Ide personal branding mungkin tampak seperti sesuatu yang hanya perlu dipusingkan oleh selebriti dan influencer. Namun, jika kamu pernah menghabiskan waktu di LinkedIn, kamu akan tahu bahwa ini adalah sesuatu yang bisa dikembangkan oleh siapa saja dengan unggahan dan engagement yang dibuat dengan baik.
Dalam beberapa tahun terakhir, para pelajar dan profesional muda telah menjadikan personal branding sebagai alat meraih kesuksesan di pasar kerja global yang kompetitif. Personal branding adalah tentang bagaimana kamu membedakan diri dengan orang lain. Juga tentang bagaimana orang lain memandangmu.
Cara kamu merepresentasikan dirimu secara daring dapat berimplikasi pada prospek kariermu. Untuk mempelajari lebih lanjut tentang bagaimana cara mengembangkan personal branding dengan sukses, kami mewawancarai mereka yang berhasil melakukannya dengan baik. Mereka adalah para mahasiswa Generasi Z (Gen Z) di tahun terakhir kuliah mereka. Kami juga berbicara dengan perekrut. Selain itu, ada juga penasihat karier tentang cara membangun personal branding di LinkedIn.
Kami menemukan bahwa Gen Z lebih menyukai gaya personal branding yang dinamis, interaktif, dan berproses. Dibandingkan dengan gaya yang terlalu dikurasi dan palsu. Mereka membagikan proyek yang sedang berjalan, perjuangan dan tantangan di dunia profesional, dan meminta pengikut untuk menyumbangkan ide dan memberikan saran.
Baca Juga: Riset: Gen Z Cukup Pede Dengan Keterampilan Mereka untuk Masuk di Dunia Kerja
Hal ini tidak selalu menunjukkan bahwa mereka “sempurna”. Namun, mereka bersedia berbagi ketidaksempurnaan dan kelemahan mereka. Salah satu perekrut yang kami wawancarai mengatakan bahwa pendekatan ini membuat kandidat “lebih menonjol dari yang lain dan membuat saya berhenti dan membaca profil mereka daripada hanya mengklik ke profil berikutnya”.
Berikut adalah beberapa tips untuk menciptakan personal branding kamu:
1. Tetap up to date
Perusahaan mengharapkan para profesional muda untuk menggunakan platform seperti LinkedIn untuk membangun profil daring yang asli dan unik. Mereka menggunakan profil ini untuk mengevaluasi bakat dan keterampilan profesional calon karyawan. Serta kecocokannya dengan budaya perusahaan. Semakin terkini dan detail profilmu, semakin mudah bagi perusahaan yang tepat untuk menemukanmu. Kamu mungkin tidak akan bekerja di perusahaan yang sama sepanjang kariermu. Jadi penting untuk menjaga dan menyegarkan persona online-mu.
Seorang penasihat karier memberi tahu kami bahwa ia khawatir para pelajar “menjual diri mereka sendiri” di LinkedIn dengan hanya menyertakan informasi wajib seperti nama dan jabatan saat ini. Dia merekomendasikan untuk memasukkan detail spesifik tentang pencapaian dalam sebuah peran. Juga penting meminta orang-orang yang pernah bekerja dengan mereka untuk memposting dukungan dan testimoni, yang merupakan sesuatu yang tidak ada di CV.
Seorang perekrut mengatakan bahwa beberapa perusahaan beralih ke profil daring daripada CV karena memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang merek pribadi pelamar.
2. Jangan hilangkan kekuranganmu
Ketika membangun profil daring, mungkin terasa wajar untuk hanya menyertakan kekuatan dan kesuksesan saja. Namun, wawancara kami menunjukkan bahwa mengambil risiko untuk menunjukkan kelemahan dan ketidaksempurnaan bisa membuahkan hasil.
Unggahan tentang tantangan dan perjuangan dalam belajar atau tempat kerja menunjukkan kepada calon pemberi kerja apa yang membuat kamu unik, dan bahwa kamu mampu merefleksikan diri dan tumbuh dari kesalahan. Para peserta mengatakan kepada kami bahwa postingan-postingan ini populer di kalangan pengikut, membantu memantik percakapan, dan menghasilkan personal branding yang lebih kuat.
Baca Juga: Gen Z Prioritaskan Toleran Dan Keberagaman di Dunia Kerja
Seorang siswa mengunggah postingan di LinkedIn tentang kemampuan menulisnya dan bagaimana ia berusaha untuk meningkatkannya. Postingan tersebut menarik ratusan likes dan komentar, termasuk saran, dorongan, dan cerita serupa dari orang-orang di jaringannya.
Jangan takut membuat kesalahan – terobsesi untuk menciptakan personal branding yang sempurna dapat menyebabkan penundaan, kekhawatiran akan dihakimi atau ditolak, dan dapat menyebabkan terputus dari upaya pencarian kerja secara keseluruhan.
3. Berinteraksi dengan orang lain
Personal branding yang baik bukan hanya tentang profil kamu saja, namun juga melibatkan interaksi dengan orang lain untuk menunjukkan dedikasi dan ketertarikan kamu pada profesi tersebut. Kamu harus memulai percakapan, mengumpulkan pemikiran dan mengumpulkan umpan balik dari orang lain di bidangmu. Seperti yang dikatakan oleh seorang siswa kepada kami:
Kita semua sedang berkembang, dan saya tidak ingin menunjukkan kepada pemberi kerja sebuah citra yang sempurna tetapi bukan ‘saya’. Sebaliknya, saya akan menunjukkan bahwa saya adalah seorang pembelajar yang konstan.
Salah satu cara untuk melakukan ini adalah, seperti siswa yang menulis tentang memperbaiki tulisannya, dengan berbagi cerita tentang bagaimana kamu menyelesaikan sesuatu atau mencapai tujuan. Unggahan dengan narasi yang kuat tentang proses kesuksesan (atau kegagalan) dapat memicu diskusi dan perdebatan, memperkuat personal branding kamu dan menarik perhatian perekrut atau pemberi kerja.
4. Pisahkan kehidupan pribadimu
Meskipun keaslian dapat membuatmu disukai oleh atasan, kamu tetap harus menjaga profesionalisme. Penting untuk menetapkan batasan yang jelas antara pekerjaan dan kehidupan pribadimu, dan manfaatkan pengaturan privasi dengan baik untuk menjaga personal branding-mu.
Pemantauan diri secara teratur terhadap profil media sosial penting untuk mengelola persona online yang kamu inginkan. Sebaiknya sesuaikan pilihan bahasa dan gaya penulisan di LinkedIn dengan industri dan perusahaan tempat kamu ingin bekerja.
Baca Juga: TikTok, Ruang Baru Ekspresi Identitas Keberagaman Gen Z Indonesia
Unggahanmu di situs-situs profesional bisa saja bersifat pribadi. Namun, dalam konteks profesional dan bukan sesuatu yang tidak ingin dilihat oleh rekruter. Misalnya, foto yang menunjukkan kamu sedang berpesta. Kamu mungkin juga ingin, seperti yang dilakukan oleh beberapa partisipan Gen Z kami, mencari nama kamu di Google atau platform media sosial lainnya untuk melihat gambar dan postingan apa saja yang muncul, dan memantaunya dari sana.
Rahma Sekar Andini dari Universitas Negeri Malang menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.