibon setibanya di Yogyakarta oleh teman sekampungnya di Distrik Talavera, Nueva Ecija, Filipina. 

Meski sudah menyampaikan pembelaannya, hakim tidak menggubris Mary Jane. Dia bahkan, dikenai vonis hukuman mati hingga kasusnya berkekuatan hukum tetap. Mary nyaris dieksekusi oleh regu tembak pada April 2015, sebelum akhirnya Presiden Jokowi memberikan penangguhan eksekusi terhadapnya. 

Jokowi sempat bertemu dengan Presiden Filipina Benigno Aquino III, yang meminta agar eksekusi Mary Jane ditunda. Saat itu, otoritas hukum negaranya telah menangkap Christina yang disebut sebagai perekrut Mary Jane. Sehingga, Aquino meyakini Mary adalah korban perdagangan orang. 

Aktivis dan Komnas Perempuan Serukan Stop Hukuman Mati

Saat ini Tren untuk menghapuskan hukuman mati di seluruh dunia meningkat. Banyak negara yang tak mau lagi menerapkan hukuman mati. Namun, Indonesia tak mau menghapuskan ini. Saat ini Indonesia termasuk 1 dari 56 negara yang masih menerapkan hukuman mati. Padahal 106 negara di dunia sudah menghapuskan hukuman mati 

Komnas Perempuan pernah menegaskan sikap bahwa hak hidup adalah hak asasi paling fundamental yang tidak boleh dikurangi sedikit pun dalam situasi apa pun. Hak hidup merupakan hak terberi, sebagai prasyarat utama penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia lainnya.

Dalam konteks kekerasan terhadap perempuan, Komnas Perempuan memandang bahwa praktik hukuman mati merupakan puncak dari kekerasan berbasis gender terhadap perempuan yang berlapis dan berinterseksi dengan sejumlah isu lain, seperti feminisasi kemiskinan, stigma, perdagangan orang, sistem hukum yang tidak berpihak pada perempuan korban serta pelanggaran hak atas peradilan yang adil.

Menurut Koalisi Internasional Menentang Hukuman Mati, di tingkat global tercatat sudah ada tren negara-negara untuk menghapuskan hukuman mati. Setidaknya 106 negara telah menghapus secara total hukuman mati, 8 negara menghapus hukuman mati untuk pidana biasa, 28 negara mengakui tetapi tidak menerapkan hukuman mati. Sedangkan 56 negara, termasuk Indonesia masih menerapkan hukuman mati.

Hukuman mati memiliki dimensi yang khas dalam pengalaman perempuan. 

(Sumber Gambar: Rappler)

Nurul Nur Azizah

Bertahun-tahun jadi jurnalis ekonomi-bisnis, kini sedang belajar mengikuti panggilan jiwanya terkait isu perempuan dan minoritas. Penyuka story telling dan dengerin suara hujan-kodok-jangkrik saat overthinking malam-malam.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!