Victim Blamming, Aktivis Perempuan Tuntut Rabbani Minta Maaf dan Hapus Konten Medsos

Aktivis perempuan yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (KOMPAKS) menuntut Agar Rabbani segera minta maaf dan menghapus konten iklan bernuansa victim blaming di media sosialnya

Kasus yang menyangkut akun @rabbaniprofesorkerudung menjadi ramai ketika dalam media sosialnya, Rabbani memposting tulisan ini pada 25 Desember 2022:

Akhir-Akhir ini sedang ramai berita tentang pelecehan seksual seolah sudah menjadi pemandangan biasa. Namun apakah ada hubunganya pakaian dengan pelecehan seksual? Ketika Perempuan berpakaian serba minim jika terjadi pelecehan siapakah yang salah? Apakah wanita yang salah karena berpakian terbuka dan mengundang seorang pria punya niat dan berpikiran jorok, Atau pria nya saja yang punya pikiran jorok jika melihat wanita berpakian terbuka?Jadi menurut rabbaners, apakah pria yang salah atau wanitanya yang bodoh?

Pernyataan ini merupakan bagian dari caption video di akun tersebut yang menampilkan perempuan berjilbab dan laki-laki dengan kalimat seperti ini:..” wanita yang berpakaian terbuka itu bodoh karena akan mengundang syahwat laki-laki..”

Sampai saat ini pernyataan tersebut masih terdapat dalam akun ini dan disukai oleh 3749 like dan sudah diprotes oleh banyak orang.

Para aktivis perempuan yang tergabung dalam KOMPAKS melihat bahwa iklan yang berjudul “Jika terjadi pelecehan, siapakah yang salah?” ini memiliki pertanyaan yang terdengar aneh.  Memangnya siapa lagi yang salah atas sebuah tindak kriminal selain pelakunya sendiri?

Setelah menonton video marketingnya sampai selesai, kita bisa melihat sikap Rabbani yang seakan menyalahkan pakaian korban kekerasan seksual atas apa yang dialaminya.

Dalam video siaran langsung secara terpisah, Rabbani juga menyebut korban kekerasan seksual mendapatkan diskon khusus. Video marketing dan siaran langsung ini menjadi bukti bahwa Rabbani menganggap kekerasan seksual adalah sesuatu yang bisa mendatangkan keuntungan dan tidak menunjukkan empati pada korban.

“Karena itu, wanita seharusnya mengenakan pakaian tertutup yang tidak memberikan kesempatan untuk pria berpikiran jorok,” begitu kata Rabbani di video dan langsung mendapatkan banyak protes.

Rabbani memosisikan korban kekerasan seksual karena pakaian yang dikenakannya, bukan perbuatan kejahatan pelakunya. KOMPAKS melihat, apapun pakaiannya, tindakan kekerasan seksual tidak bisa dibenarkan atas alasan apapun.

“Pernyataan tersebut tentu saja tidak sejalan dengan QS al-Mu’minun (23:5) di mana laki-laki dan perempuan menurut al-Qur;an masing-masing wajib menjaga diri dari nafsu seksual,” tulis KOMPAKS.

KOMPAKS juga menyampaikan hasil survei Koalisi Ruang Publik Aman tahun 2019, yang menunjukkan bahwa mayoritas korban pelecehan seksual tidak mengenakan baju terbuka, melainkan memakai celana/rok panjang (18%), hijab (17%), dan baju lengan panjang (16%). Survei tersebut dikutip dari ruangaman.org.

Dengan demikian, disimpulkan bahwa pakaian yang dikenakan bukanlah faktor determinan seseorang menjadi korban kekerasan seksual dan sekaligus tidak bisa dijadikan alasan untuk melakukan kekerasan seksual.

Maka dalam pernyataannya, KOMPAKS mendorong agar Rabbani segera minta maaf dan menghapus konten iklan tersebut serta tidak lagi membuat konten iklan yang menyalahkan korban atau menyudutkan perempuan, sebelum adanya boikot produk Rabbani

Kedua, pihaknya mendorong agar Rabbani melakukan aktivitas periklanan yang sesuai dengan etika dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Ketiga, pihaknya mendorong agar Kementerian Perdagangan Republik Indonesia dan Kementerian Komunikasi dan Informatika dapat melakukan pengawasan lebih lanjut terkait aktivitas periklanan yang melanggar etika dan mencederai kelompok identitas tertentu, dalam konteks ini adalah korban kekerasan seksual.

Keempat, pihaknya mendorong agar pemerintah daerah dapat memberikan pengawasan lebih lanjut terkait aktivitas periklanan melalui reklame yang dilakukan oleh Rabbani dalam mempromosikan produk.

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!