Pandangan Patriarki: Menganggap RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Tidak Penting

Kendati banyak sekali kekerasan seksual yang terjadi di sekitar kita, namun sebagian kelompok memiliki lack of knowledge, sebagian acuh dan menganggap itu kurang penting. Sebagian lagi menganggap bahwa apa saja yang terjadi tidak akan berpengaruh pada kehidupannya. Buat saya, ini yang kemudian menghambat disahkannya Rancangan Undang-Undang/ RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

*Rivelda Julia Helfira- www.Konde.co

Orang-orang seperti itulah yang sebenarnya tidak memiliki pemaknaan yang mendalam terhadap rasa kemanusiaan dan kepeduliaanya terhadap orang lain, padahal dirinya bisa saja mengalami tindak kekerasan seksual juga.

Tindak kekerasan seksual menjadi hal kentara yang tak terelakkan terjadi di kalangan masyarakat kita. Saya banyak menjumpainya dalam kehidupan seharu-hari.

Masyarakat Indonesia yang masih kental dengan sistem patriarkinya seolah membawa pemikiran bahwa tindakan kekerasan seksual merupakan hal yang biasa dan umum terjadi.

Tindakan yang secara luas kebanyakan menimpa kaum perempuan ini kemudian memperkuat perspektif bahwa perempuan adalah kaum yang mudah tertindas, terhina bahkan tergerus hak-haknya ketika disematkan menjadi korban kekerasan seksual yang justru seharusnya memiliki perlindungan penuh.

Perlindungan khusus terhadap korban tindak kekerasan seksual inilah yang harus terus diperhatikan. Mengingat bahwa tindak kekerasan seksual menyangkut hak-hak pribadi seseorang dan sangat mengancam kehidupan manusia sehingga tidak dapat dikatakan sebagai tindak kriminal biasa.

Salah satu bentuk upaya perlindungan pada korban kekerasan seksual dapat berupa disahkannya Rancangan Undang-Undang/ RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. RUU yang masih terus disuarakan dan diperjuangkan untuk bisa menjadi undang-undang yang sah sehingga ada perlindungan yang preventif bagi korban dan sanksi tegas bagi pelaku. Hal ini dipertegas karena RUU Penghapusan Kekerasan Seksual meliputi upaya-upaya preventif untuk menghapus tindakan kekerasan seksual.

Dalam Bab III RUU disebutkan bahwa Penghapusan Kekerasan Seksual meliputi pencegahan, penanganan, perlindungan, pemulihan korban dan penindakan pelaku. Dengan demikian tidak ada lagi alasan bahwa kejahatan kemanusiaan seperti kekerasan seksual tidak dapat ditangani atau bisa diabaikan begitu saja.

Dengan menyuarakan dan memperjuangkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual maka kita sebagai masyarakat telah ikut andil membungkamkan para pelaku atau sebagian orang yang masih menganggap tindak kekerasan seksual sebagai hal yang biasa dan seakan dilumrahkan terjadi, seperti misalnya orang-orang yang menganggap dirinya memiliki kedudukan tinggi seperti laki-laki dibanding perempuan dengan lekatnya pemikiran patriarki.

Partisipasi kita amat dibutuhkan agar penghapusan kekerasan seksual dapat terus disuarakan. Sejalan dengan yang ada dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual juga pada Bab VIII bahwa partisipasi masyarakat sangat berguna demi mencegah terjadinya kekerasan seksual, memberikan informasi dengan keberanian melaporkan setiap kejadian kekerasan seksual, membantu memantau kinerja pemerintah dalam menangani tindak kekerasan seksual hingga dapat membangun dan mengoptimalkan pemulihan kepada korban.

Dengan partisipasi-pastisipasi itu kita akan terus membawa pemikiran kita semakin bergerak maju, mengedepankan hak-hak kemanusiaan, melindungi satu sama lain dan menciptakan keadaan aman bagi semua pihak dengan mengupayakan penghapusan kekerasan seksual.

Penghapusan kekerasan seksual secara utuh memanglah tidak mungkin bisa terjadi, hal itu tak terelakkan manakala ada kesempatan, pemaksaan, hingga tindak kekerasan dari pelaku dan korban berada di bawah ancaman misalnya.

”There is nothing inherently wrong with sex between two consenting adults, there is something wrong with forcing another person to engage in sexual activity because it involves a form of displeasure or disgust that is exceptionally bad.”

Maka dapat dikatakan bahwa tindakan seksual akan sangat keji dan menjadi tidak wajar apabila dilakukan dengan pemaksaan, membawa ancaman sampai kepada kekerasan. Seperti salah satu bentuk tindak kekerasan seksual yakni pemerkosaan, hal ini dapat dilakukan dimana saja dan oleh siapa saja dengan upaya-upaya penguasaan terhadap diri seseorang bahkan dengan keji bisa dilakukan secara berkelompok.

“Rape involves force by someone who does not have the authority, or right, to exert that force. Same as like an analogy, It would be bad to force your neighbor to eat an apple”

Sehingga kejahatan semacam itulah yang mengancam kehidupan seseorang bukan hanya pada saat tindak kekerasan seksual terjadi namun setelahnya amat memungkinkan mendatangkan trauma berat.

Kondisi mental seseorang dapat sangat terganggu, merasa dirinya tak lagi berharga, merasa direndahkan, dan merasa tidak dicintai lagi oleh orang lain hingga mengarahkan dia untuk mengakhiri hidupnya.

Setiap manusia perlu perlindungan dari sesama manusia lainnya, mari bungkamkan para pelaku kejahatan kemanusiaan, tegakkan keadilan dan suarakan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.

Referensi:

Brogaard Berit (2015), Is Casual Sex Just Plain Wrong?, https://www.psychologytoday.com/us/blog/the-mysteries-love/201502/is-casual-sex-just-plain-wrong

Komnas Perempuan (2018), Catatan Tahunan ‘Tergerusnya Ruang Aman Perempuan dalam PusaranPolitikPopulisme, Komnas Perempuan : Jakarta,https://www.komnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/SIARAN%20PERS%202018/Lembar%20Fakta%20Catahu%207%20Maret%202018.pdf

(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)

*Rivelda Julia Helfira, mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan Bandung Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Administrasi Publik

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!