Anak Perempuan Makan Paling Sedikit di Rumah, G20 Harus Atasi Krisis Kelaparan

Perempuan dan anak perempuan menyumbang 70 persen dari kelaparan dunia. Mereka biasanya makan paling sedikit atau paling terakhir di rumah.

Saat para pemimpin dunia menghadiri pertemuan G20 di Bali, Indonesia, yang dibuka hari ini pada 15-16 November 2022, beberapa kasus krisis kelaparan semakin parah dari hari ke hari, dan anak perempuan menjadi yang paling terdampak.

Plan Indonesia dalam pernyataan pers yang diterima Konde.co menegaskan kepada negara-negara anggota G20 untuk menyadari bahwa krisis kelaparan membutuhkan perhatian segera, dan memastikan kerawanan pangan tidak terjadi lagi

Plan Indonesia menuliskan surat terbuka mendesak negara-negara anggota G20 untuk memastikan segala dana dan upaya untuk dikerahkan guna merespons krisis kelaparan saat ini dan kerawanan pangan di masa depan, dengan mempertimbangkan kebutuhan anak perempuan. Dini Widiastuti, Direktur Eksekutif Plan Indonesia menyatakan mendesaknya kebutuhan untuk anak-anak perempuan ini.

“Sektor pendanaan harus dipastikan, agar tidak perlu lagi ada satu hari terbuang, sementara jutaan orang terancam kelaparan.”

Kini, hampir 50 juta orang di 45 negara berada di ambang kelaparan dan membutuhkan bantuan mendesak. Bantuan awal dari komunitas international dalam menghadapi krisis kelaparan global selama 20 bulan belakangan sudah menjadi awalan yang baik. Namun, langkah efektif belum cepat dilakukan dan masih minim pendanaan.

Anak perempuan dan perempuan paling terdampak. Perempuan dan anak perempuan menyumbang 70 persen dari kelaparan dunia. Mereka biasanya yang paling terpengaruh oleh kekurangan makanan.

“Anak perempuan sering makan yang paling sedikit dan yang terakhir. Mereka tidak hanya memiliki lebih sedikit akses dalam mendapatkan makanan, tetapi juga rentan menjadi pekerja anak, terjebak dalam perkawinan anak dan perkawinan paksa, serta dieksploitasi secara seksual.”

Plan Indonesia menyatakan, sebagai salah satu negara G20, yang pada 15-16 November 2022 ini bertindak sebagai tuan rumah Forum G20, melakukan beberapa hal untuk mengatasi masalah kelaparan. Namun, upaya lebih lanjut harus diambil karena tingginya tingkat kelaparan.

Tingkat kelaparan Indonesia menurut Global Hunger Index (GHI) menempati urutan ketiga tertinggi di Asia Tenggara pada 2021, setelah Timor Leste dan Laos. Tingkat kelaparan di Indonesia berbanding lurus dengan prevalensi angka stunting di negeri ini.

Bank Pembangunan Asia melaporkan prevalensi anak penderita stunting usia di bawah lima tahun (balita) Indonesia mencapai 31,8 persen dan merupakan yang tertinggi kedua di Asia Tenggara (2020).

Tingginya prevalensi ini berkaitan dengan masih perlunya upaya lebih keras untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi anak dan kaum muda perempuan, ibu hamil dan menyusui, dan penduduk lanjut usia, yang merupakan kelompok masyarakat paling rentan kekurangan makanan.

Selain rentan mengalami kekurangan makanan, masih banyak kaum muda perempuan di Indonesia mengalami perkawinan anak. Indonesia menduduki peringkat ke-2 di ASEAN dan ke-8 di dunia untuk kasus perkawinan usia anak. Akibatnya, banyak anak perempuan yang berisiko tidak mengenyam jenjang pendidikan memadai, mengalami masalah kesehatan reproduksi, kekurangan gizi, kematian saat melahirkan, kekerasan dalam rumah tangga, dan terjebak dalam rantai kemiskinan.

Berbagai komunitas sedang berupaya semaksimal mungkin untuk mendukung satu sama lain. Namun, skala dari krisis ini begitu besar dan membutuhkan bantuan mendesak dari pihak internasional. Kombinasi dari berbagai krisis, termasuk konflik di Ukraina, darurat iklim, dan krisis ekonomi dampak COVID-19, menunjukkan bahwa kelaparan adalah ancaman nyata bagi lima juta anak-anak yang berisiko meninggal dunia akibat kekurangan gizi.

Dari Sudan Selatan hingga ke Haiti, Plan International bersama lembaga-lembaga kemanusiaan lain hadir di berbagai negara paling paling terdampak untuk membantu pemerintah mengatasi krisis pangan dunia.

“Kami berupaya memperluas cakupan program kami, seperti bantuan nutrisi, bantuan uang tunai dan voucher, distribusi makanan, perlindungan anak, dan program makanan sekolah. Kami juga mendukung mata pencaharian mereka, guna memastikan masyarakat marginal dan paling rentan terdampak dapat mempertahankan sumber pencahariannya,” kata Dini Widiastuti

Plan Indonesia telah menetapkan lima desakan utama kepada negara-negara anggota G20, yaitu segera mengeluarkan dana darurat untuk menyelamatkan jutaan nyawa.

“Kita tidak bertindak sedari awal, sehingga kini menghadapi skenario terburuk, yaitu adanya kekurangan dana $ 22,2 miliar jika kita ingin mencegah 50 juta orang kelaparan dan membangun ketahanan pangan. Pendanaan harus responsif gender, tersedia atas dasar “tanpa penyesalan” untuk mencegah hilangnya banyak nyawa. Semua donor harus menyumbangkan bagiannya secara adil, tanpa mengalihkan sumber daya dari pemenuhan untuk kebutuhan kemanusiaan lainnya yang mendesak. “

Lalu pentingnya memprioritaskan kebutuhan perempuan dan anak-anak, terutama anak perempuan. Hal ini termasuk pemberian makanan di sekolah untuk membantu anakanak dan kaum muda tetap bersekolah, serta program-program perlindungan untuk membantu mengatasi pelanggaran terhadap hak-hak anak seperti perkawinan anak.

“Kami menyerukan agar Anda dapat memastikan respons kerawanan pangan tetap responsif terhadap gender, usia, dan disabilitas.”

Yang lain, meningkatkan upaya untuk mengatasi penyebab krisis kelaparan. Termasuk, konflik, krisis ekonomi, dan perubahan iklim.

“Perlu adanya kepemimpinan politik yang diperkuat untuk mencegah dan mengakhiri konflik di seluruh dunia, meningkatkan perlindungan bagi anak perempuan dan perempuan dari ketidaksetaraan dan krisis ekonomi, serta dukungan bagi negara-negara yang mengalami kelaparan untuk beradaptasi dan memperkuat ketahanan terhadap tekanan iklim yang sedang berlangsung kini dan di masa depan, termasuk melalui mekanisme pendanaan iklim.”

Lalu memperkuat ketahanan untuk mengantisipasi, beradaptasi, dan bertransformasi dalam menghadapi tekanan yang berkontribusi pada kerawanan pangan. Ini berarti peningkatan pendanaan internasional dan domestik untuk langkah-langkah antisipatif, ketahanan, adaptasi, dan sistem peringatan dini.

“Kami menyerukan kepada Anda untuk melibatkan anak perempuan dan kaum muda, serta untuk memastikan segala upaya bersifat transformatif gender, dipimpin secara lokal, dan berpusat pada anak. Dan memastikan akuntabilitas atas upaya mengatasi krisis kelaparan, termasuk melalui pelaporan yang jelas dan transparan tentang komitmen dan pencairan dana, mendukung mitra lokal, dan berkonsultasi dengan masyarakat yang terdampak, termasuk kaum muda. Kita harus bergerak sekarang untuk menyelamatkan jutaaan nyawa dan berinvestasi demi masa kini serta masa depan yang lebih baik, bagi anak-anak perempuan dan kaum muda perempuan,” kata Dini Widiastuti

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!