Jurnalis Perempuan Bicara: Cerita Perjuangan Kami Di Masa Covid

Menjadi pekerja seperti jurnalis tak mudah di masa Covid, ketika industri lain mengalami perubahan, media juga mengalaminya.

Ada sejumlah media yang kemudian harus memangkas jumlah kontributornya di masa Covid, kondisi lain iklan yang jumlahnya berkurang di media merupakan ancaman kondisi yang makin buruk di masa ini

Iwan Awaluddin Yusuf dalam Theconversation.com menulis, banyak pengiklan kemudian memilih influencer di media sosial daripada institusi media mainstream-konvensional untuk pasang iklan, misalnya di televisi. Mereka bahkan rela membayar influencer lebih tinggi daripada tarif iklan di media mainstream.

Iwan menuliskan, contohnya Raffi Ahmad yang sejauh ini memiliki lebih dari 40 juta pengikut di Instagram dan Atta Halilintar yang memiliki lebih dari 20 juta subscribers. Jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan jumlah pembaca media yang hanya 6 juta orang untuk media digital dan 4,5 juta orang untuk cetak di tahun 2017. Influencer di Youtube atau Instagram semakin populer dan memiliki banyak pelanggan (subscribers) atau pengikut (followers) yang mengalahkan jumlah pelanggan dan pembaca media cetak.

Bagaimana media dan jurnalis dalam kondisi ini?

Dewan Pers melalui surat edaran tertanggal 22 April 2020 mengimbau agar perusahaan pers turut membantu para karyawan yang terdampak krisis akibat pandemi covid 19 untuk memperoleh bantuan Jaring Pengaman Sosial.

Dalam pernyataan sikapnya pada tanggal 15 Mei 2020, Asosiasi Perusahaan Media dan Asosiasi Profesi Media mendorong pemerintah untuk menyelamatkan daya hidup pers nasional yang sedang menghadapi krisis ekonomi serius akibat pandemi Covid-19 dengan cara mendorong Negara untuk tetap mengalokasikan dana sosialisasi kebijakan, program, atau kampanye penanggulangan Covid-19, baik di tingkat pusat maupun daerah untuk perusahaan pers, mendorong Negara untuk memberikan subsidi harga kertas bagi perusahaan pers cetak sebesar 20% dari harga per kilogram komoditas tersebut. Lalu mendorong Negara memberikan subsidi biaya listrik untuk perusahaan pers sebesar 30% dari tagihan per bulan pada periode Mei – Desember 2020, dll.

Walaupun ini kemudian menimbulkan sejumlah pertanyaan: mengapa harus meminta pemerintah untuk mendukung media, apakah selama ini dana yang dipunyai media tak cukup untuk membiayai keberlangsungan media, mengingat media seperti televisi misalnya selalu mendapatkan iklan berlimpah, masih banyak menayangkan sensasionalisme tubuh perempuan, meraup untung dari tayangan personal artis di acara infotaiment. Bahkan sejumlah pemilik media televisi yang juga merupakan pemilik partai, selalu memunculkan konten partainya di media yang ia miliki. Apakah media seperti ini layak untuk mendapatkan bantuan pemerintah?

Bagaimana dengan media kecil di daerah, media komunitas, media alternatif yang selama ini tak mendapatkan support dari pemerintah?

Media adalah ruang dimana suara publik terdengar dan ruang untuk mengkritisi kebijakan pemerintah. Jurnalis adalah subyek yang paling penting di media, mereka menggerakkan suara publik melalui tulisan, menyebarkannya sehingga publik mendapatkan informasi soal kebijakan pemerintah. Media menjadi ruang untuk kritik publik. Maka penting untuk mendiskusikan tentang media dan nasib jurnalis

Bagaimana nasib jurnalis di masa Pandemi Covid jika kondisi keuangannya memburuk? Apakah tak mungkin PHK jurnalis semakin bertambah? Apakah yang sudah dilakukan jurnalis di internal media? Apa yang dilakukan perusahaan media dalam kondisi ini?

Apakah kondisi ini berimbas pada para jurnalis perempuan, harus bekerja dari rumah, sesekali ke lapangan melakukan peliputan dan harus mengerjakan pekerjaan rumah?

Konde.co mengadakan diskusi dalam program “Jurnalis Perempuan Bicara” untuk ngobrol persoalan-persoalan ini pada:

Hari/ tanggal: Jumat, 19 Juni 2020

Jam: 19.00 WIB

Di akun Instagram @Konde.co

Bersama: Endah Lismartini (Pengurus Serikat Pekerja Media “Solidaritas Pekerja VIVA”/ VIVA.co.id)

Moderator: Adriana Tika/ Managing editor Konde.co

Jurnalis Perempuan Bicara merupakan program Konde.co yang diadakan secara reguler setiap bulan selama tahun 2020 untuk memberikan ruang pada jurnalis perempuan untuk bicara

(Tim Konde.co)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!