Penampilan seorang drag di drag show Pangina Heals, Thailand. (Foto: dok. pribadi)

Pengalamanku Berkunjung ke Drag Show Transpuan di Thailand: ‘Kita Semua Setara’

Drag Show atau pertunjukan panggung artis drag (mayoritas 'dressed as a girl') dan artis LGBT, adalah sebuah panggung hiburan yang banyak mempekerjakan transpuan. Para transpuan masuk di industri panggung hiburan ini karena mereka tersingkir di dunia kerja.

Ini adalah pertama kali aku berkunjung ke Drag Show saat di Bangkok, Thailand. 

Siapa yang menyangka? Aku menemukan pelajaran penting di sini, menemukan para transpuan yang bekerja di industri panggung karena hidupnya tersingkir di tempat kerja. 

Dan di panggung ini, siapa pun dengan ragam identitas gender dan seksualitas punya hak setara sebagai manusia. Saling menghargai dan bisa menciptakan ruang aman bersama. 

Malam itu aku mendatangi sebuah bar bernama ‘House of Heals’ di kawasan pusat kota, tepatnya di Lumphini, Khet Pathum Wan, Bangkok, sekitar Juni 2023 lalu. Sebelum ke sana, kita mesti melakukan reservasi secara daring.  

Warna pink gemerlap mendominasi dekorasi dan lampu-lampu begitu aku tiba di pintu depan pertunjukkan. Warna-warni lainnya kemudian berbaur, menjadikan malam itu semakin semarak. 

Disc jockey (DJ) mulai memainkan musik yang menghentak. Layar-layar TV yang terpasang di dinding, serentak menampilkan cuplikan para artis drag saat tampil. Mereka berdandan tematik, bernyanyi lip sync, menampilkan komedi, dan menari penuh energi. 

Baca Juga: Kisah Eman, Transpuan yang Berjuang Jadi Pengacara di Sulawesi Selatan
Layar TV ‘Drag Show’ yang terpasang di pintu masuk bar. (Foto: dok. pribadi)

Sebagai artis profesional, mereka memang punya kemampuan koreografi dan menghibur yang baik. Gimana nggak? Banyak dari mereka adalah jebolan Drag Race Thailand. Semacam kompetisi yang diselenggarakan untuk para transpuan yang penuh talenta. 

Ada beberapa sesi pertunjukkan. Para artis drag race ini akan tampil di setiap jamnya, hingga klub tutup pukul 2 pagi. Sepanjang sesi itu, ada berbagai pertunjukan hingga kompetisi menari dari para pengunjung yang hadir. Mereka datang dari berbagai negara di Asia dan Eropa. 

Semakin malam, musik semakin semarak. Asap panggung dan bias lampu kerlap-kerlip menyambut kedatangan seorang drag queen di panggung: Dearisdoll.

Drag Dearisdoll berjalan di tengah pengunjung. (Foto: dok. pribadi)

Dearisdoll membuka pertunjukan malam itu. Lagu ‘Who’s The Man Here‘, OST dari ‘Beautiful Boxer’, mengiringinya. Dia memakai gaun merah dan beludru putih menjuntai sampai kaki dengan mahkota dan aksesoris emas. 

Usai menari berlenggak-lenggok, dia mengubah style-nya jadi lebih maskulin dengan melepas gaun dan menampilkan semacam tarian bela diri. Mahkotanya sudah menjadi ikat kepala bermotif dan lilitan kain di tangan seperti layaknya seorang petarung. 

Dearisdoll sebagai drag baru saja menampilkan dua sisi feminin dan maskulin, yang harmonis dalam sebuah pertunjukkan itu. 

Tak berapa lama, Gimhuay hadir dengan gaun keemasan yang glamor. Rambutnya pun berwarna keemasan dengan hiasan kepala yang senada. Dengan lagu ala-ala penyihir, dia menari dan bernyanyi lip sync dengan penuh penjiwaan. Ekspresinya ‘dapat’ banget. 

Baca Juga: Cerita Mak Echi, Tak Gentar Perjuangkan KTP untuk Transpuan
Penampilan drag dengan gaun glamor keemasan. (Foto: dok. pribadi)

Kalau kamu nonton live action ‘The Little Mermaid’, ia mirip-mirip sama karakter Ursula. Tapi Gimhuay hadir dengan nuansa lebih berwarna dan menggemaskan.

Malam itu, Gimhuay juga tampil dengan karakter yang jauh berbeda. Dengan postur tubuh gemuknya, dia tetap lincah menari solo K-Pop. Dia memakai celana dan kaos singlet berwarna pink ceria. 

Penampilan drag menari ala K-Pop. (Foto: dok. pribadi)

Melihatnya, aku seperti diberi pesan bahwa standar cantik itu nggak harus yang tinggi langsing. Gimhuay seolah berhasil menciptakan versinya sendiri: penerimaan dan kebahagiaan. Satu yang pasti, dia memang punya talenta sebagai penari andal. 

Tak cuma mereka, ada lebih dari lima drag lainnya yang tampil pada malam itu. Karakter dan gaya mereka masing-masing unik. Semua sangat percaya diri dan bertalenta. 

Penampilan drag dengan menirukan gaya penyanyi Hollywood. (Foto: dok. pribadi)

Mereka berhasil menghibur malam itu. Para pengunjung yang datang dari berbagai negara, ras, sosial, usia, hingga ragam gender dan seksualitas tampak begitu menikmati.

Menariknya, para pengunjung juga bisa merayakan berbagai momen bahagianya di tempat itu. Ada yang merayakan kebersamaan dengan teman sekolah dan kerja, ada yang memakai gaun pengantin karena baru saja menikah. Juga ada yang berulang tahun atau sekadar ingin menikmati suasana seperti aku. 

Ada sambutan hangat di tengah-tengah perayaan itu. Para pengunjung akan memberi ‘salam’ atau ‘menyemangati’, serta turut meramaikan keberagaman kebahagiaan itu. 

Baca Juga: Sejarah Istilah ‘Transpuan’ dan Perjuangan Keadilannya
Para pengunjung diundang naik ke panggung. (Foto: dok. pribadi)

Di sela pertunjukan, pemandu acara (MC) pun mengucapkan kalimat yang meyakinkan bahwa pengunjung punya ruang aman. Intinya, semua keberagaman diterima di tempat itu. Termasuk, ragam gender dan seksualitas.  

“Ini terbuka untuk semua kalangan, baik cisgender, queer, maupun trans,” katanya. 

Menelusuri ‘Drag Show’ di Thailand

Bar ‘House of Heals’ yang aku datangi itu, dimiliki oleh seorang transpuan di Thailand yang juga adalah juri di ‘Drag Race Thailand‘, Pan Pan Narkprasert. Pada 2022, dia pernah berkompetisi di ‘Drag Race RuPaul: UK vs World‘.   

Dia adalah artis drag paling populer di Asia dan sering disebut RuPaul dari Thailand. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk membuka Drag Showbar miliknya sendiri untuk menampilkan artis drag bertalenta. 

Drag di ‘House of Heals’. (Foto: dok. pribadi)

Tak hanya ‘House of Heals’, para penampil drag sebenarnya menyebar di Thailand. 

Thailand Foundation menyebut, mereka mengekspresikan diri di tengah mayoritas masyarakat Buddha konservatif yang secara terbuka menentang. Baik secara norma gender dalam cara berpakaian, berbicara, dan berperilaku.

Tak sedikit pula transpuan yang tidak dapat menemukan kesempatan bekerja di sektor formal. Sehingga, mereka bekerja secara informal di industri hiburan dengan menjadi artis drag seperti ini. 

Baca Juga: Dipanggil ‘Pak’ Arti Nama dan Identitas Dalam Hidup Transgender 

Kembali ke tahun 1956, Thailand telah mendekriminalisasi undang-undang yang diberlakukan pada tahun 1909. Aturan itu sebelumnya dapat menghukum tindakan homoseksual. Setelah aturan baru diterapkan, bar-bar hiburan drag show pun banyak dibuka. 

Masa itu selaras dengan Rencana Pembangunan Ekonomi Nasional Pertama Thailand tahun 1961. Bertepatan juga dengan rencana untuk mengembangkan Pattaya sebagai tujuan wisata Thailand. Maka munculah di masa awal, kabaret trans pertama di Thailand. 

Lebih dari 45 tahun kemudian, kabaret yang diperankan oleh para transgender kemudian menjadi pariwisata budaya populer di Thailand. 

Pada 1974, seorang pemilik bar gay di Bangkok pergi untuk melihat pertunjukan drag. Itu adalah pertunjukan orang-orang yang mengenakan pakaian dan riasan yang memperkuat ekspresi gender mereka. Pertunjukan drag yang didatanginya, diisi oleh kru drag dari Filipina yang tampil di Bangkok. 

Terinspirasi dari acara itu, dia kemudian merancang pertunjukan drag yang unik: ada perpaduan drag dan kabaret. Saat itulah, drag show pertama di Thailand lahir di Tulip Bar, Bangkok. 

Baca Juga: 4+1 Alasan Mengapa Penting Lindungi Transpuan: Mereka Bukan Virus

Pemilik bar itu kemudian memperluas bisnisnya ke daerah Pattaya, tujuan wisata terkenal Thailand. Di sana dia membuka Tiffany Bar. Seiring waktu, drag show terus berkembang dan menarik perhatian wisatawan Thailand di seluruh dunia. 

Pada awalnya, drag show hanya berlangsung di akhir pekan dan penampilnya bukan dari profesional. Namun, minat yang besar menjadikan drag show pada tahun 2000 pindah ke lokasi teater yang lebih besar. Bahkan saat ini bisa menampung sampai 1000-1200 kursi. Penari drag pun telah menjadi profesi yang menjanjikan untuk transpuan di Thailand. 

Drag dan kabaret punya banyak kesamaan. Keduanya melibatkan tata rias, kostum, menari, dan yang paling penting, sinkronisasi bibir. Namun, bedanya gaya pertunjukan kabaret merupakan ‘showbiz’, sedangkan gaya drag lebih berbasis Barat. 

Banyak kalangan di Thailand, baik itu cisgender maupun trans, sama-sama menghormati dan merasakan hubungan yang harmonis.

Keterbukaan Thailand terhadap komunitas LGBTQ+ berkontribusi pada popularitas pertunjukan drag. Meskipun, hal itu juga bukannya tanpa tantangan dengan situasi sosial yang ada di tengah masyarakat. 

Drag show telah menjadi sarana dan kesaksian ‘bertahan hidup’ bagi komunitas dengan keragaman gender dan seksualitas di Thailand. Mereka bisa menentukan jalan hidupnya sendiri dan tetap saling menghargai perbedaan yang ada. 

Thailand Foundation menuliskan, beberapa transpuan di Thailand tidak dapat menemukan pekerjaan di sektor formal. Sehingga mereka terpaksa melakukan pekerjaan informal lainnya, dan hal ini menyebabkan banyak dari mereka berada di industri hiburan.

Sudah saatnya sebagai sesama manusia, kita saling menghormati dan menciptakan ruang aman. Tidak ada yang layak didiskriminasi. 

Nurul Nur Azizah

Bertahun-tahun jadi jurnalis ekonomi-bisnis, kini sedang belajar mengikuti panggilan jiwanya terkait isu perempuan dan minoritas. Penyuka story telling dan dengerin suara hujan-kodok-jangkrik saat overthinking malam-malam.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!