#BeautyHasNoGender: Tak Hanya Perempuan Yang Boleh Pakai Make up, Laki-laki Juga Boleh 

Saat ini makin banyak produk kosmetik yang berkampanye #BeautyHasNoGender atau kecantikan tak mengenal gender. Apakah slogan ini hanya sekedar untuk tuntutan trend atau memang sedang memperjuangkan bahwa tak cuma perempuan yang boleh bermake up, tapi laki-laki juga boleh pakai make up?

Pernahkah kamu mendengar pernyataan seperti ini,“Cowok yang pake make up itu banci! Gak jantan!,” ujar mereka yang seksis yang masih berpegang teguh pada konsep maskulinitas beracun. 

Tak dipungkiri laki-laki metroseksual masih kalut dirundung hanya karena menggunakan make up. Mirisnya, sebutan “plastik”, “banci”, dan “ngondek” kerap kali harus ditelan pahit oleh laki-laki yang menyenangi dunia kecantikan. 

Kendati demikian, belakangan ini perusahaan kosmetik lokal di Indonesia mulai gencar mengkampanyekan perihal konsep genderless beauty atau kecantikan tanpa memandang gender. Merek kosmetik lokal kian mendobrak stigma dengan menggandeng laki-laki sebagai model produknya. Apakah ini sekedar mengikuti trend ataukah bertujuan untuk mengubah bahwa make up tak hanya milik perempuan tetapi juga laki-laki berhak untuk pakai make up?

Sejumlah contoh brand lokal yang marak menyebarkan edukasi bahwa kosmetik inklusif itu ditujukan bagi semua gender, tidak cuma perempuan. Lantas sudah seberapa sadarkah produk kecantikan lokal dalam menyerukan tren #BeautyHasNoGender?

Produk Kecantikan Itu Genderless

Sejak era Mesir Kuno, kosmetik sudah ditempeli label feminin. Oleh karenanya, penggunaan kosmetik pada laki-laki hanya akan menjadikannya bulan-bulanan oleh sekelompok orang yang tergabung ke dalam anti metroseksual. 

Hal ini sejalan dengan kilas historisnya, yakni bertepatan pada saat Revolusi Industri sedang berlangsung dan mulai menggencarkan strategi kapitalisme. Dalam hal ini, kapitalisme telah mensubordinasi perempuan untuk mengkonsumsi produk kapitalis secara impulsif. 

Kondisi ini dipertegas dengan iklan-iklan kosmetik yang memunculkan perempuan sebagai subjek persuasi sekaligus citra produk. Persepsi masyarakat kemudian dikonstruksi pada pandangan bahwa kosmetik hanya ditujukan untuk perempuan. Pemikiran tersebut kian berkembang dan mencetuskan sebutan “metroseksual” bagi laki-laki yang pandai merawat penampilan diri. 

Stigma negatif pada laki-laki metroseksual mulai bermunculan akibat minimnya pemahaman konsep merawat diri yang berlaku untuk setiap gender. Laki-laki metroseksual mendapatkan sorotan negatif berupa pelabelan disforia gender, feminim, dan disorientasi seksual. Selain itu, maskulinitas beracun masih dilanggengkan dalam dunia industri oleh beberapa brand kecantikan. Umumnya, produk kecantikan yang dipasarkan ke masyarakat masih bias gender. Warna tertentu diasosiasikan dengan gender tertentu, seperti biru untuk laki-laki dan merah muda untuk perempuan. 

Seiring dengan kebebasan manusia untuk berekspresi, masyarakat mulai menerima penggunaan make up dan skincare di kalangan laki-laki. Melansir hasil Survei Magdalene, Juni 2022 lalu, sebanyak 99,6 persen (724 orang dari 727 responden) setuju dan menganggap wajar laki-laki menggunakan skincare dan makeup. Kendati penggunaan kosmetik dan produk perawatan tubuh sudah diterima di lingkup masyarakat urban, beberapa jenama (brand) masih mengusung teknik pemasaran berlandaskan gender (bias gender marketing). 

Konsep pemasaran tersebut dinilai telah membentuk persepsi bahwa produk skincare dan make up tidak inklusif, bahkan bertendensi menjadikan penggunaannya pada laki-laki akan membuatnya terlihat feminim. Pengemasan produk yang dinilai feminim, menimbulkan rasa segan pada laki-laki untuk membeli ataupun menggunakan produk yang sesuai. 

Seolah lepas dari belenggu yang menjerat, gebrakan feminis untuk memandang laki-laki metroseksual sebagai inovasi soal maskulininime pun muncul. Genderless beauty atau kecantikan tanpa memandang gender pun kemudian kembali dipopulerkan brand skincare dan makeup dengan menghadirkan laki-laki sebagai modelnya. Sederet nama brand kosmetik lokal sudah giat mengkampanyekan #BeautyHasNoGender dengan menggaet banyak beauty vlogger dan model laki-laki untuk mengenalkan produk kecantikan. Nama brand lokal seperti Dear Me Beauty, BLP Beauty, Rollover-Reaction, Somethinc, dan Mad for Makeup sudah mencuri garis start untuk menciptakan branding produk yang genderless. 

Tidak Melulu Tampil Feminin, Kosmetik Justru Boleh Dipakai Laki-laki

Produk kosmetik yang sempat dikotak-kotakan gendernya, mulai menemukan titik terangnya dengan adanya gerakan genderless beauty.  

Banyak produk lokal yang akhirnya menyusul tren desain produk yang terkesan genderless beauty. Dear Me Beauty selaku perusahaan produk lokal yang popular karena sering berkolaborasi dengan FnB ini, kembali mengejutkan publik. Pasalnya, produk Airy Poreless Fluid Foundation dengan shade W03 Golden Sand menghadirkan laki-laki paruh baya sebagai modelnya. 

Dear Me Beauty menyanggah stigma bahwa laki-laki yang menggunakan make up hanya akan memberikan after look feminin. Sebaliknya, tidak terlihat feminin, modelnya tersebut justru tambah berkarisma setelah menggunakan foundation tersebut. Dear Me Beauty kemudian sempat ramai diperbincangkan di jagat maya dan tuai pujian atas kejutannya dalam perilisan produk kecantikan tersebut. 

Produk Lokal Harus Terapkan Gender Neutral Marketing  

Monica McClure, copywriter Oracle Marketing, membeberkan rahasia dari produk kosmetik yang digandrungi semua orang. Generasi Z yang lebih dahulu menerima keterbukaan Beauty Has No Gender atau konsep genderless beauty ini menggeser adanya persepsi segmentasi produk kecantikan berdasarkan norma gender konvensional yang alot. 

“Bahasa netral gender lebih memberi kesan merangkul, daripada teknik pemasaran yang hanya menyasar pada penggunaan kata non-tunggal,” ungkap Biro Iklan Bigeye yang mendukung kesetaraan gender non biner. 

Munculnya fenomena gender neutral marketing berdampak besar pada pelabelan gender biner pada produk kosmetik. 

Oleh karena hal tersebut, diperlukan upaya atau dorongan berupa kampanye media sosial kreatif agar produk kecantikan dapat inklusif bagi setiap gender (gender neutral marketing). Namun, kampanye ini memerlukan power yang kuat. Dalam hal ini, perusahaan produk kecantikan berperan krusial dalam mempropagandakan Beauty Has No Gender dan konsep genderless beauty. Desain kemasan produk yang netral gender mampu memutus pembatasan pembelian yang didasarkan pada gender. Selain itu, pengenalan produk dengan mengusung laki-laki sebagai modelnya diharapkan mampu merealisasikan konvergensi maskulinitas dan femininitas, terutama di bidang kecantikan. 

Tidak hanya perusahaan produk lokal yang bergerak, tetapi perlu ada kebiasaan yang diturunkan dalam kehidupan sosial masyarakat terkait Beauty Has No Gender

Masih minimnya pemahaman dalam menanggapi fenomena laki-laki metroseksual yang kian menggurita, membuat segelintir masyarakat gelap mata. Lontaran makian serta pandangan seksis masih menjamur baik di dunia internet maupun realita. Oleh karenanya, publik harus lebih terbuka dalam keterbaruan ini dan menerima eksistensi setiap laki-laki metroseksual memakai make up  tanpa cepat-cepat berspekulasi ataupun menghakimi. 

Selly Fitriyani Wahyu

Mahasiswa Program Studi Jurnalistik Universitas Padjajaran
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!