Merawat Pasien Covid Yang Hidup Sendiri: Bagaimana Menggalang Dukungan Teman

Merasakan sakit kepala hebat dan demam tinggi, Bulan ternyata positif Covid-19. Bulan adalah pekerja harian, jika ia dirawat di rumah sakit, maka ia tak bisa mencari uang. Iapun hidup sendirian. Menumbuhkan kepedulian kawan adalah hal penting yang kemudian kami lakukan

21 November 2020, kawanku, sebut saja Bulan, mengirim pesan, ia mengabarkan hasil swabnya positif. Ia tinggal sendiri di kamar sewa. Penghasilannya tidak menentu. Di kamar sewanya hanya tersedia mie instan dan beras, bantuan Sembako.

Sakit kepala hebat dan demam menyerangnya. Membuat Bulan semakin kesulitan untuk memasak makanan. Uang ditangannya tinggal Rp. 65.000. Perempuan yang sudah lama hidup sendiri ini bingung apa yang harus ia lakukan. Sementara nyeri kepala semakin membuatnya takut dengan virus Corona yang menggerogoti imunnya.  

Pengalaman Bulan membuka hatiku, meskipun pandemi COVID-19 ini adalah persoalan global dan upaya penanganannya terus diupayakan oleh negara, pandemi ini memberikan dampak dan kesulitan yang berbeda pada setiap orang.

Mereka yang memiliki banyak penghasilan, tinggal mencari hotel terbaik untuk isolasi mandiri atau layanan rumah sakit yang optimal. Sebagian orang bisa tetap tinggal di rumah, dengan kemewahan kebun untuk berjemur dan uang simpanan untuk bertahan selama isolasi mandiri.

Tapi ini tidak bisa dirasakan Bulan. Bagi Bulan, banyak hal yang harus ia pikirkan, bahkan dari mulai bagaimana ia bisa tetap makan. Waktu dokter menyarankannya isolasi mandiri, hati Bulan menjadi kecut.

“Bila aku isolasi mandiri, bagaimana aku bisa makan. Bila aku tidak ke jalan, aku tak dapat makan,” keluh Bulan.   

Belum lagi, memikirkan agar ia dapat terus membayar kamar sewanya. Aku menyemangati Bulan, agar ia  mendesak dokter tempat ia berkonsultasi untuk memberikan rujukan apakah itu rumah karatina atau perawatan di rumah sakit, agar kondisi kesehatan tubuhnya tidak  memburuk.

Bersamaan gelombang kedua peningkatan orang yang terinfeksi COVID19, aku mengerti upaya Bulan mendesak dokternya bukan hal mudah. Bulan akan berkompetisi dengan pasien lain yang berkebutuhan sama atau bahkan lebih membutuhkan perawatan dibanding Bulan.

Bila kuamati cara petugas kesehatan dan rumah sakit mengurus pasien COVID19, minimal dari pengalamanku di 4 puskesmas dan rumah sakit berbeda, petugas cenderung hanya melihat seberapa parah pasien menunjukkan gejala. Pasien yang belum menunjukan sesak nafas nafas, dengan cepat dianjurkan isolasi mandiri. Hal itu juga yang dialami Bulan.

Masalahnya,  pendekatan isolasi mandiri ini hanya tepat buat mereka yang berkemampuan ekonomi cukup, tak semua orang bisa mendapatkan ini. Seperti memiliki rumah tinggal yang layak untuk isolasi mandiri, sirkulasi yang baik dan berjarak dengan tetangga, uang untuk mengolah atau membeli makanan dengan nutrisi yang baik. Dan Bulan tidak memiliki keduanya. Karena itu aku terus menyemangatinya untuk menempuh rumah karantina atau perawatan di rumah sakit sesuai kebutuhan kondisi kesehatannya.

22 November 2020, Bulan mengabarkan upayanya berhasil. Ia akan dijemput petugas kesehatan untuk dibawa  ke Pusat Isolasi OTG-Covid19 di kotanya. Tetapi penjemputan  baru akan terjadi tiga hari lagi. Untuk mengurangi sakit kepalanya, dokter memberikan resep untuk ia tebus. Pertanyannya, lalu bagaimana cara Bulan memenuhi kebutuhan gizi dan ketentraman pikirannya selama tiga hari ke depan?

Tiga hari ini, akan menjadi masa krusial, bagaimana caranya agar kondisi Bulan tidak memburuk. Apalagi ia hanya diberi obat tanpa observasi medik lebih mendalam.

Dalam kondisi seperti itu,  dukungan dari masyarakat menjadi penentu utama. Kawan-kawan Bulan yang sebagian besar para musisi jalanan, ngamen ke jalan dan seluruh pendapatannya dialokasikan untuk kebutuhan Bulan.

Aku membantu kawan-kawan ini dengan menghubungi beberapa kawan yang dapat membantu. Kami juga mencari  kawan yang tinggal sekota dengan Bulan untuk membantu mengantar makanan, madu dan kebutuhan lainnya. Sehingga Bulan menjadi mungkin untuk melakukan isolasi mandiri sambil menunggu penjemputan oleh petugas kesehatan. Ketua RT di lingkungan Bulan, berperan sebagai penerima dan penyampai bantuan, sehingga resiko penularan dapat dikurangi. Yang juga tak kalah penting, dukungan untuk merawat kesehatan mental Bulan. Satu, dua kawan pun memberikan waktunya untuk menelpon Bulan,  memberi penghiburan dan semangat melalui masa sulit itu.

24 November 2020, Bulan berkabar jika ia sudah mulai dirawat di Pusat Isolasi OTG-Covid19. Semoga, Bulan bisa menikmati masa pemulihan yang memadai. Satu pekerjaan rumah lagi, nanti bila Bulan sintas dari infeksi COVID-19 dan dapat kembali ke kamar sewanya, bagaimana kita dapat melanjutkan dukungan untuk mendukung Bulan agar dapat melakukan isolasi mandiri  secara memadai.  

Bulan bukan satu-satunya kisah. Masih banyak masyarakat yang dalam kondisi kekurangan, bahkan kehilangan mata pencaharian sejak pandemi COVID-19. Langkah bersama untuk mendukung kawan  sebelum dan sesudah perawatan dari infeksi COVID-19 dapat menjadi salah satu model untuk menjaga ketahanan hidup bersama.

Dewi Nova

senang belajar hidup bersama semesta, menulis puisi, cerpen, esai sosial dan naskah akademis. Bukunya antara lain Perempuan Kopi, Burung Burung Bersayap Air, Mata Perempuan ODHA, Di Bawah Kaki Sendiri: Pengabaian Negara Atas Suara Korban Pelanggaran Kebebasan Beragama /Berkeyakinan, Akses Perempuan Pada Keadilan dan Mengkreasi Bisnis yang Produktif dan Inklusif Keragaman Seksual. Dewi dapat dihubungi melalui dewinova.wahyuni@gmail.com.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!