Yuk, Simak Pedoman Perlindungan Anak Pembela HAM

Dalam menyuarakan dan membela hak-haknya, anak-anak rentan mendapat ancaman dan serangan.  Serangan terhadap anak pembela HAM juga kerap kali dilakukan baik secara langsung atau tidak langsung, misalnya serangan ditujukan kepada organisasi atau keluarga mereka.

Pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) termasuk hak anak masih kerap mengalami kendala di Indonesia. Hak partisipasi atau hak berpendapat dan berekspresi masih merupakan hak anak yang paling memiliki tantangan dalam implementasinya. Rendahnya pemahaman masyarakat dan pemangku kebijakan terkait partisipasi anak yang bermakna menjadi salah satu alasan lemahnya dukungan terhadap pembela HAM, termasuk hak anak.

Tak jarang anak-anak yang melakukan pembelaan HAM mengalami berbagai ancaman dan serangan termasuk stigmatisasi, penolakan, dan kekerasan. Status anak-anak di masyarakat masih dianggap kurang memiliki kekuatan politik serta ketergantungan pada orang dewasa juga merupakan tantangan yang dihadapi oleh anak-anak pembela HAM. 

“Waktu saya laporkan kasus perkawinan anak ke orang dewasa yang ada di desa, tetapi mereka meminta saya untuk tidak ikut campur masalah ini, dan cenderung mengancam saya. Belakangan saya tahu bahwa ada orang di desa yang terlibat dalam pemalsuan usia anak, usia anak didewasakan, sehingga anak-anak mendapatkan izin menikah dengan mudah. Saya mengalami kesulitan untuk menyuarakan hal ini secara luas karena takut ancaman orang dewasa,” ujar Dinda, anak perempuan asal Nusa Tenggara Barat.

Save the Children Indonesia bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Komisi Perlindungan Anak Indonesia serta koalisi perlindungan pembela HAM dan para mitra pembangunan meluncurkan Petunjuk Teknis Partisipasi Anak dalam Proses Pembangunan dan Pedoman Perlindungan Anak Pembela HAM.

Peluncuran ini merupakan rangkaian kegiatan “Berbagi Praktik Baik dari Program HEAL (Promote Human Rights and Equality to Achieve Sustainability) Melalui Partisipasi Anak yang Bermakna Menuju Indonesia yan Inklusif”. Program ini dijalankan sejak 2021 bersama Yayasan Tifa dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) atas dukungan dari European Union (EU).

BACA JUGA:

Dunia Tanpa Kekerasan Bagi Anak

Menolak Perkosaan Anak

Menikah Di Usia Anak? Bisa Kehilangan Waktu dan Kesempatan

Sebagai upaya memastikan pemenuhan hak anak terutama hak partisipasi anak dalam mendorong pemenuhan hak-hak mereka, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bersama Save the Children Indonesia juga telah menyusun petunjuk teknis penyelenggaraan partisipasi anak dalam proses pembangunan. hal ini dilakukan untuk memberikan penghargaan terhadap pandangan anak sehingga ruang partisipasi anak dalam pembangunan dibuka seluas-luasnya. 

“Salah satu prinsip dasar Konvensi Hak Anak yang juga menjadi dasar pembangunan kebijakan, program, dan kegiatan pemenuhan hak dan perlindungan anak adalah menghargai pandangan anak. Hal ini berarti anak mempunyai hak untuk berkontribusi sebagai subjek pembangunan serta berhak untuk terlibat dan dilibatkan dalam setiap proses pembangunan. Dan komitmen penghargaan terhadap pandangan anak perlu harus selalu didorong untuk memastikan pembangunan Indonesia yang inklusif, tegas I Gusti Ayu Bintang Darmawati, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia.

Dalam menyuarakan dan membela hak-haknya, anak-anak rentan mendapat ancaman dan serangan.  Serangan terhadap anak pembela HAM juga kerap kali dilakukan baik secara langsung atau tidak langsung, misalnya serangan ditujukan kepada organisasi atau keluarga mereka.

“Pedoman Perlindungan Anak Pembela HAM yang telah dibuat meliputi dua hal penting, yakni tahap pencegahan dan tahap mitigasi dampak sebagai bentuk perlindungan anak. Anak-anak Pembela HAM didefinisikan sebagai Pembela HAM yang berusia di bawah 18 tahun, yang baik sendiri atau bersama-sama melakukan atau mengambil tindakan untuk penghormatan, perlindungan, pemenuhan dan pemajuan hak-hak asasi manusia, termasuk hak-hak asasi anak, meskipun mereka tidak melihat diri mereka atau dilihat oleh orang lain sebagai Anak Pembela HAM,” jelas Ai Maryati Solihah, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia.

Bentuk perlindungan pada tahap pencegahan dilakukan manakala serangan atau risiko keamanan atau pelanggaran terhadap Anak Pembela HAM belum terjadi. Hal-hal yang harus dilakukan di antaranya adalah pemberian konsultasi; melakukan asesmen terhadap insiden keamanan, ancaman, dan risiko; menyusun rencana keamanan dan keselamatan; pelaksanaan rencana keamanan, serta pemantuaan kondisi Anak Pembela HAM. Dan bentuk perlindungan pada tahap mitigasi dampak adalah hal-hal yang harus segera dilakukan seperti: evakuasi; pendampingan hukum; intervensi; penggalangan dukungan; dan pemulihan korban.

Save the Children Indonesia melalui Program HEAL bertujuan untuk mempromosikan dan mendukung pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) dan kesetaraan untuk mencapai keberlanjutan dalam merespon dampak pandemi COVID-19 di Provinsi Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat sejak tahun 2021.

“Bersama dengan para mitra, kami melakukan serangkaian pelatihan pengembangan kapasitas anak dan orang muda, termasuk memastikan mereka mendapatkan ruang yang aman untuk berpartisipasi dalam pembangunan di wilayahnya untuk kehidupan mereka yang lebih baik,” Jelas Erwin Simangunsong, Chief of Program Implementation Save the Children Indonesia.

Erwin menjabarkan, Program HEAL juga bekerja sama dengan Komnas HAM untuk mengedukasi masyarakat, anak, dan orang muda tentang nilai-nilai HAM, termasuk inklusivitas dan non-diskriminasi. Bersama KPAI dan Koalisi Perlindungan Pembela HAM.

“Kami bekerja membuat pedoman untuk memastikan anak dan orang muda pembela HAM yang mendapatkan ancaman, dan serangan punya tempat untuk mengadu dan berlindung,” pungkasnya.

Tentang Pedoman Perlindungan Anak Pembela Hak

Detail Pedoman dapat dilihat pada link berikut: savethechildren.or.id/Pedoman-HEAL

Detail Deklarasi dapat dilihat pada link berikut: https://savethechildren.or.id/DeklarasiHAM-KelompokRentan

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!