Sica Harum- www.Konde.co
Bagaimana cara perempuan bisa menuangkan pikirannya? Atas kepenatan yang terjadi setap hari, lalu lintas yang tak bersahabat, pekerjaan yang menumpuk, situasi kantor yang membuat penat.
Sebenarnya ada banyak hal yang bisa dilakukan perempuan. Teman saya memilih untuk berbicara, bercerita atau sharing di kelompok-kelompok perempuan. Teman perempuan saya yang lain memilih untuk menelepon ibunya. Dan saya memilih untuk menulis.
Saya mempunyai kebiasaan, jika sedang gelisah, banyak pikiran, yang saya lakukan adalah menulis. Menulislah karena dengan menulis, apa yang kamu pikirkan akan tertuang dalam tulisan, dibaca oleh orang lain suatu saat dan bisa menjadi bahan diskusi di banyak tempat. Itu yang saya pahami mengapa perempuan harus menulis.
Hal lain, saya punya buku harian atau buku diary. Tapi diary atau buku harian ini terasa berbeda. Yang ada di rak yang sudah usang di kamar saya. Usang karena banyak menyimpan cerita hidup, cerita di sekitar kehidupan saya.
Disebut begitu, karena memang buku ini menjadi tempat untuk bercerita. Siapa saja yang masuk ke kamar ini, takkan pernah tahu arti buku ini bagi saya.
Biasanya, dalam satu hari, saya harus mengisi cerita di buku ini. Kalau tidak sempat pagi, ya siang. Atau malam hari.
Namun, dalam beberapa tahun belakangan, buku ini tak pernah lagi mendapatkan kunjungan saya. Dulu saya menduga, buku diary adalah ruang rahasia yang harus disimpan rapi, orang-orang masih punya rahasia-rahasia terdalam yang tak bisa mereka ceritakan di Facebook.
Sebab bagiku, buku diary tetap seperti kotak pengakuan dosa, atau curahan hati terdalam yang tak mungkin diceritakan ke orang lain. Buku Diary juga berfungsi sebagai tempat berkisah tentang curhat banyak orang, banyak perempuan di sekitarku.
Apa yang salah ya dengan buku ini sehingga semua orang meninggalkannya, termasuk aku? Apakah sudah tak ada lagi rahasia sehingga semua harus diupload di facebook? Apakah tak ada lagi cerita yang perlu disimpan sehingga semua menjadi lucu ketika dituliskan di buku harian kecil ini?
Membaca buku harian ini, semuanya jadi terasa usang.
Di masa ini, hampir setiap detik tumbuh start up baru, menawarkan aplikasi yang dijargonkan bakal membuat hidup lebih mudah dan menyenangkan. Di masa ini, kehidupan orang sudah semakin ruwet dan kompleks demi hidup yang menyenangkan. Untuk kesenangan yang satu, butuh keruwetan yang satunya lagi. Untuk kemudahan yang lain, butuh kompleksitas lainnya lagi.
Untunglah, oksigen masih gratis.
(Tak bisa kah kita bersyukur akan hal-hal yang sederhana dan lewat begitu saja? Masih bisakah kita menyimpan cerita kecil, tentang para perempuan yang berjasa dalam hidup kita dan menyimpannya dalam rahasia di buku ini?)
Maka, menulislah. Mulailah menulis. Buku diary tetap akan menjadi tukang tadah cerita terbaik.
Buat saya, menulis adalah cara saya berterimakasih, mengingat banyak orang yang menemani ketika menangis, senang, terharu, jatuh cinta, berjuang.
Dan akhirnya, menulis adalah waktu saya untuk sendirian, untuk merenung, untuk melakukan refleksi. Juga ruang untuk mentertawakan diri sendiri.
(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)