Analisis gender

Kenapa Analisis Gender Penting Untuk Mengatasi Ketimpangan Masyarakat?

Perbedaan gender kerap menimbulkan ketidakadilan bahkan ketimpangan. Karena itu butuh analisis gender untuk mengakomodasi kebutuhan dan pengalaman yang berbeda antara perempuan dan laki-laki.

Kesetaraan dan keadilan gender bukan lagi sebatas wacana dalam kehidupan, karena sudah menjadi bagian kebijakan pembangunan. Diawali dengan keluarnya Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG). Inpres ini mengharuskan instansi pemerintah nasional dan daerah untuk mengarusutamakan gender dalam perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi seluruh kebijakan dan program.

Istilah gender dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)  berarti jenis kelamin, berbeda dengan seks atau jenis kelamin. Gender adalah pandangan masyarakat tentang perbedaan fungsi, peran dan tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki.

Ia bersifat nonkodrati sebagai hasil konstruksi sosiokultural yang tumbuh dan disepakati oleh masyarakat lewat proses panjang. Karena itu gender dapat berubah sesuai  perkembangan zaman. Dengan kata lain gender adalah jenis kelamin sosial.  

Sedangkan seks adalah perbedaan reproduksi perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrati (jenis kelamin biologis). Perbedaan gender sebenarnya tidak jadi masalah sepanjang tidak menimbulkan ketidakadilan. 

Namun realitasnya perbedaan gender kerap menimbulkan ketidakadilan bahkan ketimpangan. Bentuk ketidakadilan ini dapat berupa stereotipe, beban ganda, kekerasan, subordinasi, dan marginalisasi. 

Pada dasarnya perempuan dan laki-laki tidak sama, bahkan antar perempuan dan laki-laki sangat beragam. Konstruksi gender membentuk seseorang “menjadi perempuan” dan “menjadi laki-laki”. 

Baca Juga: Feminine Energy dan Masculine Energy Bikin Kita Terpenjara dalam Nilai Gender Toksik

Ruang internalisasi konstruksi gender ini dilatarbelakangi oleh sejumlah faktor. Seperti keadaan psikologis, kultural dan sosial, dengan  pembakuan melalui nilai pemahaman agama, aturan adat, kebijakan, hukum, politik, ekonomi dan ilmu pengetahuan. Akibatnya menimbulkan kerancuan kodrati dan nonkodrati, relasi superior dan inferior dalam segala tingkatan dimensi,  seksualitas, serta nilai dan pemaknaan atas tubuh.

Dalam cara pandang masyarakat, gender selalu dikaitkan dengan peran, kondisi, pengalaman dan akses perempuan dalam menjalankan kehidupan sosialnya. Meskipun di satu sisi gender tidak selalu identik dengan isu perempuan, akan tetapi bias gender sering kali dirasakan oleh perempuan. Karena itu dibutuhkan sebuah langkah untuk menyelesaikan persoalan ketimpangan sosial yang ada di masyarakat, salah satunya dengan analisis gender.

Analisis gender adalah proses menganalisis data dan informasi secara sistematis tentang perempuan dan laki-laki untuk mengidentifikasi dan mengungkapkan kedudukan, fungsi, peran, dan tanggung jawab, serta faktor-faktor  yang mempengaruhinya. 

Tugas utama analisis gender adalah memberi makna, konsepsi, asumsi, ideologi dan praktik hubungan baru antara laki-laki dan perempuan. Termasuk implikasinya terhadap kehidupan sosial yang lebih luas (sosial,  ekonomi, politik, kultural) yang tidak dapat dilihat jika memakai alat analisis sosial lainnya. Seperti analisis kelas, analisis kultural, dan analisis wacana.

Untuk mengkaji isu gender, penting memperhatikan kondisi kesenjangan antara perempuan dan laki-laki atau ketimpangan antara keduanya. Ini dilakukan dengan memakai data-data yang menerangkan kondisi pengalaman dan  pemikiran perempuan dan laki-laki. Serta menggunakan teknik analisis  gender yang mengakomodasi kebutuhan perempuan dan laki-laki secara proporsional karena keduanya punya pengalaman dan situasi berbeda. 

Kerangka Analisis Gender 

Analisis gender digunakan untuk menganalisis perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, kebijakan program dan kegiatan dalam berbagai aspek pembangunan. Secara umum, kerangka analisis gender dapat dilakukan melalui  beberapa model.

Yang pertama, Harvard analytical framework and people oriented planning. Kerangka ini disebut juga kerangka analisis peran gender. Dikembangkan oleh Harvard Institute for International Development, USA, bekerja sama  dengan project USAID untuk WID dipublikasikan tahun 1985. 

Tujuannya mengalokasikan sumber daya ekonomi yang adil pada perempuan dan laki-laki dengan melihat perbedaan kerja dan sumber daya yang  didapat pada institusi terkecil yaitu keluarga. 

    Caranya dengan melakukan profil aktivitas baik produksi maupun reproduksi. Kemudian akses dan kontrol terhadap sumber daya dan manfaat. Faktor-faktor yang berpengaruh, seperti hal-hal yang ikut menentukan kesempatan dan pembatasan bagi perempuan untuk terlibat dalam pembangunan. Kegiatan digunakan untuk memastikan perempuan punya akses, kontrol dan manfaat dari proyek yang digunakan.

    Baca Juga: Ivan Gunawan Jadi Korban Aturan Diskriminatif KPI Karena Ekspresi Gender 

    Lalu ada Moser framework. Caroline Moser mengembangkannya di The Development Planning Unit (DPU), University of London, UK tahun 1980-an. Model ini berfokus pada relasi kekuasaan laki-laki dan perempuan  di lembaga, organisasi, dan masyarakat. 

    Tujuannya untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender melalui posisi subordinasi perempuan yang ada. 

    Caranya dengan melihat adanya triple role yakni; reproduktif, produktif dan masyarakat,  maka perlu mengevaluasi kebutuhan gender baik praktis maupun strategis. Kemudian menyeimbangkan perolehan sumber daya dan pembuatan keputusan dalam rumah tangga, perencanaan untuk menyeimbangkan peran berlebih. Termasuk mengevaluasi WID dan GAD dalam menyelesaikan persoalan perempuan serta melibatkan perempuan dan kebijakan responsif gender dalam perencanaan. 

    Terakhir, ada Gender Analysis Pathway (GAP), alat analisis gender yang digunakan untuk membantu para perencana dalam melakukan pengarusutamaan gender dalam perencanaan kebijakan/program pembangunan. Lewat GAP para perencana kebijakan/ program pembangunan mengidentifikasi kesenjangan gender (gender gap) dan (gender issues). Sekaligus menyusun rencana yang ditujukan untuk memperkecil atau menghapus kesenjangan gender tersebut.

    Dalam pelaksanaannya, perencana pembangunan diharapkan selalu tanggap terhadap akses, kontrol, partisipasi, dan manfaat (AKPM) untuk menghilangkan  kesenjangan antara perempuan dan laki-laki. Selain itu, analisis gender saja tidak  cukup untuk bisa mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender (KKG).

        Menumbuhkan Kesadaran Gender

        Kesadaran gender berperan penting dalam menumbuhkan paradigma masyarakat tentang bagaimana faktor-faktor sosial dapat menentukan tingkah laku antara laki-laki dan perempuan. Terlebih kondisi masyarakat masih melanggengkan budaya patriarki. Misalnya, dalam upaya penegakan hak-hak perempuan, sering kali masyarakat melegitimasi peran domestik yang identik dengan perempuan meskipun mereka harus berperan di ranah publik.

        Kesadaran gender bisa ditumbuhkan dengan membangun kesadaran akan pentingnya penghargaan dan kehormatan terhadap manusia dan nilai-nilai  kemanusiaan. Menyosialisasikan budaya kesetaraan mulai dari rumah tangga melalui  pola-pola pengasuhan anak yang demokratis. Hingga di masyarakat melalui metode  pembelajaran yang demokratis pada lembaga-lembaga pendidikan, baik formal maupun nonformal.

        Baca Juga: The Portrait Of Waria Religious: They Are Not Immoral 

        Kemudian, melakukan dekonstruksi terhadap ajaran dan interpretasi agama yang bias gender dan nilai-nilai patriarkat. Menyebarluaskan ajaran agama yang apresiatif dan akomodatif terhadap nilai-nilai kemanusiaan, demokrasi dan kedamaian. Upaya terakhir dengan merevisi peraturan perundang-undangan yang tidak berpihak serta merumuskan peraturan baru yang mendukung penegakan dan perlindungan masyarakat sipil dan HAM.

        Meskipun usaha mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender butuh proses yang panjang, dalam perjalanannya diperlukan upaya-upaya penguatan di tingkat  akar rumput. Upaya ini perlu dilakukan secara terstruktur, sistematik dan masif. Karena itu dibutuhkan kerja sama seluruh pihak baik pemerintah, lembaga, stakeholder, organisasi maupun masyarakat sipil.

        Tia Mega Utami

        Korps HMI-Wati Cabang Serang
        Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

        Creative Commons License

        1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

        2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

        Let's share!