HAKTP

Mengapa Kita Memperingati 16 HAKTP? Ada Sejarah Perjuangan Mirabal Bersaudara 

Peringatan 16 HAKTP ini tidak terjadi secara tiba-tiba, ia berangkat dari sebuah peristiwa tragis yang menewaskan tiga aktivis perempuan bersaudara Mirabal di tahun 1960. Kisah kematian mereka kemudian menjadi panyambung kisah-kisah kekerasan perempuan yang terjadi hingga kini.

16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) diperingati dari tanggal 25 November hingga 10 Desember setiap tahunnya. Menjadi penting dalam setiap peringatannya untuk mengingat alasan kenapa HAKTP ini bisa ada. Peringatan itu tak bisa kita lepaskan dari kisah Mirabal bersaudara. Ialah Minerva Mirabal, Maria Teresa Mirabal dan Patria Mirabal. 

Mereka adalah adik kakak perempuan yang dibesarkan di sebuah kota bernama Ojo de Ague, yang terletak di bagian utara negara Republik Dominika. 

Keluarganya datang dari kelas menengah yang berupaya memberikan pendidikan terbaik kepada putri-putrinya. Di kala itu, perempuan yang memiliki pendidikan masih sangat jarang dan dianggap melawan budaya yang ada saat itu. Mirabal bersaudara termasuk perempuan-perempuan pertama yang maju dalam pendidikan di Dominika. 

Minerva adalah perempuan pertama yang berhasil sekolah di Fakultas Hukum Universitas Santo Domingo, sedangkan Maria Teresa adalah perempuan kedua yang bergabung di sekolah Matematika dan Biologi. Namun Belgica Mirabal adalah satu-satunya yang tidak ikut kedalam aksi perlawanan seperti saudari-saudarinya.

Budaya  maskulinitas yang berlebihan dan agresif masih sangat kental dan dominan setelah negara Dominika dijajah oleh bangsa Spanyol dan Portugis, sehingga perempuan seringkali dianggap sebagai objek belaka dan manusia pasif. 

Baca juga: Mirabal Bersaudara: Ini Alasan Mengapa Setiap 25 November Kita Memperingati Hari Anti Kekerasan Perempuan

Di bawah pemerintahan diktator Rafael Trujillo yang berkuasa di Dominika sejak tahun 1930 hingga akhir hayatnya pada tahun 1960, Trujillo menjadikan perempuan sebagai objek dan alat untuk menaikkan statusnya dan mendapatkan kepuasan seksual.   

Rafael Leonidas Trujillo Molina, atau sering dijuluki sebagai El Jefe, mulai karirnya menjadi informan dan germo bagi Amerika Serikat yang menduduki Republik Dominika tahun 1916. 

Dia dilatih menjadi perwira dan pada tahun 1928 dia menjadi Kepala Staf “Angkatan Bersenjata”. Dari posisi tersebut Trujillo kemudian menggulingkan pemerintahan yang sah dan mendirikan kediktatoran Trujillo.  

Dia mempertahankan kekuasaannya dengan polisi rahasia, mata-mata, informan dan kelompok reaksioner yang dikenal sebagai La 42.  

Semasa hidupnya, Trujillo menikahi tiga perempuan. Istri pertamanya Aminta ia ceraikan karena ia berasal dari keluarga miskin yang akan menghancurkan reputasinya jika ia membawa Aminta ke lingkaran elit. Istri kedua Bienvenida ia nikahi untuk menaikkan status sosialnya karena Beinvenida berasal dari keluarga yang terpandang. Walaupun demikian, Trujillo tetap menceraikan Bienvenida dan menikahi selingkuhannya, Maria. 

Walaupun sudah pernah menikahi tiga perempuan, Trujillo sendiri dikenal dengan kebiasaannya yang menyukai banyak perempuan. Tak jarang ia menjadikan perempuan muda sebagai bahan eksploitasi seksual.      

Perlawanan Mirabal Bersaudara

Pada tanggal 12 Oktober 1949, Trujillo mengadakan pesta untuk memperingati penemuan benua Amerika oleh Colombus dan menghormati masyarakat Provinsi Espaillat. Keluarga Mirabal juga diundang, Trujillo terkenal senang melecehkan perempuan-perempuan muda dan memiliki banyak selir di berbagai istananya. 

Dalam pesta tersebut, Trujillo tertarik pada Minerva. Namun, Minerva menolak untuk tidur bersama Trujillo. Karena ditolak oleh Minerva, Trujillo merasa sakit hati dan merasa penolakan tersebut adalah sebuah penghinaan baginya.

Penolakan Minerva menggambarkan pemberontakan perempuan yang melawan untuk tunduk pada tradisi yang mensubordinasi perempuan. Sejak saat itu, keluarga Mirabal terbuka menunjukkan sikap oposisi terhadap pemerintahan Trujillo.

Intimidasi hingga penangkapan dilakukan berulang-ulang terhadap keluarga Minerva dan teman-teman dekatnya. Akibatnya ayah Mirabal bersaudara meninggal pada tahun 1953. Minerva Mirabal merupakan yang pertama memutuskan bergabung dalam gerakan bawah tanah untuk menggulingkan Trujillo.

Baca juga: Sejarah 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan: 25 November- 10 Desember

Di sekolah ini dia mengorganisir teman-temannya yang orang tua, saudara atau teman yang lain menghilang, ditahan, disiksa atau dibunuh oleh Rejim Trujillo. 

Minerva juga berkenalan dengan Pericles Franco “Ornes” pada tahun 1940, seorang pendiri Partai Sosialis Populer dan terkenal sebagai “Anti-Trujillo”. Kesadaran maju ini juga dipupuk dengan membaca berbagai macam literatur kiri dan mendengarkan siaran radio Kuba dan Venezuela.

Kemudian Minerva pun menikah dengan Manolo Tavarez Justo yang menjadi pemimpin Gerakan Empat Belas Juni lawan diktator Trujillo, sedangkan suami dari Maria Teresa adalah bendahara dari gerakan ini.

Mirabal bersaudara sering berafiliasi dengan gerakan melawan Trujilo. Patria sering meminjamkan rumahnya untuk pertemuan dan rapat gerakan, sedangkan Minerva dan Maria Teresa lebih terlibat dalam merencanakan revolusi. Minerva dan Maria Teresa ikut menyembunyikan senjata serta menyediakan makanan dan rumah untuk yang sedang bersembunyi dari rezim pemerintah. 

Pada November 25, 1960 saat Patria, Minerva, Maria Teresa dan supir mereka, Rufino de la Cruz pergi untuk mengunjungi suami Minerva dan Maria Teresa yang berada di penjara karena aksi mereka yang melawan Trujillo. 

Baca juga: Siapakah Perempuan Pembela HAM dan Apa Saja Ancaman yang Dihadapi?

Di perjalanan pulang mereka dicegat dan dicekik hingga meninggal. Tubuh mereka ditaruh kembali di mobil mereka dan didorong dari puncak sehingga terlihat seperti kecelakaan. Sedangkan Belgica menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 2014 pada usia 89 tahun.

Aksi-aksi Mirabal bersaudara yang terang-terangan dan lantang melawan ketidakadilan yang dilakukan Trujillo saat itu berlawanan dengan budaya machoisme yang ada sehingga Mirabal bersaudara dianggap sebagai sebuah ancaman. Hal ini membuktikan bahwa kekerasan berbasis gender itu nyata, dan perempuan dibunuh karena gendernya.

Pembunuhan Mirabal Bersaudara membangkitkan kemarahan rakyat Dominika dan merupakan awal bagi kejatuhan Rejim Trujillo. El Jefe kemudian dibunuh setahun setelah kematian Mirabal bersaudara (30 Mei 1961). Mirabal Besaudara menjadi simbol perjuangan kaum perempuan di negeri-negeri Amerika Latin.

Untuk mengenang perjuangan mereka, hari kematian mereka, dalam konferensi feminis Amerika Latin, dan Karibia, 25 November dijadikan sebagai Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP). Kemudian, di tahun 1991, Women’s Global Leadership Institute menggagas kampanye 16 HAKTP dari tanggal 25 November hingga 10 Desember.

Apa yang dapat dilakukan oleh perempuan-perempuan modern dalam memperingati 16 HAKTP ?

Kasus kekerasan terhadap perempuan semakin meningkat setiap tahunnya. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat, sebanyak 25.050 perempuan menjadi korban kekerasan di Indonesia sepanjang 2022. 

Jumlah tersebut meningkat 15,2% dari tahun sebelumnya sebanyak 21.753 kasus. Salah satu kasus kekerasan terhadap perempuan yang saat ini marak terjadi adalah Kekerasan Berbasis Online.

Kondisi ini semakin miris bila memperhatikan bahwa pelakunya didominasi orang-orang terdekat (61%), seperti pacar, mantan pacar, suami, atau mantan suami. Sementara sisanya dilakukan oleh orang lain, mulai dari teman, kenalan, bahkan orang yang tidak dikenal.

Kisah Mirabal bersaudara tentunya dapat menginspirasi kita semua. Bahwa sebagai perempuan juga dapat berani mengambil tindakan dan mengambil bagian dalam aksi penolakan atas ketidakadilan. Aksi tersebut dapat kita peringati pada kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.    

Diharapkan perempuan-perempuan berani mengambil bagian dalam pencegahan kekerasan terhadap perempuan, khususnya Kekerasan Berbasis Online (KBGO) dengan turut andil dalam kampanye 16 HAKTP. 

Para perempuan dapat untuk memberikan edukasi dan pemahaman pada publik untuk mengenali, mencegah, dan menyikapi kekerasan berbasis gender online melalui konten-konten di media sosial.

Foto: Historia.id

Dizafia Zafira Mayyasya

Mahasiswa S2 Kajian Gender Universitas Indonesia (UI)
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!