#BreakTheBias: Tema Hari Perempuan Internasional 2022, Jadikan Tema Hidupmu!

#Breakthebias atau stop melakukan hal-hal yang bias, dipilih menjadi tema internasional Hari Perempuan 2022. Para feminis mengidentifikasi, jika bias pada perempuan sudah terjadi sejak perempuan dalam kandungan. Bayi perempuan dipilihkan warna pink, dan bayi laki-laki warna biru. Identitas yang bias inilah yang terus melekat dan menyebabkan stereotipe yang terus menerus.

Kapan bias gender pertamakali mulai terjadi? Ada yang menyatakan bahwa bias gender pertama kali dimulai di sekolah, yaitu ketika anak-anak mulai dikenalkan bahwa sepakbola adalah olahraga laki-laki, dan menari hanya dikhususkan untuk perempuan.

Namun ada yang menyatakan, bias gender sudah terjadi sejak perempuan masih di dalam kandungan, sejak mereka belum lahir, yaitu ketika orangtua sudah memilihkan bahwa laki-laki harus memakai baju biru dan perempuan harus memakai baju pink.

Kalimat ini diucapkan oleh beberapa teman ketika kami mendiskusikan soal bias yang dilekatkan pada perempuan.

MS Magazine pernah menuliskan soal kartu-kartu ucapan pada bayi-bayi baru lahir. Kartu ucapan ini dikeluarkan oleh perusahaan-perusahaan kartu yang berbunyi:

“For the Brilliant Baby Boy” atau “untuk laki-laki pintar”

“For the beautifull girl” atau “untuk perempuan cantik”

Kartu-kartu ini kemudian dikonsumsi para orangtua yang kemudian akan diberikan pada bayi-bayi yang lahir kemudian.

Dari sini kita bisa melihat bahwa bias gender sudah dimulai sejak bayi belum lahir, seperti ada tuntutan untuk bayi laki-laki harus pintar dan sukses, sedangkan bayi perempuan harus terlahir cantik.

Baca: Kodrat Perempuan Bukan Dapur-Sumur-Kasur

Identitas yang bias inilah yang terus melekat pada identitas baru laki-laki dan perempuan. Inilah yang disebut bias yang menimbulkan stereotyping atau stigmatisasi. Teori feminis mengenai identitas ini kemudian mengidentifikasi bahwa pemikiran yang bias ini merupakan titik awal keberangkatan setiap proses kesadaran diri. Konsep ini lahir ketika identitas ini dilekatkan begitu saja pada perempuan dan laki-laki

Teori feminis juga mengatakan soal anggapan atau penstereotipe-an peran jenis kelamin yang berkaitan dengan ciri pribadi yang sangat luas cakupannya, sifat-sifat yang dilekatkan pada perempuan dan laki-laki yang teridentifikasi, misalnya laki-laki adalah manusia unggul dan perempuan adalah orang yang hangat dan ekspresif, Stereotype ini ditemukan di bacaan, sekolah, bahasa, dan anggapan yang melekat di lingkungan sekitar

Feminis, Inge Broverman mengidentifikasi tentang konstruksi yang melekat ini. Bias yang menyebabkan stereotyping ini awalnya terjadi di rumah, lalu di lingkungan tempat anak-anak dibesarkan, lalu di sekolah dan melalui buku-buku bacaan. Tuntutan agar perempuan selalu cantik atau harus seperti diinginkan orang lain, jadi tak pernah mudah.

Media kemudian membesarkan tuntutan ini dengan mengatakan bahwa: jika ingin cantik, maka perempuan harus dandan, make over wajahnya, make over rambutnya dan make over sikapnya,  seperti harus lembut dan teratur cara bicaranya. Jika tidak, maka ia harus cepat-cepat masuk salon agar segera dipermak dan masuk sekolah kepribadian. Tuntutan ini melekat dan terjadi secara turun-temurun. Dari sini, masyarakat kemudian jadi memberikan kriteria soal cantik dan tidak cantik.

Baca: Apa Kata Catatan Tahunan Komnas Perempuan?

Yang terjadi selanjutnya adalah lingkungan sekitar lupa bahwa mereka telah melakukan subordinasi dan obyektifikasi pada perempuan. Pada wajahnya, pada rambutnya, pada sikapnya, pada pilihan-pilihannya.

Stereotype ini juga banyak menimbulkan diskriminasi, atau suatu perlakuan tidak menyenangkan yang didasarkan pada keyakinan patriarkis bahwa bahwa perempuan memiliki atribut yang tidak dikehendaki.

Para feminis menyebut bahwa diskriminasi secara statistik bisa terjadi ketika perempuan ditolak dalam sebuah pekerjaan bukan hanya karena dia adalah seorang perempuan, namun karena dianggap secara statistik lebih cenderung memperhatikan keluarga dibanding laki-laki.

#Breakthebias: Tema Hari Perempuan Internasional 2022

Dalam website International women’s day https://www.internationalwomensday.com/  tertulis, dalam momen 8 Maret 2022 ini, mereka mengajak seluruh dunia untuk membayangkan dunia yang setara gender, dunia yang bebas dari bias, stereotip, dan diskriminasi, karena dunia itu seharusnya beragam, adil, dan inklusif dimana perbedaan dihargai dan dirayakan.

Secara kolektif kita semua bisa berteriak bersama #BreakTheBias, karena secara individu, kita semua bertanggung jawab atas pikiran dan tindakan kita sendiri – sepanjang hari, setiap hari.

“Kita dapat mematahkan bias di komunitas kita. Kita dapat mematahkan bias di tempat kerja kita. Kita dapat mematahkan bias di sekolah, perguruan tinggi, dan universitas kita. Bersama-sama, kita semua dapat mematahkan bias pada Hari Perempuan Internasional dan seterusnya.”

Disengaja atau tidak disadari, bias membuat perempuan sulit untuk maju. Mengetahui bahwa bias itu ada di lingkungan kita tidaklah cukup, diperlukan tindakan untuk menyamakan kedudukan secara bersama-sama

“Akankah kamu secara aktif menyebut bias gender, diskriminasi, dan stereotip setiap kali kamu melihatnya?. Maukah kamu membantu mematahkan bias? Silangkan tangan kamu untuk menunjukkan solidaritas.”

Apakah kita hanya akan membiarkan kondisi ini? Katakan sejak dini pada anak-anak kita dan orang-orang di sekeliling kita. Karena anak-anak  harus mendapatkan pendidikan dari konstruksi yang membebaskan mereka dari bias, dari berbagai macam kriteria yang membuat bias.

Kriteria biru, pink, brillian atau beautifull. Bebaskan pilihan mereka karena mereka berhak mengetahui banyak warna dalam hidupnya. Mereka juga berhak untuk mengetahui apa yang membuat mereka nyaman dengan hidupnya.

Luviana

Setelah menjadi jurnalis di media mainstream selama 20 tahun, kini menjadi chief editor www.Konde.co dan menjadi dosen pengajar paruh waktu di Jakarta. Pedagoginya dalam penulisan isu media, perempuan dan minoritas
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!