Jangan Salah, Gen Z Juga Masih Suka Datang ke Perpustakaan

Riset menunjukkan gen Z dan milenial masih suka berkunjung ke perpustakaan dan membaca buku dalam bentuk cetak. Hal ini mematahkan stereotip generasi muda yang sering dianggap 'anak rumahan' dan ingin serba praktis.

Kegandrungan kita terhadap smartphone dan ketertarikan kita dengan buku mungkin tampak bertentangan. Namun, buku adalah jeda yang dibutuhkan bagi kebiasaan kita menatap gawai.

Penelitian terbaru kami menemukan bahwa 92% Gen Z dan milenial Amerika Serikat (AS) mengakses media sosial setiap hari. Sebanyak 25% dari mereka memeriksa beberapa kali per jam.

Namun, dalam studi nasional, kami menemukan Gen Z dan milenial masih mengunjungi perpustakaan dalam jumlah yang sehat. Sekitar 54% Gen Z dan milenial berkunjung ke perpustakaan setempat pada 2022.

Temuan kami memperkuat data tahun 2017 dari Pew Research Center, yang menunjukkan bahwa 53% milenial telah mengunjungi perpustakaan setempat selama 12 bulan sebelumnya. Sebagai perbandingan, penelitian yang sama menemukan hanya 45% generasi X dan 43% generasi baby boomer mengunjungi perpustakaan umum.

Lalu mengapa Gen Z dan milenial—yang terkadang dikategorikan sebagai generasi dengan atensi yang rendah dan anak rumahan—masih melihat manfaat mengunjungi perpustakaan umum?

Kegemaran Produk Cetak

Kami menemukan Gen Z dan milenial lebih menyukai buku cetak dibandingkan e-book dan buku audio. Meskipun format bacaan favorit mereka lainnya jelas bersifat digital, seperti obrolan video game dan novel web.

Gen Z dan milenial AS membaca rata-rata dua buku cetak per bulan. Ini hampir dua kali lipat dari rata-rata akses e-book atau buku audio, menurut data kami.

Preferensi terhadap buku cetak juga terlihat pada jenis buku yang dipinjam dan dibeli oleh Gen Z dan milenial. Sekitar 59% dari mereka mengaku lebih menyukai cerita yang sama dalam format grafis atau manga dibandingkan hanya berbentuk teks.

Meskipun beberapa novel bergambar, komik, dan manga dapat dibaca di layar, buku adalah medium yang membuat ilustrasi rumit ini benar-benar menonjol.

Lebih dari Sekadar Membaca

Kami sangat terkejut dengan temuan bahwa 23% Gen Z dan milenial yang tidak mengakui diri sebagai pembaca tetap mengunjungi perpustakaan fisik dalam 12 bulan terakhir.

Ini adalah pengingat bahwa perpustakaan tidak hanya berfungsi sebagai gudang buku. Pelanggan dapat merekam podcast, membuat musik, membuat kerajinan tangan dengan teman, atau bermain video game. Ada juga ruang yang tenang dengan Wi-Fi gratis, cocok untuk pelajar atau orang yang bekerja jarak jauh.

Generasi muda cenderung lebih didorong oleh nilai-nilai dibandingkan generasi yang lebih tua. Semangat berbagi khas perpustakaan tampaknya selaras dengan Gen Z dan milenial.

Baca juga: Buku Fiksi Indonesia yang Wajib Kamu Baca Sebelum Usia 30

Begitu pula soal ruang yang bebas dari komersialisme. Di perpustakaan, tidak ada iklan dan tidak ada biaya—asalkan kamu mengembalikan buku tepat waktu. Tidak ada pula cookie yang melacak dan menjual perilakumu.

Data sensus AS juga menunjukkan generasi muda lebih beragam secara ras dibandingkan generasi yang lebih tua.

Survei kami menemukan bahwa 64% Gen Z dan milenial Afrika-Amerika mengunjungi perpustakaan fisik pada 2022. Angka ini 10 poin persentase*10%* lebih tinggi dibandingkan populasi umum.

Sementara itu, Gen Z serta milenial Asia dan Latin cenderung mengatakan bahwa menelusuri rak perpustakaan adalah cara yang lebih disukai untuk menemukan buku-buku baru.

Momen Krusial bagi Perpustakaan

Meskipun perpustakaan terpaksa memperhitungkan pelarangan buku dan politisasi ruang publik, Gen Z dan milenial masih memandang perpustakaan sebagai semacam oase. Sebuah tempat di mana doomscrolling (terus-menerus menelusuri media sosial untuk membaca berita buruk) dan luapan informasi dapat diredam, meskipun untuk sementara.

Mungkin kunjungan Gen Z dan milenial ke perpustakaan, seperti halnya penerimaan pada ponsel lipat dan board game. Artinya hanyalah cara lain untuk memperlambat laju kehidupan.

Buku cetak tidak akan mencolekmu atau menghantuimu. Ketika anak-anak muda akhirnya kembali mengakses gawai mereka, buku dapat menjadi alat bantu yang sangat baik untuk #BookTok, komunitas di TikTok tempat para pembaca mengulas buku favorit mereka.

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.

Kathi Inman Berens dan Rachel Noorda

Associate Professor of Book Publishing and Digital Humanities, Portland State University
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!