Claudya Abednego dan suaminya, Samuel Ray, yang menerapkan frugal living. (foto: dok. pribadi Claudya Abednego)

Cerita Frugal Living ala Claudya-Samuel, Hemat Bukan Berarti Nggak Bahagia

Konde.co ngobrol bareng youtuber Claudya Abednego tentang pengalamannya dan pasangan, Samuel Ray, menerapkan gaya hidup hemat sesuai kebutuhan, frugal living. Clau juga membagikan tipsnya buat kamu yang berminat memulai gaya hidup ini.

Istilah frugal living sering kita dengar akhir-akhir ini. Terlebih ketika pandemi Covid-19 menghantam warga dunia tiga tahun terakhir. Kondisi ekonomi yang penuh ketidakpastian juga PHK di berbagai sektor pekerjaan membuat orang cenderung berhati-hati dengan pengeluarannya. Beberapa orang lalu menerapkan gaya hidup frugal, bersikap hemat dan tidak boros.

Keberadaan beberapa public figure yang menerapkan gaya hidup frugal ikut mendorong meluasnya perbincangan dan praktik gaya hidup tersebut. Mereka membagikan pengalaman menerapkan frugal living melalui media sosial kepada follower-nya. Salah satu diantaranya adalah Claudya Abednego dan suaminya, Samuel Ray.

Meski gaya hidup frugal living sempat menarik perhatian publik, tapi sebenarnya ia bukan hal yang baru. Gaya hidup yang dianggap sebagai konter atas konsumerisme ini sudah dikenal sejak lama.

Kalau kita telusur ke belakang, para filsuf seperti Aristoteles dan Cicero menulis soal hidup hemat dalam karya mereka. Begitu juga dengan filsafat Timur, Konfusius dan Lao Tzu juga menekankan pentingnya hidup hemat.

Di era modern pandangan soal hidup hemat masih menemukan gaungnya. Sejumlah pemikir menuliskan gagasan mereka tentang hidup sederhana, berhemat dan bebas dari tekanan materialisme dan kompetisi.

Baca Juga: Balada Anak Muda Susah Punya Rumah, Bukan Cuma Soal Gaya Hidup dan Paylater

Ada Henry David Thoreau yang menuliskan pengalamannya menjalani hidup di sebuah kabin di tepi danau selama sekitar 2 tahun pada 1845 dalam Walden. Di buku yang berisi kritik sosial terhadap kondisi masyarakat tersebut, Thoreau mengajarkan kebebasan radikal sebagai penangkal dari “kehidupan dalam keputusasaan” dan konsumerisme.

Dalam perkembangannya frugal living dipandang sebagai bagian dari gerakan “FIRE” di Amerika Serikat. Fire kepanjangan dari Financial Independence, Retire Early atau Kemandirian Finansial, Pensiun Dini. Ringkasnya gerakan ini berupaya membebaskan diri secara finansial dari kebutuhan untuk bekerja dan karenanya mengupayakan pensiun lebih awal.

Ide ini muncul di Amerika pada 2007. Ketika itu krisis keuangan melanda sehingga masyarakat terpaksa membatasi pengeluaran mereka secara signifikan dan belajar untuk hidup dengan uang terbatas.

Orang-orang yang menerapkan gaya hidup frugal living berupaya untuk mandiri secara finansial sedini mungkin. Untuk itu, mereka menyisihkan sebagian besar pendapatannya sebagai simpanan atau meningkatkan aset keuangannya. Ini antara lain dilakukan dengan menginvestasikan pendapatannya di real estat, saham, dll. Mereka biasanya juga meninggalkan konsumsi yang tidak perlu dan membatasi diri pada pengeluaran yang paling penting.

Cerita Frugal Living Pasangan Muda 

Kita tidak bisa menampik adanya anggapan masyarakat kalau hidup hemat sama artinya dengan tidak bahagia, hidup merana, bahkan sengsara. Anggapan ini dibantah oleh Claudya Abednego.

Claudya sudah lebih dari 10 tahun menerapkan gaya hidup frugal living bersama pasangannya. Latar belakangnya sebagai sandwich generation membuatnya merasa harus memperbaiki kondisi keuangannya agar ia bisa membantu men-support orang tuanya dan menyekolahkan adik-adiknya.

Selain itu pengaruh sang ibu yang biasa hidup hemat dan pintar mengatur uang juga punya peran. Claudya mengaku dirinya belajar dari kebiasaan-kebiasaan baik ibunya.

“Saya merasa banyak kebiasaan-kebiasaan ibu saya yang nurun gitu. Kayak bawa bekal, lalu naik kendaraan umum. Terus kalau makan, ya secukupnya aja nggak usah berlebihan,” cerita Claudya kepada Konde.co pada Jumat (11/8). 

Claudya mengakui pada awalnya bisa dikatakan ia menjalani gaya hidup hemat karena tuntutan hidup. Ketika itu dengan gaji seorang fresh graduate ia dituntut mencukupi kebutuhan yang begitu banyak. Tapi seiring waktu Claudya merasa terbiasa dan nyaman dengan gaya hidup yang dijalaninya sekarang.

“Tapi lama-lama saya jadi terbiasa sih, merasa hidup yang sekarang itu udah cukup nyaman kok. Walaupun kariernya sudah naik, tentunya sekarang setelah 12 tahun berkarier kan karier udah nggak sama ya, gajinya, levelnya dengan fresh grade. Tapi saya merasa gak perlu upgrade hidup segitunya. Jadi ya, merasa lebih nyaman aja sih dengan saya bisa hidup seperti ini,” ujarnya.

Baca Juga: Flexing, Orang Doyan Pamer Kekayaan di Media Sosial Cuma buat Validasi
Claudya Abednego dan suaminya, Samuel Ray, yang menerapkan frugal living. (foto: dok. pribadi Claudya Abednego)

Terkait anggapan kalau hidup hemat tidak bahagia Claudya berpendapat orang-orang yang menerapkan frugal living bukanlah tidak bahagia. Sebaliknya mereka mengatur kesenangan dengan memberikan prioritas pada kebutuhan hidupnya.

“Jadi kita memprioritaskan saat ini yang saya perlukan tuh apa sih, apakah iya saya perlu ganti gadget setiap tahun. Ataukah justru yang saya perlukan dalam satu tahun lagi, saya mau jalan-jalan misalnya. Atau dalam lima tahun lagi saya mau nikah, atau saya mau DP rumah, atau saya mau beli mobil. Jadi cari sebenarnya prioritas hidup masing-masing itu apa, karena nggak semua orang prioritasnya sama,” kata Claudya.

Dengan memahami prioritas, maka kebahagiaan akan dirasakan ketika prioritas tersebut tercapai. Claudya menyoroti kecenderungan sebagian besar masyarakat yang konsumtif, membeli sesuatu bukan karena kebutuhan tapi sekadar ikut tren. Misalnya ikut nonton konser meski sebenarnya tidak begitu kenal dengan si artis dan lagu-lagunya juga tidak hafal. Tapi karena teman-temannya nonton, akhirnya dia ikut nonton karena nggak mau ketinggalan tren.

Hal-hal seperti inilah menurut Claudya yang dikritisi dalam frugal living. Orang diajak untuk mencermati pilihan dan tindakan yang diambil dengan sumber daya terbatas yang dimilikinya. Karena itu penting membuat prioritas.  

“Jadi sebenarnya dalam hidup saya yang penting itu apa? Yang bikin saya happy itu apa? Karena nggak mungkin dengan resource yang terbatas saya bisa dapat semuanya. Saya harus pilih, saya harus bikin prioritas. Gitu sih.”

Baca Juga: Pejabat Diimbau Tak Pamer Harta di Medsos: Ini Takkan Cukup Ubah Gaya Hidup

Claudya menambahkan frugal living juga membiasakan kita untuk berpikir cermat, tidak sekadar ikut tren atau pergaulan tapi lebih mengenal diri sendiri. Dengan begitu hidup kita jadi lebih terarah.

Karena itu, menurut Claudya, penting buat anak muda untuk menerapkan frugal living. Ia menegaskan persoalannya bukan pada hidup jadi tidak menyenangkan atau tidak bahagia. Tapi bagaimana kita memandang arti kebahagiaan dalam hidup.

“Apa iya punya barang lebih banyak, aku lebih happy? Karena biasanya kalau kita terus spending, oke nih beli gadget baru, happiness itu biasanya cuma sebentar, euforia dapet barang baru. Tapi in long term, apakah iya happy?” ujarnya.

Claudya menambahkan itulah pentingnya mencari kebahagiaan yang lebih dalam. Ia bisa berupa hal-hal yang bikin kita bersyukur atau kebahagiaan kecil dalam hidup.

“Misalkan spending time sama orang-orang yang kita kasihi, ngobrol gitu. Mungkin bisa juga kita giving back to society, ikut kegiatan charity, dan sebagainya. Nah, hal-hal seperti itu kan nggak perlu harus dicari dengan belanja-belanja atau dengan spending,” ungkapnya.

Baca Juga: Kesehatan Mental dan Kualitas Tidur Terganggu, Ini Alasan Harus Kurangi Screen Time

Karena itu menurut Claudya penting buat kita mencari arti bahagia versi kita sendiri juga mencari arti kata cukup sesuai kondisi kita.

Dari pengalamannya menjalani frugal living, Claudya mengakui gaya hidup hemat juga berarti hidup secara berkelanjutan atau sustainable. Ini lantaran frugal living mengajak kita untuk lebih bijak atau berpikir dua kali sebelum mengeluarkan uang.  

“Dengan kita frugal living jadi berpikir dua kali, berpikir cermat gitu ya dalam spending. Bener nggak ya saya perlu beli tas baru lagi, dipikir dulu. Kalau emang gak perlu beli tas baru, ya udah gak usah beli tas kan. Jadi akhirnya juga less waste,” terangnya.

Dengan membeli barang seperlunya, barang-barang yang kita punya juga sesuai dengan yang kita butuhkan. Jadi barang-barang, entah itu baju, tas, dll, tidak menumpuk dan berakhir dengan tidak pernah dipakai. Menurut Claudya Ini otomatis membuat hidup kita jadi lebih sedikit limbah (less waste).

Tips Menerapkan Frugal Living

Kalau kamu mulai tertarik dengan gaya hidup frugal living, Claudya berbagi tips untuk memulai atau membiasakan diri hidup hemat.  

Tentukan financial goal mu

Hal pertama yang mesti kamu lakukan adalah tetapkan dulu mimpimu atau tujuan finansialmu. Misalnya dalam satu tahun ke depan kamu mau jalan-jalan keliling Asia Tenggara. Atau dalam 5 tahun kamu mau beli mobil atau dalam 10 tahun mau beli rumah.

Dengan kamu tahu tujuan finansialmu bakal membantu mengarahkan komitmen dan langkahmu. Karena seperti diungkapkan Claudya, mungkin akan susah buat seseorang untuk berhemat kalau dia tidak tahu alasan dirinya harus hidup hemat. Berbeda kalau dia sudah punya tujuan, misalnya tahun depan dia akan jalan-jalan atau 5 tahun lagi dia akan menikah. Artinya dia punya alasan untuk hidup hemat, untuk bersusah-susah dahulu dan bisa bersenang-senang kemudian.

“Jadi ya harus tahu dulu sih tujuannya kenapa. Kenapa saya mau hidup hemat, untuk mencapai apa?” ungkap Claudya.

Bikin budgeting

Setelah tahu financial goals mu, Claudya menerangkan langkah selanjutnya adalah budgeting. Catat penghasilan dan pengeluaranmu setiap bulan. Semua mesti dicatat dengan rinci. Mulai dari jajan di warung, bayar parkir sampai pengeluaran rutin.

Claudya menyarankan setelah kurang lebih 3 bulan melakukan budgeting lalu dievaluasi. Dari pencatatan itu kamu bisa tahu kamu boros di bagian mana, lalu kamu bisa berhemat di bagian mana. Termasuk juga kamu bisa tahu pengeluaranmu yang besar ada di bagian mana. Dari hasil evaluasi itu kamu bisa membuat perencanaan akan berhemat di bagian mana.

Kamu bisa mulai dengan mengalokasikan gaji bulanan atau uang saku bulanan untuk pos-pos tertentu. Misal untuk budget belanja, jalan-jalan, atau makan sama teman-teman, dll. Nah, pengeluaranmu disesuaikan dengan budget tersebut.

Claudya mengakui pergaulan menjadi tantangan terbesar untuk menerapkan frugal living. Ini lantaran biasanya kita sangat terpengaruh oleh orang-orang terdekat. 

Baca Juga: Menangis Saat Nonton Film Bukan Tanda Cengeng, Apa Kata Ahli?

“Misalnya kalau orang-orang terdekat memang hemat, rajin membawa bekal dari rumah, ya pasti kan kita kebawa juga ya. Tapi kalau misalnya teman-teman sepergaulannya tiap hari ajakin nongkrong terus, ajakin belanja terus, beli gadget terbaru, beli baju baru terus, jadi agak susah juga gitu ya kalau kita mau hidup hemat,” paparnya. 

Karena itu menurut Claudya budgeting jadi penting. Kalau misalnya budgetnya masih ada lalu ada teman yang mengajak pergi makan di luar, tidak masalah menerima ajakannya. Tapi kalau budgetnya sudah habis untuk bulan tersebut, ajakan itu bisa ditolak.

Claudya tidak memungkiri bahwa kita juga butuh bersosialisasi, butuh bertemu dan ngobrol dengan teman. Tapi pertemuan itu tidak selalu bisa dilakukan di rumah. Ada saat harus bertemu di luar rumah, yang artinya harus ada pengeluaran untuk beli minum, makan, dsb. Dengan budgeting akan membantu kita mengatur dan mengontrol pengeluaran dengan lebih bijak.

Kamu tertarik untuk menerapkan frugal living? 

(Sumber foto: dok. pribadi Claudya Abednego)

Anita Dhewy

Redaktur Khusus Konde.co dan lulusan Pascasarjana Kajian Gender Universitas Indonesia (UI). Sebelumnya pernah menjadi pemimpin redaksi Jurnal Perempuan, menjadi jurnalis radio di Kantor Berita Radio (KBR) dan Pas FM, dan menjadi peneliti lepas untuk isu-isu perempuan
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!