Kevin Halim: LGBT dan Toleransi Nol untuk Diskriminasi


Ediis Kartini: Khusus untuk edisi minggu ini (18-23 April 2016), kami akan menuliskan ide-ide perjuangan Kartini dan perjuangan yang dilakukan para perempuan di masa sekarang. Kami melakukan wawancara terhadap sejumlah profil perempuan yang selama ini jauh dari hingar-bingar, tidak terendus media dan memilih dekat dengan masyarakat marjinal. Kami juga menuliskan soal ide-ide dan perjuangan Kartini di masa sekarang, diskriminasi,kekerasan, stereotype yang dialami perempuan dan  perjuangan mereka di masa kini. (Redaksi)

Poedjiati Tan- www.konde.co

Kevin Halim adalah seorang aktivis HAM yang banyak mengusung isu Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT). Ia kemudian bersentuhan dengan banyak isu perempuan. Ia mempunyai mimpi tentang dunia yang tidak bertoleransi pada diskriminasi dan kekerasan. Perjuangan yang tak pernah habis hingga kini.

Terlahir di Jakarta 26 September 1991, dengan usianya yang masih sangat muda, tak banyak yang memilih seperti Kevin yang dengan serius ikut mengadvokasi isu LGBT. Kevin saat ini bekerja di UNV LGBT Human Rights Officer 2013-2014 dan di Asia-Pasific Transgender Network 2014 hingga sekarang, sebagai Programme Officer. Ia banyak berjuang untuk isu minoritas seperti LGBT agar tidak menjadi korban kekerasan dan diskriminasi.

Mengapa kamu memilih untuk berjuang di isu LGBT dan HAM?

Karena isunya personal dan dekat dengan kehidupan sehari hari. Selain itu juga, aku banyak belajar untuk lebih empati terhadap yang terjadi di sekitar kita dan lebih peka. Bagiku, aksi lebih banyak di butuhkan dari pada sekedar diam. Keinginan saya besar untuk mengubah kehidupan LGBT menjadi lebih baik.

Bagaimana dengan dukungan dari keluarga?

Keluarga awal-awalnya kaget ketika memutuskan untuk menjadi aktivis HAM dan LGBT. Tapi seiring berjalannya waktu kan keluarga bisa melihat aku serius. Dengan sendirinya sadar bahwa ini semua bagian dari kehidupan tidak bisa diubah dan dijalani saja dengan baik.

Bagaimana awalnya bisa terlibat dan memperjuangkan isu ini?

Awal mulanya, mendapatkan informasi dari teman mengenai pendaftaran UNV LGBT Human Rights Officer di UNDP (United Nations Development Program). Berbagai proses seleksi mulai dari administrasi hingga wawancara dijalani, hingga akhirnya menjadi kandidat terpilih di UNDP sebagai UNV LGBT Human Rights Officer. Satu hal yang aku sadar, kalau bukan kita sendiri yang memperjuangkan, sapa lagi yang mau, jadi harus kita sendiri yang mengusahakan.

Menurut kamu gerakan LGBT di Indonesia ini mengalami kemajuan atau kemunduran?

Menurutku gerakannya mengalami kemajuan, hanya saja negaranya yang mengalami kemunduran. Advokasi teman-teman sudah bagus banget, negaranya saja yang ngotot.

Apa tantangan menjadi aktivis LGBT?

Tantangan terbesar dari negara dan masyarkat yang nyaman dengan status qou. Tidak mau menerima perubahan. Ketika ada informasi baru ditentang karena merasa sudah nyaman. Malas berpikir kritis dalam menanggapi fenomena sosial.Maunya, yang enak di saya aja, jadi enggan berempati juga sama yang lain.

Apa mimpi besarmu?

Dunia tidak ada lagi stigma dan diskriminasi untuk transgender, Mungkin tidak realistis kalau tidak ada sama sekali, tapi bisa dikurangilah stigma itu. Dan transgender perempuan diakui sebagai perempuan tanpa diragukan pihak manapun.

Apa pendapatmu tentang gerakan perempuan di Indonesia?

Banyak tantangan, Namanya budaya patriarkhi susah ditembus ya. Tapi tetap jangan patah semangat. Perluas gerakan bersama transgender perempuan untuk perkuat suara. Di wilayah regional di Asia, aku banyak berkampanye untuk isu perempuan dan anak-anak muda perempuan, dan transgender perempuan termasuk di dalamnya.

Apa harapanmu?

Aku berharap orang-orang bisa lebih objektif dalam menilai, tidak langsung menggunakan prejudice value pribadi. Semua kan bisa didiskusikan, jadi kita diskusi baik-baik semua biar bisa menemukan jalan tengah yang tidak merugikan pihak mana pun

Apa pendapatmu tentang kartini?

Kartini adalah pejuang perempuan. Perayaan Kartini adalah perayaan feminisme sebagai sebuah kekuatan, bukan kelemahan.

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!