Film Crazy Rich Asians, Pilihan Perempuan

*Irmia Fitriyah- www.Konde.co

Saya baru saja nonton film Crazy Rich Asians. Film ini sekarang sedang menjadi perbincangan di Hollywood, salah satunya karena film banyak dihiasi bintang-bintang film Asia.

Secara umum, film komedi romantis berdasarkan novel Kevin Kwan ini bercerita tentang relasi dari keluarga dengan latar belakang budaya, kelas, tarik-menarik di dalamnya, juga tentang persoalan pribadi yang beririsan dengan persoalan keluarga.

Dan tokoh favorit saya di film itu adalah Astrid! Astrid (Gemma Chan), perempuan yang suaminya berselingkuh sungguh merepresentasikan mayoritas kondisi perempuan saat ini. 

Meski secara ekonomi Astrid dalam posisi lebih baik dari suaminya, namun ini tidak serta merta membuat Astrid mempunyai posisi yang lebih tinggi dibandingkan suaminya – laki-laki.  Astrid misalkan harus menyembunyikan perhiasan mahalnya (yang ia beli sendiri) demi menjaga perasaan suaminya.

Kisah Astrid ini mirip kisah seorang kawan saya. Kawan perempuan saya ini setiap hari bekerja –memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari, membiayai sekolah putri semata wayang hasil pernikahan dengan laki-laki yang kini telah menjadi mantan suaminya.  Dengan manajemen ekonomi dan manajemen waktu yang baik, ia tetap mampu menjadi single parent yang membiayai rumah tangganya bersama putrinya.
   
Di dunia di mana perempuan dipercaya lebih rendah statusnya, banyak orang yang kemudian memainkan emosi perempuan –membuat para perempuan harus “memilih” antara keluarga dan pekerjaan.

Di sisi lain, banyak dari kami –perempuan, jika kami membiayai seluruh penghidupan keluarga, kami juga harus pura-pura inferior demi menjaga ego maskulinitas suaminya.
Selalu menjaga agar suami tidak tersinggung dengan kondisi ini.

Itulah pelajaran paling penting dari film Crazy Rich Asians: sekalipun perempuan punya aset yang lebih dibandingkan laki-laki, perempuan tidak serta merta mendapat posisi tawar sosial yang lebih baik.

Berbeda dengan Astrid yang berasal dari keluarga kaya, kawan saya yang hidup cukup, pada akhirnya berani bercerai dari suaminya. Kawan saya punya pekerjaan. Ia punya uang sendiri. Kawan saya akhirnya berani menceraikan suaminya setelah didesak oleh anak perempuannya.

Pelajaran dari kisah kawan saya adalah: jangan berasumsi anak akan menderita ketika orang tua bercerai. Anak kawan saya itu justru senang ketika ibunya pada akhirnya bercerai dari ayahnya, ketika ia tahu bahwa ibunya tak pernah bahagia hidup dengan ayahnya. Jadi yang harus dilakukan adalah menemani perempuan untuk berani keluar dari kekerasan dan memilih ruang lain untuk hidupnya agar lebih baik.

Pada akhirnya, pelajarannya adalah: kami para perempuan, harus bekerja produktif. Karena, suatu hari ketika suamimu berbuat macam-macam, ingkar pada janji perkawinan, kau bisa meninggalkannya dengan lebih mudah, sebab kau punya penghasilan sendiri.

Jika kita tidak tergantung secara ekonomi, ini akan memudahkan kita untuk memasuki ruang hidup yang baru. Paling tidak inilah yang saya pelajari dari Crazy Rich Asians.

(Foto: ew.com)

*Irmia Fitriyah, aktivis sosial dan penulis

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!