Perempuan Suka Baper dan Laki-laki Tidak? Kamu Salah!

Baper-an atau bawa perasaan gak semua negatif, dan baper-an juga bukan melulu yang melakukan adalah perempuan, laki-laki juga baper-an.

Berteman sama orang yang baper, bawa perasaan ternyata bisa bikin rumit. Itu karena apa-apa dibawa perasaan.

Umumnya, orang nuduh perempuan yang baper-an. Apa-apa dibawa perasaan. Tapi kamu salah, laki-laki juga bisa baper-an. Jadi peran ini bisa dipertukarkan tidak hanya untuk perempuan, tapi juga laki-laki.

Bapakku, yang sepuh (tua) itu, sekarang mulai baper-an. Makanya si anak mesti rajin-rajin nelpon atau bertukar kabar. Contoh lain masih banyak, banyak laki-laki yang suka marah-marah dan melebih-lebihkan ketika marah.

Dalam dunia pekerjaan, baper-an juga dituduh bikin enggak produktif karena cenderung menebar hawa negatif.

Tapi, hari ini aku lagi tertarik memandang Baper-an ini dari sisi positif. Apa bisa Baper-an menjadi sesuatu yang positif?

Sejauh pengalaman hidup yang baru seuprit ini, mostly we deal with people, not a product nor a services. Kita mempekerjakan baby sitter, mempekerjakan pegawai, kebanyakan karena kita merasa sama-sama enak bekerja dengan mereka. Kita mengerjakan project dari klien, kebanyakan juga bisa berakibat menyenangkan apabila ‘perasaan’ kita bilang bahwa itu project yang menyenangkan.

Tak selalu semata karena imbalan yang menggiurkan meski berharap bisa mendapatkan keduanya sekaligus.

Orang-orang memberi support, menjadi sponsor, apakah karena semata tertarik dengan kontraprestasi yang ditawarkan? Enggak. Banyak hal membuktikan, faktor kedekatan antar manusia lah yang memuluskan itu semua. Jelas, ini pake perasaan. Bisa klik enggak, chemistry nya dapet apa enggak, dsb.

Orang-orang mau berinvestasi pada sebuah produk, apakah karena cuma semata percaya ama produknya? Enggak. Mereka percaya kepada orang yang menciptakan produk itu, percaya pada kepala yang mengelola produk itu. Lagi-lagi ini urusannya perasaan. Rasio berhitung, tapi ‘feeling’ pegang peranan.

Jadi, baper-an itu enggak selamanya negatif. Kalau kebetulan ada sikap kita yang enggak disukai, tidak bisa lah dengan mudah kita bilang: ah dia sih Baper-an aja, alih-alih introspeksi diri.

Dan dari sini juga terbukti khan, bahwa Baper itu tidak mengenal jenis kelamin, laki-laki dan perempuan bisa Baper.

Tak semua Baper adalah urusan perempuan, banyak laki-laki juga melakukannya.

Ini juga membuktikan bahwa laki-laki bukan orang yang rasional dan perempuan selalu sensitif dan bawa perasaan. Buktinya, Baper-an bisa dilakukan siapa saja.

(Artikel pernah dimuat pada 3 September 2018)





dwisep

Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!