7 Jenis Relasi Toksik Berbasis Online

Bermacam-macam cara perlakuan toksik yang dilakukan di dunia digital. Relasi toksik berbasis online ini tak hanya terjadi dalam pacaran, tapi bisa jadi juga dengan teman dan keluargamu

Apa saja relasi toksik yang dilakukan secara online? Dan mengapa kita mesti tahu? Penting bagi kita untuk kita mengenalinya agar kita terbebas dari relasi toksik di dunia digital:

1.Mengirimkan pesan, tweet, status, gambar, atau format lainnya di platform online yang berisi hal melecehkan, gak sopan, mengejek, merendahkan, atau hal-hal sejenis lainnya.

Sekali pun saat kamu sedang bertengkar, gak keren banget ‘kan kalau ketahuan bertengkar sama semua teman di path? Karena mengirimkan pesan saat kita marah di media sosial bisa menjadi bumerang bagi kita, karena orang lain bisa membaca apa yang terjadi dengan kita dan relasi kita dengan orang lain. Hati-hati ya, karena orang lain bisa memanfaatkan pesan-pesan kemarahan ini dan merugikan kita

2.Diam-diam pasanganmu selalu mengecek handphonemu dan memonitor siapa saja yang berinteraksi denganmu

Nah, kamu seharusnya menolak jika ini tak membuatmu nyaman, karena apa sih enaknya dimonitor? Bagaimanapun juga, kamu punya privacy dan kamu berhak untuk menyimpan sesuatu yang harus kamu keep sendiri. Dimonitor itu khan rasanya seperti dia tidak percaya sama kita, padahal relasi itu harus berlandaskan rasa percaya

3.Memaksakan kehendak, termasuk kehendak di ranah digital

Kadang-kadang ini juga terjadi dengan banyak pasangan, misalnya pasanganmu membuat aturan: apa yang boleh dan tidak boleh kamu lakukan. Pasanganmu lupa bahwa seharusnya dalam relasi itu, setiap pasangan harus ditanya: apakah perlakuannya membuat nyaman? Jika tidak nyaman, apa yang dibutuhkan? Memaksakan kehendak artinya dia terlalu mengatur hidupmu. Jika dalam pacaran saja dia sudah mengaturmu, bagaimana jika menikah nanti?

4. Selama 24 jam mengirimi teks, menelepon atau face time, kemudian marah jika kamu tidak meresponnya dengan cepat.

Relasi seperti ini merupakan relasi toksik atau tidak sehat, ini hampir mirip dengan memonitor, namun dengan permintaan macam-macam. Kamu harus stand by 24 jam di depan handphone dan harus meresponnya secara cepat. Padahal kamu punya segudang pekerjaan dan kegiatan yang harus kamu lakukan, termasuk kamu berhak berinteraksi dengan siapa saja di luar relasi kalian berdua

5.Mengirimkan foto, suara, gambar, atau teks yang vulgar dan yang tidak kamu inginkan agar kamu juga merespon hal serupa

Kalau ini jelas merupakan perilaku yang melecehkan. Kamu bisa menyudahi dengan mengungkapkan kemarahanmu. Jika tak cukup, kamu bisa melaporkan pelecehan ini ke lembaga yang mengadvokasi digital atau ke lembaga perempuan, karena perilaku seperti ini tak bisa didiamkan

6.Mencuri atau memaksa pasangan untuk berbagi password-nya

Untuk apa kamu tahu password pasanganmu? Apakah dia memberikannya dengan senang hati atau terpaksa? Jika dia terpaksa memberikan passwordnya, atau dia mencuri passwordmu, jangan sekali-kali percaya karena bisa jadi dia pengin menguasai hidup kita

7.Pasangan mengatur, bahkan menghapus teman-teman kita di sosial media

Pasangan yang seperti ini juga bahaya karena dia akan mendominasi hidup kita dan mengekang kita ketika kita memilih mau berteman dengan siapa. Dominasi merupakan ciri-ciri relasi toksik yang harus kita jauhi, karena percayalah, kita hidup dengan banyak sekali lingkungan yang berbeda. Jika dia sudah menghapus teman-teman kita di media sosial, ini artinya dia akan membatasi kita untuk berteman dengan teman-teman kita

Jika kita sudah mengenal relasi toksik di dunia digital, maka yang harus kita lakukan adalah menolak relasi toksik ini dengan mengatakan: say no toksik di dunia digital.

(Foto/Ilustrasi: Pixabay.com)

(Referensi: www.helpnona.com)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!