Siapa yang tiap kali scroll media sosial (medsos), selalu aja nemu konten reviu makanan kekinian? Ada yang konsepnya sambil traveling, ngejar jajanan yang lagi viral, mukbang, atau bahkan door-to-door ke warung-warung pinggir jalan?
Ya, kreator konten itu kita sekarang sering menyebutnya food vlogger. Mereka adalah orang-orang yang menggunakan platform video medsosnya buat posting aktivitas reviu makanan, punya ciri khas dan kreativitas mengemas videonya, interaktif dengan warganet, saling berkolaborasi sesama mereka, dan konsisten.
Tatler Asia pernah menyebut vlogger ini sebagai orang yang membuat blog berupa video, sedangkan food vlogger mengacu pada orang yang membuat ulasan tentang makanan atau minuman melalui video.
Istilah food vlogging ini berasal dari video blogging. Mereka biasanya menunjukkan proses pembuatan makanan atau minuman dengan tampilan yang kreatif. Mereka kemudian menyantap makanan di depan kamera. Sambil berbagi soal pengalaman mencicipi, rasa makanan, layanan sampai suasana dari tempat di mana ia makan.
Berbagai sumber menyebut, para penggemar makanan yang juga menjadi target audiens dari food vlogger ini, umumnya disebut foodies. Konten yang dibuat untuk mereka itu kemudian bisa digunakan secara komersial. Mulai dari penghasilan sampai popularitas.
Selain dari platform medsos yang di monetisasi (diuangkan), mereka juga bisa mendapatkan endorse dan kerja sama dengan brand/merek yang mereka reviu. Di era serba digital sekarang, penggemar food vlogger pun bisa memberikan apresiasi dengan sistem gift atau nyawer.
Sejarah Food Vlogger?
Sebelum era video di medsos berkembang, food blogging (blog makanan) lebih dulu banyak dikenal. Setidaknya pada 1997, Jim Leff sudah mengenalkan aktivitas food blogging sebagai fitur di situs web Chowhound bertajuk ‘What Jim Had for Dinner’.
Pada saat itu, Jim membuat katalog makanan yang dia santap setiap hari dalam blog makanannya itu. Sebagian besar blog makanannya itu dibuat memakai gambar yang diambil penulisnya sendiri. Blog makanannya itu fokus juga pada unsur fotografi.
Ini sesuai dengan karakteristik food blogging yang sebetulnya juga termasuk fitur jurnalisme makanan. Dia menghubungkan minat pada makanan dan fotografi makanan.
A Brief History of Food Blogs dalam Saveur menyebutkan, sejarah food blogging kemudian terus berkembang sesuai dengan teknologi dan variasi selera. Dua tahun berselang, David Lebovitz mengenalkan situs web yang fokus menuliskan blog makanan kue atau makanan pencuci mulut lainnya. Pada 2001, Jason Perlow dan penulis makanan Steven Shaw juga mulai merilis sebuah grup diskusi daring seputar makanan, e-Gullets.
Pada kisaran 2004, Robyn Lee kemudian membangun food blogging yang lebih bernuansa anak muda. “Full of youthful charm and curiosity,” begitulah slogannya.
Setahun setelahnya, tren food blogging yang memperhatikan gaya hidup sehat a la gluten-free sudah tampak dipromosikan oleh Shauna James.
Hingga kemudian pada 2010, situs sosial untuk saling berbagi foto makanan, Foodspotting, diluncurkan. The New York Times’s Diner’s Journal melaporkan bahwa mulai 2011, James Beard Foundation akan menghilangkan perbedaan antara jurnalisme daring dan cetak. Ini artinya blog dapat bersaing dalam kategori yang sama dengan artikel majalah.
Di saat yang bersamaan, kisaran awal 2000-an saat platform berbagi video daring seperti YouTube berkembang, food vlogger pertama-tama muncul. Mereka yang paham dan doyan soal makanan mulai membagikan pengalaman kuliner mereka.
Young on Top mengatakan, orang-orang yang mulai menciptakan konten kuliner di YouTube itu adalah mereka yang meniru dari acara memasak di televisi. Lalu, bergaya seperti mengajarkan cara memasak dan memberikan tips memasak. Seiring perkembangan waktu, para kreator konten itu kemudian mulai fokus merekam pengalaman makan di restoran atau kafe kemudian membagikan pengalaman icip-icipnya.
Pada masa itu, aktivitas food vlogging itu hanya sebagai hobi. Namun, seiring meningkatnya peminat konten dan popularitas, mereka kemudian menjadikan food vlogging sebagai profesi penuh waktu yang menjanjikan.
Medsos Masif, Food Vlogger Makin Berkembang
Beberapa tahun ke belakang, perkembangan platform seperti TikTok semakin menjadikan profesi food vlogger ini populer. Ada yang menjadikan TikTok sebagai platform promosi dari YouTubenya, ada juga yang berfokus di video kreatif pendek review makanan atau tempat makan, untuk mendulang viral. Anak-anak sekarang menyebutnya for your page (FYP).
Para food vlogger ini masing-masing menampilkan sisi uniknya. Bagaimana agar kontennya banyak digemari dan menarik untuk di klik tanda love.
Salah satu food vlogger perempuan yang tidak lagi asing namanya misalnya, Ria SW. Dia punya jutaan subscriber di YouTube. Dia banyak dikenal karena konsep, konten, dan editing videonya yang kece. Perempuan yang dikenal mengidolakan boyband Korea Selatan, Big Bang, itu hobi makan dan berwisata. Dia sering pergi ke luar kota bahkan luar negeri untuk berburu makanan khas atau yang hits di tempat itu.
Ada lagi, food vlogger yang gemar menyantap makanan super pedas. Dia juga suka menantang artis di Indonesia untuk ikut mencicipi makanan terpedas di dunia. Saking pedasnya, sampai ada yang pernah pingsan. Dia adalah Tanboy Kun dengan jumlah subscriber YouTubenya lebih dari belasan juta.
Jika kamu bosan dengan reviu makanan itu-itu aja, ada Nex Carlos yang melakukan penjenamaan diri sebagai food vlogger kuliner tersembunyi, yang jarang diliput media. Dia kerap berkeliling Indonesia demi mencari kuliner hidden gem. Harganya pun terjangkau, tidak kalah dengan restoran pada umumnya.
Keunggulan kolaborasi dan memunculkan slogan “memajukan UMKM” juga diusung oleh food vlogger Mgdalenaf. Magdalena banyak digemari di sosmed karena penyajian konten videonya yang eye-catching dan anak muda banget. Meskipun, belakangan konten siniar soal “makan gratis” yang sempat ramai, membikin dia banyak dihujat oleh warganet.
Dan masih banyak lagi food vlogger lainnya dengan ciri khas dan karakter berbeda, yang saat ini ramai di sosmed, yang kamu scroll tiap hari itu.
BACA JUGA:
Masyarakat Meninggalkan Makanan Tradisional. Apa Kontribusi Perempuan?
Mau Jadi Food Vlogger?
Setelah ditelusuri, sebetulnya gak ada pakem rigid untuk menjadi seorang food vlogger. Namun, paling tidak, food vlogger memang adalah seorang yang paham soal makanan, jujur dengan apa yang direviu tanpa menjatuhkan, sampai konsisten untuk mempublikasikan vlognya.
Unwritten pernah menuliskan syarat menjadi food vlogger itu sebaiknya tampil dengan natural. Tidak melebih-lebihkan. Konten yang ditampilkan itu juga seharusnya memberikan informasi yang bernilai dan dibutuhkan oleh para pecinta kuliner. Kebutuhan akan referensi atau tujuan wisata kuliner yang enak berikutnya, menjadi nilai tambah.
Etika-etika dalam membuat vlog di tempat makan juga perlu diperhatikan. Misalnya, jangan sampai mengganggu pengunjung lainnya, merugikan orang lain, atau sengaja memberikan kesan buruk, dan lainnya. Jangan sampai, niatnya mau vlog makanan malah dilaporkan pencemaran nama baik oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan. Ini mungkin terjadi, sebab ada penyebaran digital.
Dari berbagai sumber disebutkan, food vlogger bisa dilakukan oleh siapa pun. Kamu pun juga bisa. Beberapa tipsnya seperti kamu bisa memulai dengan menyiapkan alat-alat untuk pengambilan video dan platform digital.
Kamu bisa mulai dengan reviu makanan khas, unik, atau yang lagi viral di lokasi terdekatmu. Kamu bisa juga melengkapi informasinya dengan riset bahan. Kemudian, kamu bisa sunting dan beri judul menarik. Upayakan kamu punya ciri khas seperti ketika opening untuk bikin vlogmu mudah dikenal. Selanjutnya, bikin interaksi dengan audiensmu.
Share video food vlogger yang kamu bikin itu ke berbagai platform medsosmu. Ajak teman-temanmu buat like, comment, dan subscribe
BACA JUGA:
Perempuan Menghidupkan Pangan Lokal untuk Memutus Rantai Stunting