3 Film Bertemakan Perempuan Mencari Keadilan: Kalau Kamu Suka ‘The Glory

Ada sejumlah film yang menokohkan perempuan yang sedang membalas dendam. Tapi perspektif perempuan melihat bahwa ini bukanlah balas dendam, tapi perempuan yang sedang berjuang mencari keadilan

Drama serial Korea Selatan The Glory” (2022) baru-baru ini dirilis lanjutannya sampai tamat. Setelah menunggu cukup lama (maksudnya, kurang lebih dua bulan), akhirnya kita bisa kembali menyaksikan aksi Song Hye-kyo memperjuangkan “keadilan” untuk dirinya setelah belasan tahun ia menyusun rencana. 

Singkat cerita, Moon Dong-eun (Song Hye-kyo) pernah dirundung selama Ia bersekolah. Ia mengalami kekerasan verbal, fisik, hingga seksual oleh lima schoolmate-nya. 

Selama belasan tahun, Ia berstrategi untuk membalaskan dendamnya kepada para pelaku perundungan itu. Dong-eun dibantu oleh orang-orang terdekat dalam menyelesaikan misinya. Namun, tentu perjalanannya melakukan balas dendam tidak akan semulus rencananya. Park Yeon-jin (Lim Ji-yeon), ketua geng perundung, bergantung pada kekayaan, kejayaan, dan kepercayaan ibunya terkait Syamanisme sebagai bentuk alat kuasa mencegah misi Dong-eun. 

Dilansir dari Decider, ada dua tipe film bertemakan balas dendam berdasarkan tujuannya. Tipe pertama, cautionary revenge tales, dibuat untuk memberikan peringatan ke orang bahwa tindakan balas dendam bisa saja berujung buruk, seperti backfire ke diri sendiri. Tipe kedua, revenge fantasy, dibuat untuk memberikan kepuasan ke penonton yang tidak dapat membalaskan dendamnya di realitas. Tentu serial “The Glory” keluaran Netflix ini masuk tipe yang kedua.

Walau pola akhiran film revenge fantasy seringnya gitu-gitu saja, penonton sering kali dibuat terhibur dan puas dengan berbagai adegan pelaku yang disengsarakan. Namun, penikmat jarang mempertanyakan sisi etis, normatif, dan logis saat menonton film bertemakan balas dendam tipe ini. Bahwa sebenarnya permainan hakim sendiri atau “mata dibalas mata”–lex talionis–sebenarnya tidak ideal di era sekarang. Namun, kita sebagai penikmat film sesimpel memikirkan serunya saja. 

Lagipula harmless juga, asal kita penikmat bisa memahami batasan yang ada di dalam film, tanpa mengimplementasikan kekerasan di dunia nyata.

Kalau kamu senang dengan drama serial “The Glory”, ini rekomendasi 3 tontonan revenge fantasy yang mungkin juga bisa kamu nikmati! Tentunya, saya sebagai penulis juga telah menikmati~

1. My Name (마이 네임) (2021)

Sumber: Digital Spy

Serial berjumlah delapan episode ini menceritakan seorang perempuan, Yoon Ji-woo (Han So-hee), yang berusaha untuk membalaskan dendamnya. 

Saat remaja, Ji-woo menyaksikan pembunuhan terhadap ayahnya–oleh seorang bandit–di balik pintu unit tempat ia tinggal. Atas kemalangan yang terjadi, Ji-woo ditawarkan untuk masuk ke dalam suatu organisasi yang diketuai Choi Moo-jin (Park Hee-soon). Melihat kemungkinan untuknya mendapatkan dukungan, Ji-woo memutuskan untuk bergabung dengan Moo-jin. Ji-woo mempersiapkan dirinya dengan melakukan pelatihan berkelahi dan bersenjata secara rutin. Film ini membalaskan ‘dendam’ apa yang telah dialami ayahnya.

2. Marlina, Si Pembunuh dalam Empat Babak (2017)

Sumber: Marlina the Murderer

Marlina (Marsha Timothy) adalah seorang janda yang tinggal sendiri di suatu rumah di Sumba. Suatu hari, rumahnya didatangkan dengan tujuh perampok yang berencana mengambil harta dan melakukan kekerasan terhadap Marlina. 

Film ini menceritakan Marlina yang mencari keadilan atas kekerasan yang dialaminya, sesulit apa pun itu. Perjalanannya begitu jauh, tapi ia tetap teguh dengan apa yang ia pegang–kepala sang bos perampok, Markus (Egi Fedly), yang sudah mengganggu kediamannya. 

Sebelumnya, Konde.co juga pernah memuat artikel yang mereviu film ini. Klik untuk baca.

3. Unsane (2018)

Sumber: Nylon

Sawyer Valentini (Claire Foy) adalah seorang perempuan penyintas kasus penguntitan oleh seorang laki-laki bernama David Strine (Joshua Leonard). Kejadian itu begitu membekas sehingga ia takut berinteraksi dengan lawan jenis. Maka dari itu, Sawyer memutuskan untuk berkunjung ke Highland Creek Behavioral Center untuk bertemu dengan konselor.

Namun, tanpa diketahuinya, Sawyer dijadikan pasien dengan gangguan jiwa. Belum selesai satu, masalah datang kembali ke hidup Sawyer. Ia menduga salah satu pekerja di sana adalah penguntitnya dahulu, David, yang sekarang bersembunyi di balik nama George Shaw. George membantah tuduhan Sawyer–menganggap Sawyer berlaku demikian karena halusinasi.

Sumber gambar: Netflix

Fiona Wiputri

Manajer Multimedia Konde.co
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!