Riset Konde.co: Bagaimana Media Memandang Tubuh Perempuan dan Aborsi Aman bagi Korban Perkosaan

Hak aborsi aman bagi korban perkosaan yang sudah diatur dalam undang-undang belum menjadi prioritas pemberitaan media. Riset yang dilakukan Konde.co menunjukkan minimnya pemahaman awak media atas isu aborsi berpengaruh terhadap sudut pandang pemberitaan dan pemilihan narasumber. Lebih jauh tuntutan redaksi terkait jumlah setoran berita dan ketiadaan panduan dan pelatihan bagi awak redaksi tentang isu aborsi juga turut berkontribusi.

Di Indonesia, kebijakan soal aborsi terus mengalami perubahan. Awalnya, aturan dalam RKUHP menyebut bahwa perempuan yang melakukan aborsi akan dipidanakan. Artinya, perempuan yang melakukan aborsi dianggap melakukan kejahatan. 

Saat ini sudah ada aturan baru yang terdapat dalam UU Kesehatan 36/2009 yang menyebut bahwa aborsi boleh dilakukan dengan ketentuan tertentu, seperti perempuan boleh melakukan aborsi jika ada kedaruratan medis dan jika ia menjadi korban perkosaan.  Ini berarti bahwa perempuan korban perkosaan yang punya indikasi darurat medis bisa melakukan aborsi seperti diatur UU Kesehatan.

Diskursus di ruang publik tentang perkosaan dan aborsi aman salah satunya dibangun, dilanggengkan, dan dapat ditulis secara kritis melalui narasi di media massa.

Secara umum sebelum penelitian dilakukan, sejumlah asumsi muncul tentang bagaimana media menuliskan soal aborsi. Seperti, walaupun sudah menuliskan sejumlah informasi soal aborsi, tetapi menurut pengamatan sekilas Konde.co, media belum banyak menulis soal hak aborsi bagi korban perkosaan. Media menuliskan isu aborsi jika sedang ramai menjadi pembicaraan, atau jika ada acara yang diselenggarakan terkait aborsi, misalnya ketika ada seminar atau audiensi.

Dalam beberapa kasus melalui pengamatan sekilas yang dilakukan Konde.co, media justru banyak menulis soal perempuan yang melakukan aborsi dan ditangkap polisi, dengan sumber rujukan narasumber pemberitaan dari keterangan Berita Acara Pemeriksaan/ BAP polisi.

Pemberitaan ini menunjukkan berat sebelah karena tidak menggunakan aturan rujukan dan perspektif korban perkosaan. Sejumlah media juga masih menuliskan secara normatif soal aborsi yang dipertentangkan, seperti soal boleh atau tidak boleh melakukan aborsi, masih mempertentangkan antara pro-choice dan pro-life, padahal aturan hukum di Indonesia sudah berubah untuk soal ini.

Untuk itu Konde.co melakukan riset untuk membuktikan asumsi ini, karena media merupakan bagian penting dalam mendukung advokasi dengan cara memberitakan. Kampanye melalui media juga efektif untuk menggalang dukungan masyarakat dan pemerintah secara lebih cepat.

Tujuan Riset

Konde.co kemudian melakukan riset tentang ‘Bagaimana Media Memandang Aturan Kebijakan Pada Tubuh Perempuan (Aborsi Aman bagi Korban Perkosaan)’. Riset ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui:

1.Bagaimana media nasional di Indonesia memberitakan soal hak aborsi bagi korban perkosaan

2.Bagaimana kebijakan media untuk pemberitaan soal hak aborsi bagi korban perkosaan

3.Bagaimana rekomendasi pemberitaan isu hak aborsi bagi korban perkosaan di media

Metode Penelitian

Konde.co melakukan 2 riset, yaitu:

1.Pertama, riset yang dilakukan dengan menggunakan metode riset framing artikeluntuk mengetahui bagaimana media menuliskan hak aborsi bagi korban perkosaan. Riset framing dilakukan terhadap enam (6) media online dengan yang pembaca terbanyak menurut versi Alexa dalam kurun waktu 21 April 2021 – 21 April 2022. Enam (6) media tersebut antara lain: Merdeka.com, Pikiran-rakyat.com, Okezone.com, Tribunnews.com, Kumparan.com, Liputan6.com.

2.Metode kedua, dilakukan dengan wawancara dan Focus Group Discussion (FGD) untuk mengetahui bagaimana kebijakan redaksi soal isu aborsi. Focus Group Discussion/ FGD dan wawancara mendalam dilakukan terhadap 4 media yang diteliti dan 4 media yang tidak diteliti, yang dilakukan dalam kurun waktu 16 Juni – 1 Juli 2022.

Hasil Riset

Hasil riset secara umum menemukan bahwa: tidak ada berita soal isu hak aborsi bagi korban perkosaan yang secara serentak diangkat oleh 6 (enam) media yang diteliti media framing-nya. Satu-satunya berita yang secara serentak mengangkat isu aborsi bagi korban perkosaan adalah ketika ada sidang DPR yang membahas pengesahan UU TPKS karena salah satu pasal di UU tersebut mengangkat isu aborsi. Artinya, media akan ramai memberitakan isu aborsi ketika sedang ramai dibicarakan, namun ketika tidak ramai dibicarakan, media tidak akan mengangkatnya

Media juga tidak mendalam mengangkat soal hak aborsi bagi korban perkosaan. Kebanyakan dari media hanya mewartakan pernyataan dari pemerintah soal pengesahan UU, beberapa dari media bahkan tidak menghadirkan penyintas atau pendamping sebagai narasumber, narasumber ahli yang secara objektif bisa mengomentari soal hak korban perkosaan.  

Temuan lain yaitu soal bagaimana kebijakan redaksi memandang aborsi. Masih minimnya pemberitaan soal hak aborsi bagi korban perkosaan dilatarbelakangi oleh beberapa alasan. Pertama, kurangnya pemahaman awak media akan isu ini.

Yang kedua, tidak banyak media yang mengangkat soal hak aborsi bagi korban perkosaan karena takut menyinggung norma sosial dan agama, padahal sebetulnya hal ini sudah memiliki justifikasi dari sisi hukum dan agama.

Ketiga, isu aborsi dianggap bukan isu ‘seksi’ dan masih dianggap isu kriminal yang merugikan perempuan, padahal isu aborsi mengorbankan perempuan

Keempat, para jurnalis juga tidak pernah mengikuti pelatihan khusus terkait isu hak aborsi bagi korban perkosaan serta kurangnya pemahaman lantas membuat kentalnya stigma terhadap aborsi.

Belum diprioritaskannya isu hak aborsi bagi korban perkosaan di media juga dilatarbelakangi oleh tuntutan kerja media saat ini. Hampir seluruh jurnalis memiliki jumlah minimal berita yang harus disetor setiap harinya. Mereka juga dituntut menghasilkan berita yang menarik banyak minat pembaca, sehingga seringkali main aman dalam menulis berita yang memang sudah viral dan banyak dibicarakan.

Rekomendasi Riset

Media merupakan salah satu tools yang efektif untuk mengkampanyekan suatu isu. Namun, hal ini tidak dapat dilakukan apabila pekerja media belum memiliki pemahaman yang baik soal isu yang akan dikampanyekan. 

Pelatihan soal isu hak aborsi bagi korban perkosaan harus secara masif diberikan kepada awak media dari yang ada di lapangan sampai redaksi.

Sampai saat ini juga belum ada buku panduan yang secara khusus mengangkat isu hak aborsi aman bagi korban perkosaan untuk jurnalis di Indonesia. Penting bagi setiap media untuk memiliki panduan ini supaya materinya bisa diikutsertakan dalam pelatihan yang secara rutin diberikan kepada jurnalis medianya setiap tahun, terutama kepada jurnalis baru.

Kelompok masyarakat sipil dan pegiat isu hak aborsi bagi korban perkosaan juga diharapkan bisa merangkul teman-teman media di setiap acaranya. Kolaborasi dari berbagai sektor dibutuhkan untuk membuat masyarakat mengerti akan pentingnya isu ini.

Peluncuran hasil riset ini dilakukan pada 10 Agustus 2022 dengan menghadirkan pembicara antaralain tim peneliti Konde.co: Nurul Nur Azizah, Kartika Febriana, Lestari Nurhajati dan Luviana, lalu Siti Mazumah/ Direktur LBH APIK, Rahayu Purwaningsih/ Direktur SpekHAM dan Sunu Dyantoro/Managing Editor Koran Tempo



Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!