Aktivis: Pemerintah Lamban dalam Menyelesaikan Kasus Corona di Indonesia

Respon pemerintah Indonesia dalam menangani Virus Corona atau Covid 19 dinilai sangat memprihatinkan. Ini bisa dilihat dari penyediaan fasilitas dan layanan kesehatan, infrastruktur dan kelembagaan yang sentralistik dan birokratis, sehingga tidak mendukung kerja cepat dan tepat untuk warga.

*Poedjiati Tan- www.Konde.co

Jakarta, Konde.co- Keprihatinan ini disampaikan sejumlah aktivis yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Sipil untuk Indonesia Bergerak seperti Allisa Wahid dari Gusdurian, Nur Hidayati dari Walhi, Monica Tanuhandaru, Sri Palupi dari Ecosoc Right, Trinirmalanigrum dari Perkumpulan Skala dan 28 aktvis dan lembaga lainnya.

Keprihatinan atas lambannya tindakan pemerintah ini juga dilihat dari minim dan lambatnya pendeteksian akibat kebijakan yang sentralitistik dan birokratis, juga kegagalan komunikasi publik dan kurangnya transparansi.

“Kurangnya peran dan keterlibatan pemerintah daerah, swasta dan masyarakat adalah juga bagian dari kelemahan mendasar dari respon pemerintah. Pernyataan-pernyataan para pejabat yang simpang siur menciptakan kesan ketidakseriusan, miskin empati dan sense of crisis, yang justru kontraproduktif bagi upaya penghentian penyebaran virus,” kata Nur Hidayati dalam pernyataan sikap yang diterima Konde.co

Padahal kini, Indonesia memasuki awal fase kritis yang berpotensi memicu ledakan kasus yang berakibat melonjaknya angka kematian.Maka kondisi ini menuntut kesadaran kolektif dan cara kerja baru yang lebih inklusif, cepat, dan tepat dalam menjawab persoalan.

Pemerintah sebelumnya telah menetapkan COVID-19 sebagai bencana nasional non-alam dan membentuk suatu Gugus Tugas Percepatan Penanganan yang menetapkan kebijakan himbauan tentang pembatasan sosial, dan pelibatan berbagai upaya respon lainnya, namun kerjanya sangat lamban.

Karena pandemik ini berdampak komprehensif secara sosial, ekonomi dan hak asasi manusia secara luas terutama terhadap kelompok rentan. Mereka juga menanggung akibat langsung dari kebijakan pemerintah seperti isolasi, karantina rumah, karantina rumah sakit maupun tindakan yang paling serius, yaitu karantina wilayah.

Belum lagi pelarangan dan marjinalisasi UKM beserta para pekerjanya dan konsumen mereka, para pekerja upahan serta pedagang dan pekerja di sektor informal. Karenanya kebijakan dan tindakan pemerintah untuk menghentikan penyebaran virus korona perlu diikuti dengan skema perlindungan/ jaring pengaman sosial bagi kelompok rentan dan marjinal yang terkena dampak.

“Perempuan karena posisinya dalam keluarga dan masyarakat, terutama dari keluarga berpendapatan rendah dan perempuan kepala keluarga, tidak hanya akan terkena akibat langsung dari kebijakan pemerintah dalam menangani pandemik corona tetapi juga akan menghadapi beban dan tekanan ganda yang membuatnya lebih rentan terhadap infeksi.”

Karena keberhasilan untuk menghadapi COVID-19, sekali lagi, menuntut kesadaran kolektif dan cara kerja baru dimana pemerintah pusat bekerja dengan dukungan dari pemerintah daerah, pengusaha, dan masyarakat sipil serta, dan jika dibutuhkan juga dari masyarakat internasional.

10 Agenda Tuntutan untuk Pemerintah dalam Penanganan Corona

Berdasarkan pertimbangan tersebut maka Jaringan Masyarakat Sipil untuk Indonesia Bergerak mengajukan 10 agenda tindakan kepada pemerintah berikut ini:

1. Mengambil praktik-praktik baik yang telah dilakukan berbagai negara dalam menghadapi COVID-19;

2. Menjalankan 7 rekomendasi para dokter, seperti terlampir; dan memastikan perlindungan optimal bagi tenaga medis serta menghilangkan hambatan birokratis dan sentralistik dalam menangani wabah korona sehingga test laboratorium, penanganan terhadap pasien korona dan screening masif dapat dijalankan secara cepat dan tepat;

3. Mengedepankan perlindungan hak dasar dan martabat manusia dalam setiap kebijakan, tindakan, dan pelayanan kesehatan untuk semua orang terutama kelompok rentan;

4. Mengalokasikan anggaran ekstra yang memadai untuk perlindungan bagi kelompok rentan terutama yang bersifat perlindungan dan jaring pengaman sosial;

5. Menerapkan kebijakan yang transparan demi memulihkan dan menjaga kepercayaan masyarakat dan memastikan bahwa informasi yang relevan menjangkau setiap orang tanpa terkecuali, termasuk penyandang disabilitas dan kelompok berkebutuhan khusus

6. Memperkuat dan memperluas kerjasama dan kerjabersama antara pemerintah, pemerintah daerah, swasta, masyarakat sipil, media, universitas, dan lainnya, serta memberdayakan sumberdaya yang dimiliki oleh semua komponen masyarakat.

7. Melibatkan masyarakat dalam membangun sense of urgency dengan memberikan gambaran tentang dimensi krisis dan proyeksi kebijakan pemerintah ke depan

8. Menghentikan dan melarang pernyataan para pejabat pemerintah dan tokoh-tokoh yang simpang siur, meremehkan keadaan dan melemahkan kewaspadaan masyarakat serta tidak sejalan dengan agenda percepatan penanganan COVID-19;

9. Segera menetapkan parameter dan ketika diperlukan segera mengambil keputusan dan tindakan konkrit karantina yang mempercepat penghentian penyebaran virus korona dengan mengacu pada UU Karantina ; dan

10. Menggunakan penanganan COVID-19 sebagai momentum untuk memperbaiki sistem ekonomi politik untuk mengatasi ketimpangan, marjinalisasi dan perusakan alam, termasuk mempercepat realisasi tanah obyek reforma agraria untuk rakyat dengan tujuan memproduksi pangan, perluasan lumbung pangan rakyat dan penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat yang terdampak wabah korona.

5 Hal yang Dilakukan Jaringan Masyarakat Sipil untuk Indonesia Bergerak:

1. Memutuskan rantai tular Covid-19 melalui kampanye;

2. Melakukan advokasi kebijakan kearah penanganan yang cepat, tepat dan transparan

3. Menjembatani celah-celah sosial ekonomi akibat pembatasan sosial/ karantia wilayah

4. Memobilisasi bantuan bagi kelompok rentan dan yang terpinggirkan; dan

5. Membangun dan mendukung jejaring inisiatif “warga bantu warga” dan mengajak para pelaku bisnis dan segenap kalangan masyarakat untuk bersama-sama menghentikan penyebaran COVID-19 dan mengatasi dampaknya.

(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)

*Poedjiati Tan, psikolog, aktivis perempuan dan manager sosial media www.Konde.co. Pernah menjadi representative ILGA ASIA dan ILGA World Board. Penulis buku “Mengenal Perbedaan Orientasi Seksual Remaja Putri.”

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!