‘My Dearest’ Tampilkan Kekuatan Perempuan Di Masa Perang  

Tak melulu soal cinta, serial drama Korea ‘My Dearest’ juga bercerita soal bagaimana perempuan berjuang bertahan hidup di masa perang, invasi Qing.

My Dearest adalah sebuah drama Korea yang saat ini sedang tayang di stasiun televisi MBC

Berlatar masa invasi Qing ke Joseon, drama ‘The Dearest’ ini mengikuti kisah Yoo Gil-Chae (Ahn Eun-Jin), anak perempuan dari keluarga bangsawan di Neunggun-ri, dan Lee Jang-Hyun (Namkoong Min). Ia adalah seorang pria misterius yang tiba-tiba muncul dan menarik perhatian semua tetua dan penduduk Neunggun-ri. 

Drama ini dibagi menjadi dua part. Part 1 telah selesai tayang pada 2 September 2022. Hingga tulisan ini dibuat, Part 2 drama ini sedang diputar.

Karakteristik utama dari My Dearest yang membuat saya tertarik adalah perkembangan karakter Yoo Gil-Chae dari seorang gadis muda di Neunggun-ri. Di awal drama My Dearest dia tampak hanya fokus untuk mendapatkan tuan muda Yeon-Joon sebagai suaminya, namun kemudian dia bertransformasi menjadi perempuan independen dan kuat.  

Yoo Gil-Chae tumbuh menjadi sosok yang bertanggungjawab kepada kehidupan keluarga dan orang-orang di sekitarnya. Kala kedamaian dan warna-warni Neunggun-ri ditutupi kelam akibat invasi Qing ke Joseon.

Neunggun-ri yang Penuh Warna

Dua episode pertama My Dearest menggambarkan Desa Neunggun-ri yang damai dan bersahaja. Kedamaian dan kebersahajaan ini ditunjukkan dengan beberapa cara. 

Pertama, para tuan muda Neunggen-ri adalah para pelajar yang setiap hari mempelajari hikmat dan kebijakan. Agar mereka suatu hari nanti bisa mengabdikan diri mereka kepada Raja Joseon. 

Kedua, para gadis Neunggun-ri setiap hari belajar bagaimana caranya menjadi calon istri yang baik, yang bisa melayani dan mendukung suami mereka mengabdi kepada Raja Joseon. 

Ketiga, para bangsawan di Desa Neunggun-ri adalah orang-orang bijak yang menghormati keberadaan tetua desa tanpa memandang status dan latar belakang. Mereka juga yang akan memimpin desa dalam refleksi Konfusius yang dalam. 

Keempat, warna-warni di Desa Neunggun-ri adalah warna-warni yang cerah dan membahagiakan. Mulai dari pakaian para gadis, lingkungan yang asri, bunga-bunga dan burung-burung yang berterbangan di lingkungan desa. Kehidupan di Desa Neunggun-ri adalah kehidupan yang harmonis dan berjalan sesuai ritme yang telah ditetapkan oleh para pemimpin dan tetua yang bijak.

Keharmonisan Desa Neunggun-ri ini kemudian “diganggu” oleh kehadiran seorang pemuda bernama Lee Jang-Hyun. Pandangan dan cara pandang Lee Jang-Hyun terhadap kehidupan dan hubungan, membuat ia terlihat begitu berbeda.  

Jang-Hyun “mengganggu” Desa Neunggun-ri pertama-tama dengan memacari seorang gadis tanpa bermaksud menikahinya. Hal ini tidak lumrah bagi penduduk Desa Neunggun-ri.

Jang-Hyun berhasil menaklukkan seorang tetua paling ditakuti di desa, membuat si tetua mengizinkan Jang-Hyun tinggal di rumahnya, bahkan melayaninya. Ia juga memiliki niat untuk masuk ke sekolah dan belajar bersama para tuan muda Neunggun-ri, tetapi para pemimpin memintanya untuk mengikuti tes masuk terlebih dahulu. 

Baca Juga: Film ‘Reborn Rich’ dan ‘The Glory’ Harapan di Tengah Perjuangan Kelas Menengah Korea

Dalam tes, Jang-Hyun tidak bisa menuliskan satu kata pun untuk menjawab pertanyaan yang diberikan. Ia juga menghebohkan seluruh desa ketika ia tidak setuju dengan pendapat para pelajar desa untuk mengirimkan surat kepada Raja agar membantu Dinasti Ming menghadapi Dinasti Qing. 

Jang-Hyun berpendapat, belum tentu Ming dapat mengalahkan Qing. Oleh karena itu, Joseon tidak perlu terlibat dan menjadi musuh bagi Qing. 

Pendapatnya yang kontroversial tersebut, kegagalannya mengikuti tes masuk sekolah, dan prinsipnya yang tidak ingin menikah langsung menjadi perdebatan di kalangan muda-mudi Desa Neunggun-ri.

Sebenarnya, selain Lee Jang-Hyun yang “mengganggu” kestabilan dan keharmonisan desa, ada lagi satu karakter yang memiliki tabiat berbeda dibanding orang-orang lainnya di Neunggun-ri. Dia adalah Yoo Gil-Chae, si karakter utama perempuan dalam drama ini. 

Dalam My Dearest, sejak awal Yoo Gil-Chae digambarkan sebagai seorang gadis yang tahu apa yang dia inginkan. Serta rela melakukan apapun demi mendapatkan hal tersebut.

Yoo Gil-Chae muda punya satu tujuan utama dalam hidupnya: ia ingin menikah dengan tuan muda Yeon-Joon. Keinginannya ini tidak bisa dengan mudah didapatkan karena ternyata Yeon-Joon mencintai perempuan lain yaitu Eun-Ae, sahabat Gil-Chae. Tetapi ini tidak menghentikan Gil-Chae untuk melakukan apapun demi tuan muda Yeon-Joon. 

Dibanding belajar merajut dan berperilaku lemah-lembut seperti gadis-gadis lain di desa itu, Gil-Chae memilih cara-cara yang tak biasa. Ia ingin menarik perhatian Yeon-Joon dengan berpura-pura jatuh dari ayunan, membuat Yeon-Joon cemburu dengan membuat pria-pria lain dekat dengannya, bahkan meminta seorang pemuda melamarnya untuk menimbulkan cemburu pada Yeon-Joon. 

Sayang, cara-cara ini malah membuat orang lain tertarik padanya. Dia adalah Jang-Hyun, si pria misterius yang entah berasal darimana.

Gelap yang datang bersama dengan invasi Qing

Memasuki episode ketiga, warna drama The Dearest mulai berubah dari cerah menjadi gelap dan mendung. Mulai dari color grading, pakaian para pemeran, suasana desa yang tidak lagi sehijau sebelumnya, dan juga alur cerita. 

Qing melakukan invasi ke Joseon dan keadaan tidak lagi bisa sama seperti sebelumnya. Para pelajar yang dipimpin oleh tuan muda Yeon-Joon memilih untuk melindungi raja dengan berlatih menggunakan pedang dan bersiap untuk bergabung menjadi tentara sukarela. 

Para gadis dan orang-orang tua bersiap untuk meninggalkan desa sekiranya terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Jeong-Hyun bersiap untuk kabur ke tempat yang aman karena menurutnya rakyat tidak punya kewajiban untuk melindungi raja, baginya rajalah yang seharusnya melindungi rakyat. 

Sebuah pandangan yang dicerca habis-habisan oleh Gil-Chae. Sampai di titik ini, Jang-Hyun sudah menunjukkan ketertarikan kepada Gil-Chae meskipun Gil-Chae tetap setia mempertahankan cintanya kepada Yeon-Joon.

Perkembangan karakter Gil-Chae secara perlahan-lahan mulai dibentuk dalam fase ini. Gil-Chae yang sebelumnya memiliki sifat kekanak-kanakan, suka iri terhadap Eun-Ae dan hanya memikirkan bagaimana caranya mendapatkan Yeon-Joon, dipaksa oleh keadaan untuk bertanggungjawab terhadap orang-orang di sekitarnya. 

Baca Juga: ‘Youth of May’: Cinta Merekah di Gwangju Berdarah

Ketika para penyelundup dari Qing memasuki Joseon, semua penduduk Neunggun-ri membereskan barang-barang milik mereka dan kabur. Gil-Chae, Jong Jong, Eun Ae, dan Bang Doo terpaksa harus terpisah dari keluarga mereka karena sebelum mereka berhasil naik ke perahu untuk pergi ke pulau seberang. 

Penyelundup Qing pun telah menuju ke arah mereka sehingga mereka harus bersembunyi ke gunung di tengah musim dingin dan hujan salju. Dalam pelarian dari para penyelundup Qing, Gil-Chae berkali-kali memimpin dan menyelamatkan teman-temannya. 

Ia juga lah yang membantu Madam Bang Doo melahirkan, menyelamatkan Eun-Ae dari pemerkosaan seorang penyelundup, dan berulang kali membahayakan nyawanya sendiri demi teman-temannya. 

Hal-hal ini tentu saja tidak akan pernah kita bayangkan dilakukan oleh Gil-Chae berdasarkan karakter yang ditunjukkannya dalam dua episode pertama.

Perempuan yang Berjuang 

Saya menyukai bagaimana drama ini tidak menampilkan sosok perempuan yang hanya bisa selamat, bila ada bantuan karakter pria di dalamnya. Meskipun tentu saja Lee Jang-Hyun, yang menyukainya, berusaha untuk menyelamatkan Gil-Chae. 

Beberapa peristiwa kritis yang dihadapi oleh Gil-Chae bersama tiga orang perempuan lainnya berhasil mereka lewati atas usaha mereka sendiri. Mereka telah berhasil selamat terlebih dahulu sebelum bantuan dari Jang-Hyun sampai kepada mereka. 

Dengan fokus pada pengembangan karakter Gil-Chae sebelum dan selama masa perang, drama ini berhasil menunjukkan bahwa di tengah situasi krisis, perempuan bisa saling menguatkan untuk menyelamatkan dan melindungi satu sama lain.

Hal penting lainnya yang juga coba digambarkan oleh My Dearest adalah tantangan-tantangan yang dihadapi oleh perempuan pada masa perang. Ibu hamil seperti Madam Bong Doo harus melahirkan anaknya dalam pelarian dari para penyusup. 

Ketika si anak telah lahir, mereka berusaha mati-matian agar ia bisa tetap hidup di tengah situasi musim dingin di saat yang sama harus tetap berlari dari kejaran penyusup. Si ibu yang belum benar-benar pulih harus memaksa dirinya berlari dan tetap selamat agar anaknya bisa mendapatkan ASI juga tidak secara tragis kehilangan ibu saat masa perang.

Bagi perempuan lainnya, resiko ditangkap dan dijadikan budak seks begitu tinggi. Jika mereka ditangkap pada masa perang dan menjadi budak seks bagi para penyusup, bukan berarti mereka bisa kembali ke tempat tinggal mereka dengan nyaman saat invasi berakhir. 

Nama baik mereka yang telah tercoreng karena diperlakukan semena-mena oleh penyusup, juga akan membuat stigma sehingga mereka dikucilkan di tengah masyarakat dan dipinggirkan. Belum lagi resiko kehilangan suami yang menjadi tentara sukarela selama perang berlangsung. 

Bertahan Hidup setelah Invasi

Mendapatkan tekanan yang luar biasa dari Khan Dinasti Qing, Raja Joseon akhirnya menyerah. Putra Mahkota Joseon dan adiknya ditawan sebagai sandera di Simyang. 

Rakyat Joseon yang ada dalam pelarian kembali ke desa mereka masing-masing dalam kekecewaan karena raja mereka harus membungkuk sembilan kali terhadap seorang raja barbar. Gil-Chae, Jong Jong, Eun-Ae, dan Bong Doo kembali ke Neunggun-ri. Demikian pula semua penduduk desa lain yang berhasil selamat.

Berkat kegigihannya bergabung sebagai tentara relawan untuk menyelamatkan raja, Yeon-Joon diangkat sebagai Perwira Senior Tingkat Keenam di Kantor Kerajaan. Jabatan baru Yeon-Joon mengharuskannya untuk tinggal di Hanyang. Ia membawa serta Eun-Ae, Madam Bong Doo dan suaminya, Gil-Chae bersama adiknya, ayahnya, dan Jong Jong. 

Lee Jang-Hyun awalnya juga berdiam di Hanyang. Tetapi, ia kemudian mendapatkan tawaran dari Kasim Eon-gyum untuk menemani Putra Mahkota yang disandera di Simyang. Ia menerima tawaran itu dan berpisah dari Gil-Chae. 

Kenyamanan hidup Gil-Chae dan teman-temannya di kediaman baru Yeon-Joon tidak bertahan lama, karena Yeon-Joon dijatuhi hukuman penjara dari Raja Joseon. Itu terjadi, setelah ia menolak untuk menghadap Khan Dinasti Qing mewakili Raja. 

Eun-Ae, Gil-Chae, dan keluarga mereka diusir dari kediaman Yeon-Joon dan harus tinggal di rumah sederhana yang mereka beli.

Baca Juga: Suka Nonton Drakor? 5 Film ini Bisa Bantu Kamu Pelajari Budaya Korea

Pada fase ini, sekali lagi kita akan melihat perkembangan karakter Gil-Chae sebagai seorang perempuan yang menjadi pemimpin dalam keluarganya. Setelah invasi Qing, Joseon mengalami kesulitan karena harga bahan makanan yang mahal, dan kelaparan akibat gagal panen. 

Ketika mereka hampir menjual habis semua harta benda untuk membeli makanan, Gil-Chae memutar otaknya. Bagaimana caranya mereka mendapatkan uang agar bisa bertahan hidup di tengah situasi sulit? Kecerdasannya di Neunggun-ri yang dulunya ia gunakan untuk menarik hati Yeon-Joon kini ia gunakan untuk mencari cara bertahan hidup.

Ide awalnya untuk menjual peralatan perunggu. Ia berhasil meyakinkan warga sekitar bahwa para bangsawan pasti rela menjual barang-barang berharga mereka untuk membeli peralatan makan perunggu. 

Tantangan-tantangan yang dihadapinya di awal usaha tidak membuatnya menyerah. Ia sendiri turun tangan langsung untuk menjual peralatan perunggu hasil buatannya. 

Dicerca sebagai perempuan bangsawan yang tidak terlihat sebagai bangsawan, Gil-Chae tetap teguh berpendirian bahwa ia harus kuat demi keluarganya. Pada akhirnya usaha Gil-Chae berhasil dan ia bisa menghidupi keluarganya.

Sekali lagi dalam fase ini ditunjukkan bahwa perjuangan perempuan untuk bertahan hidup di dalam masa perang bukanlah sesuatu yang mudah. Apalagi dalam pandangan masyarakat kala itu, yang cenderung membatasi perempuan bangsawan seperti Gil-Chae untuk melakukan apa yang ia lakukan. 

Dalam format drama-drama Korea biasanya, perempuan yang ada di situasi sulit seolah pasti dibantu untuk bangkit oleh karakter utama pria yang bisa melakukan segalanya. Namun dalam drama The Dearest ini, justru menunjukkan hal berbeda. 

Para perempuan lah yang justru menunjukkan kekuatannya dalam menghadapi situasi-situasi paling sulit. Mereka berusaha bangkit sendiri dan bekerja keras sendiri. Demi keluarga, demi sahabat, dan demi keberlangsungan hidup.

(Sumber Gambar: Instagram @mbcdrama_now)

Ifana Tungga

Saat ini aktif sebagai Direktur Program MEREKAM KOTA, sebuah program pengarsipan publik yang diinisiasi SkolMus | Multimedia Untuk Semua. Sehari-hari juga menulis untuk blog pribadinya.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!