Konde.co dan Koran Tempo punya rubrik ‘Klinik Hukum Perempuan’ yang tayang setiap Kamis secara dwimingguan. Bekerja sama dengan LBH APIK Jakarta, Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender, dan Perempuan Mahardhika. Di klinik ini akan ada tanya jawab persoalan hukum perempuan.
Tanya:
Saya Rena, keseharian saya sebagai pekerja kantoran. Belakangan ini, saya kaget membaca berita terkait foto penerima paket disebarluaskan di internet dan ancaman kekerasan seksual. Meskipun, tidak terlalu paham. Apakah bisa menolak foto yang menampilkan wajah? Jika tidak bisa, Apa yang harus saya lakukan untuk mencegah foto tersebut disebarluaskan? Bisakah menuntut kurir dan pihak ekspedisi jika foto tersebar luas?
Jawab:
Halo Rena. Saya Tutut Tarida dari Advokat Gender. Terima kasih telah berkonsultasi dengan Klinik Hukum Perempuan. Apa yang Kamu khawatirkan adalah Keresahan bersama. Dimana penyalahgunaan data pribadi dan kekerasan seksual semakin marak terjadi. Dalam pemberitaan yang beredar, yang terjadi adalah penyalahgunaan data pribadi dan kekerasan seksual non fisik. Bagaimana keduanya bisa terjadi saat penerimaan paket?
Ancaman Kekerasan Seksual Non Fisik Dalam Penerimaan Paket
Sekilas terasa tidak ada bahaya yang mengancam dalam kegiatan sehari-hari saat menerima paket yang diantarkan kurir. Kurir biasanya mengambil gambar sebagai bukti paket telah sampai dan diterima oleh penerima paket atau kuasanya.
Lalu, apa kemudian yang menjadi ancaman? Ya, saat pengambilan foto penerima paket sering kali tanpa izin. Bahkan, tidak disadari oleh penerima paket yang menjadi objek foto. Foto tersebut diunggah dalam aplikasi tracking paket yang tujuannya menginformasikan siapa penerima paket.
Tapi, tunggu dulu, setelah pengiriman selesai, penerima paket sebenarnya tidak pernah benar-benar mengetahui. Kita tentu bertanya-tanya, apakah fotonya langsung tersimpan dalam sistem aplikasi tracking dengan aman? Atau justru masih tersimpan dalam penyimpanan internal maupun penyimpanan awan pada gawai milik kurir?
Berkaca pada kasus viral kemarin yang menjadi kekhawatiranmu, foto yang menjadi bukti penerimaan paket masih ada pada gawai milik kurir. Situasinya apalagi, jika pengawasan dari Perusahaan lemah. Juga tidak adanya transparansi prosedur standar operasional. Maka, potensi kurir menyebarluaskan foto tersebut sangat mungkin terjadi.
Pun sangat bisa terjadi mereka berkomentar terhadap tubuh dan/ atau keinginan seksualnya. Misalnya saja, menanyakan ukuran bra, mengomentari bentuk tubuh dan lainnya yang bertujuan untuk merendahkan Perempuan.
Itu termasuk dalam kategori kekerasan seksual non fisik sebagaimana Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 22 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS):
“Setiap Orang yang melakukan perbuatan seksual secara nonfisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya, dipidana karena pelecehan seksual non fisik, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan dan/ atau pidana denda paling banyak Rp10.0OO.000,00 (sepuluh juta rupiah).”
Pelanggaran atas Perlindungan Data Pribadi
Dokumentasi foto penerima paket yang menampilkan gambar wajah yang diambil oleh kurir termasuk data biometrik. Yaitu data yang berkaitan dengan fisik subjek data pribadi (Pasal 4 ayat 2 huruf b UU PDP).
Foto tersebut menjadi objek perlindungan data pribadi. Pertanyaan Kamu, apakah berhak menolak untuk foto yang menampilkan wajah saat menerima paket?
Tentu berhak. Bahkan, penerima paket selaku subjek data pribadi berhak mendapatkan informasi tentang kejelasan identitas, dasar kepentingan hukum, tujuan permintaan dan penggunaan Data Pribadi, dan akuntabilitas pihak yang meminta Data Pribadi (Pasal 5 UU PDP).
Pada konteks dimana kurir diduga telah mengambil foto secara diam-diam atau tanpa izin penerima paket selaku subjek data pribadi, kemudian menyalahgunakan dan menyebarkan foto tersebut tersebut. Penerima paket selaku subjek data pribadi dapat melaporkan secara hukum karena:
“Setiap Orang dilarang secara melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan Data Pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian Subjek Data Pribadi (Pasal 65 ayat 1 UU PDP).
Tindakan menyalahgunakan dan menyebarkan foto yang merupakan data pribadi dengan tujuan seksual termasuk Tindakan menguntungkan diri sendiri, jadi bukan hanya terjadi kekerasan seksual, tapi juga pelanggaran atas perlindungan data pribadi.
Tanggung Jawab Perusahaan dan Kurir Ekspedisi
Pihak perusahaan dan kurir ekspedisi perlu menggunakan perspektif keamanan pengiriman atau pengantaran sampai paket tersebut diterima dengan baik. Ini artinya, paket tidak hilang, rusak atau terjadi kesalahan penerima paket yang bukan penerima atau kuasa penerima paket.
Semestinya, perlindungan keamanan bisa lebih komprehensif diterapkan. Misalnya, juga mencakup keamanan atas perlindungan data pribadi dan keamanan untuk bebas dari kekerasan seksual.
Maka, bagaimana pertanggungjawaban perusahaan dan kurir ekspedisi jika terjadi penyalahgunaan data pribadi dan kekerasan seksual? Perusahaan ekspedisi adalah pengendali data pribadi. Pengendali data pribadi wajib melakukan pemrosesan data:
Pertama, secara terbatas dan spesifik, sah secara hukum, dan transparan;
Kedua, sesuai dengan tujuan pemrosesan data pribadi;
Ketiga, menjaga kerahasiaan data pribadi;
Keempat, melakukan pengawasan terhadap setiap pihak yang terlibat dalam pemrosesan data pribadi di bawah kendali Pengendali Data Pribadi.
Berdasarkan kasus yang viral, kurir ekspedisi adalah pihak yang terlibat dalam pemrosesan data pribadi di bawah kendali Pengendali Data Pribadi. Oleh karena itu, pihak perusahaan wajib melakukan pengawasan terhadap kurir.
Itu yang dilakukan telah melanggar prinsip perlindungan data pribadi dari pengaksesan yang tidak sah, pengungkapan yang tidak sah, pengubahan yang tidak sah, penyalahgunaan, perusakan dan/ atau penghilangan data pribadi (Pasal 16 ayat 2 UU PDP).
Pengendali Data Pribadi wajib bertanggung jawab atas pemrosesan data pribadi dan menunjukkan pertanggungjawaban dalam kewajiban pelaksanaan prinsip Perlindungan Data Pribadi karena tidak menjamin hak subjek data pribadi dalam hal ini penerima paket (Pasal 47 UU PDP). Jadi, penerima paket atau Masyarakat yang dirugikan dapat melaporkan dan menuntut Perusahaan ekspedisi dan kurir selaku pengendali data lho!
Waspadai Foto Penerima Paket Tersebar
Langkah-langkah pencegahan yang harus dilakukan agar terhindar dari penyalahgunaan data pribadi, sebagai berikut:
- Kamu bisa tanyakan kejelasan identitas kurir. Seperti nama lengkap dan kontak atau identitas lainnya, karena Anda berhak mendapatkan informasi tentang kejelasan identitas kurir sebagai Pihak yang meminta data pribadi.
- Jika kurir izin untuk mengambil foto penerima paket. Sampaikan tujuan permintaan dan penggunaan data pribadi. Selanjutnya, jika Anda keberatan pengambilan foto yang tampak wajah dan minta kurir menunjukkan hasil fotonya serta izinlah untuk foto balik kurir sebagai bukti, untuk berjaga-jaga jika terjadi kasus kekerasan seksual atau pelanggaran perlindungan data pribadi.
- Sebagai konsumen, kamu berhak lho mendapatkan informasi atas tujuan permintaan dan penggunaan data pribadi.
- Mintalah kurir untuk mengunggah foto pada system tracking mereka. Usai diunggah, mintalah kurir menghapus foto tersebut pada penyimpanan internal dan penyimpanan awan gawai kurir.
- Jika foto tersebar, Kamu dapat melaporkan Pelaku pada Aparat Penegak Hukum.
Barangkali upaya pencegahan di atas, bagi kita bisa jadi terasa merepotkan. Soal itu, adalah awal kita untuk peduli dan bertindak menjaga serta peduli melindungi data pribadi.