Aurel Hermansyah dan Atta Halilintar saat pesta gender reveal anak kedua mereka. (Sumber foto: Instagram @attahalilintar)

Gender Reveal Anak Atta Aurel Diperdebatkan, Padahal Anak Laki-Laki dan Perempuan Sama Saja

Pesta gender reveal yang diadakan oleh artis Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah memicu reaksi netizen. Pasalnya, keluarga Halilintar menyatakan kekecewaan mereka atas jenis kelamin bayi Atta dan Aurel. Komentar-komentar netizen menegaskan bahwa jenis kelamin bayi tidak dapat diminta atau dipilih sesuai keinginan.

Pasangan selebritas Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah baru-baru ini mengadakan pesta gender reveal, sebuah acara untuk mengumumkan jenis kelamin anak kedua mereka. Acara tersebut dihadiri oleh keluarga dan orang-orang terdekat seperti keluarga Gen Halilintar, keluarga Anang Hermansyah, dan Kris Dayanti.

Dalam pesta gender reveal tersebut, terungkap bahwa anak kedua Atta dan Aurel akan berjenis kelamin perempuan. Keluarga Halilintar memberikan komentar terkait hal ini. Ibunda Atta, Geni Faruk, dan saudara Atta, Saaih, berharap anak kedua Atta dan Aurel berjenis kelamin laki-laki.

Mengutip dari beautynesia.id, Saaih mengungkapkan harapan agar kakaknya memiliki anak laki-laki. Ia menjelaskan bahwa Atta menginginkan anak kembar laki-laki agar dapat dilatih menjadi pemain bola.

“Aku sebenarnya pengin anaknya cowok. Dari Bang Atta masih belum nikah, Bang Atta pengin anaknya cowok biar bisa dilatih jadi atlit bola. Apalagi dia penginnya double (kembar),” ungkap Saaih saat diwawancara MC di acara tersebut.

Baca Juga: Hamil dan Tak Bisa Sekolah; Nasib Anak Perempuan Dalam Perkawinan Anak

Selain Saaih, ibunda Atta juga mengungkapkan harapannya untuk memiliki cucu laki-laki. Meski merasa bahwa calon cucunya akan berjenis kelamin perempuan, ia tetap memakai baju berwarna biru sebagai harapan agar kelak memiliki cucu laki-laki.

“Mami tuh ngelihat, kan, pas udah langsung pegang, ‘Yah, ini kok kayak bundar, ini jangan-jangan cewek.’ Walaupun aku berharapnya tadi biru gitu, kan, tapi ini kayaknya cewek, gitu dalam hati. Tapi aku tetap pakai baju biru, nanti ada lagi insya Allah,” ungkap Geni ibunda Atta.

Aurel terlihat tetap tersenyum sambil menunduk saat mendengarkan komentar Geni dan Saaih. Namun, beberapa netizen di media sosial menunjukkan simpati kepada Aurel dan menganggap bahwa komentar dari Geni dan Saaih tidak seharusnya diucapkan.

Beberapa komentar netizen, “Cowok-cewek, yang penting anak dan ibu sehat, mana bisa request,” dan, “Malah disuruh nambah lagi, sabar ya Aurel.” 

Apa Itu Gender Reveal?

Gender reveal adalah sebuah acara ketika pasangan yang sedang mengandung mengungkapkan jenis kelamin calon bayi mereka kepada keluarga dan teman-teman. Biasanya, jenis kelamin diungkapkan melalui elemen-elemen visual seperti warna atau dekorasi. Orang tua sebelumnya melakukan pemeriksaan jenis kelamin bayi ke dokter. Agar pesta lebih meriah, orang tua tidak diperbolehkan untuk mengetahui hasilnya.

Pemilihan warna merah muda (pink) dan biru dalam gender reveal dipengaruhi oleh stereotip gender yang telah ada sejak lama. Warna biru diasosiasikan dengan bayi laki-laki, sementara warna pink untuk bayi perempuan. Kalau hanya ada dua warna dalam pesta gender reveal, lalu bagaimana jika bayinya adalah interseks?

Penamaan gender pada gender reveal saja sudah aneh. Seperti yang diketahui, gender adalah pengalaman seseorang terhadap konstruksi gender yang dirasakan, bisa jadi sesuai ataupun tidak sesuai dengan jenis kelaminnya. Seharusnya, jika ingin mengadakan pesta gender reveal, hal itu dilakukan saat anak tersebut sudah dewasa dan bisa menjawab sendiri apa gendernya.

Budaya gender reveal diyakini berasal dari Amerika Serikat pada 2000-an. Konsep ini semakin populer dengan adanya media sosial yang memungkinkan orang-orang untuk berbagi momen penting ini secara luas.

Anak Laki-Laki dan Perempuan Sama Berharganya

Di beberapa daerah di Indonesia, masih ada anggapan bahwa penting memiliki anak laki-laki dalam keluarga. Harapannya antara lain laki-laki menjadi pembawa marga atau nama keluarga, sebagai pewaris harta, atau penerus bisnis keluarga. Ada pula anggapan bahwa laki-laki akan mendapat kesuksesan sehingga nantinya akan menjadi penopang ekonomi keluarganya. Sementara, anak perempuan setelah dewasa akan menikah dan mengikuti keluarga suaminya.

Menumbuhkan persepsi bahwa jenis kelamin anak akan menentukan peran dan tanggung jawab tertentu seringkali membuat perempuan sebagai pihak yang menanggung beban. Perempuan diharapkan menjadi seorang ibu dan ‘memberi’ bayi laki-laki. Bahkan, beberapa keluarga yang sudah memiliki banyak anak perempuan tetap menunggu sampai bayi laki-laki lahir. Jika perempuan tidak dapat melahirkan bayi laki-laki, maka ia akan disalahkan atau suami punya alasan meninggalkannya dan menikah lagi demi mendapatkan anak laki-laki.

Baca Juga: Laki-laki Mesti Ambil Peran di Keluarga, Karena Perempuan Berbeban Ganda

Menyalahkan sang ibu karena tidak mengandung anak berjenis kelamin laki-laki jelas keliru. Dilansir dari halodoc.com, baik laki-laki maupun perempuan memiliki kromosom seks. Laki-laki biasanya memiliki satu kromosom X dan satu Y, sedangkan perempuan memiliki dua kromosom X. Selama pembuahan, sel sperma berlomba menuju sel telur calon ibu. Jika sperma dengan Y mengalahkan yang lainnya, maka janin akan menjadi XY dan kehamilan akan menghasilkan anak laki-laki. Namun, jika sperma dengan X lebih cepat dan ‘menang’ menuju sel telur, maka janin menjadi XX dan orang tua akan memiliki bayi perempuan. Meski demikian, sebenarnya tidak bisa juga dikatakan bahwa penentunya adalah sang ayah. Pasalnya, hampir setiap orang memiliki peluang sekitar 50 persen untuk memiliki anak laki-laki dan 50 persen untuk memiliki anak perempuan.

Yang jelas, anak perempuan dan laki-laki sama-sama berharga dan memiliki potensi yang tak terbatas. Mengharapkan kelahiran anak laki-laki dengan alasan tertentu, seperti mempertahankan garis keturunan atau memenuhi harapan sosial, adalah sebuah stereotip yang perlu kita kritisi.

Pengasuhan yang setara, dengan anak-anak laki-laki dan perempuan diberi kesempatan yang sama untuk berkembang, akan menciptakan lingkungan yang inklusif, adil, dan memungkinkan setiap anak untuk mencapai potensi terbaik mereka.

Foto: beautynesia.id

Ika Ariyani

Staf redaksi Konde.co
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!