Taylor Swift

Lagunya Bikin Empowering: Senang Berhasil War Tiket Taylor Swift

Seorang ‘Swifties’ menceritakan perjuangannya sampai berhasil war tiket konser Taylor Swift The Eras Tour di Singapura. Baginya, lagu-lagu Swift begitu related dengan fase hidupnya. Bikin nostalgia sekaligus memberdayakan (empowering).

Karya Taylor Swift ibarat teman yang membantu melewati masa remaja. Begitulah, Yona, perempuan 31 tahun bercerita awal menjadi ‘Swifties’ (fans Taylor Swift). Tepatnya, saat transisi masa SMA ke kuliah awal, dia sering memutar lagu-lagu Swift. 

Di antara yang paling mengena baginya adalah ‘Fearless’ (2008). Sebuah lagu yang bercerita tentang romansa ‘cinta pertama’ anak muda. Bergejolak dan tanpa rasa takut.  Ada lagi, lagu ‘We are Never Ever Getting Back Together’ (2012) tentang upaya lepas dari hubungan toksik. 

“Udah lama banget ya. Itu kayak semacam lagu empowering gitu, ‘ok, cowok toksik, loe gak boleh balik lagi,” cerita Yona kepada Konde.co, Selasa (11/7).  

Sampai sekarang pun, Yona masih mengikuti lagu-lagu Taylor Swift. Belakangan, dia paling suka lagu ‘Anti-Hero’ di album studio ke-sepuluh Swift, Midnights (2022). 

Lagu beraliran pop rock dan synth-pop itu, menyinggung tentang kesehatan mental. Ada kebencian terhadap diri sendiri, depresi dan kecemasan yang terinspirasi dari mimpi-mimpi buruk Swift. 

Bisa jadi, situasi inilah yang banyak nyambung dengan para ‘Swifties’ di usia dewasa seperti halnya yang terjadi pada Yona. Fase hidup menjadi dewasa, tentu tak mudah bukan?

“Banyak liriknya yang bisa kayak ‘oh iya ya, ini related ya, ini bener sih,” lanjutnya. 

Cerita Perjuangan War Tiket    

Seperti namanya ‘perang tiket’, perjuangan buat dapat tiket konser penyanyi idola Yona, juga tak mudah. Susah bangeet! 

Perempuan yang tinggal di Jakarta itu, bukan cuma usaha dengan war tiket sendiri. Tapi juga ‘tebar jaring’ untuk nitip-nitip ke berbagai sirkel pertemanannya. Ada yang teman kerja, teman nongkrong, bahkan teman-teman sekolahnya dulu. Dijabanin~ 

“Rata-rata tuh ada aja yang demen Taylor Swift. Aku kan juga war sendiri, tapi terus juga nitip sama teman-teman yang lain,” katanya. 

Tiket konser Taylor Swift The Eras Tour di Singapura memang banyak peminatnya. Namun, kuota yang tersedia terbatas. Selama konser 6 hari pada 2, 3, 4, dan 7, 8, 9 Maret 2024 itu hanya ada total sekitar 300 ribu tiket. Sedangkan, peminatnya lebih dari belasan juta. 

Dengan kata lain, tiket konser Taylor Swift di Singapura itu diincar oleh penggemar dari berbagai negara di Asia. Bukan saja dari Indonesia, Filipina, Malaysia namun ada pula dari China dan India yang memiliki banyak ‘Swifties’. Makanya gak heran, jika hanya dalam 3 jam setelah dibuka, tiket presale sudah ludes terjual pada Rabu (5/7) lalu. 

Baca juga: Beyonce dan Taylor Swift Torehkan Sejarah di Penghargaan Grammy Award

Yona pun sempat mencoba sendiri war tiket. Namun gak bisa masuk sama sekali. Padahal dia sudah menunggu sampai lebih dari 5 jam antrian sejak dibuka pukul 11 siang. 

“Kata beberapa orang sih, dari malam harus masuk web-nya biar jam 11 langsung queue (antrian) muncul,” ujarnya. 

Saat war tiket seperti itu, dia tidak menafikan bahwa kualitas kecepatan internet memang berpengaruh. Itu dia buktikan sendiri, saat bersamaan war tiket general sale bersama temannya yang ada di Singapura: temannya antri di nomor 9.500 tapi dia 95.000 antrian di Indonesia. 

Beruntungnya, seorang teman SMA-nya yang juga war tiket, mengabari jika dia dapat tiket. Pas banget, tinggal dua tiket. Tanpa pikir panjang, Yona pun mengiyakan untuk membeli tiket. Dia dapat CAT 1 dengan harga sekitar Rp 4,1 juta. 

“Dia (teman Yona di Jakarta) bergeraknya di digital banking. Jadi kayaknya di kantor dia tuh internetnya bagus. Jadi cepat banget masuknya,” katanya.

Hati-hati Percaloan Tiket 

Yona adalah salah satu penonton konser yang bisa dibilang tidak menggunakan calo. Dia lebih memilih ‘bekerja sama’ dengan sirkel pertemanan untuk war tiket. Sisi baiknya, dia lebih merasa aman. 

“Perbanyak kesempatan. Aku war sendiri, di beberapa sirkel banyak kesempatan yang aku punya (nitip). Kalau kamu punya privilege lebih misalnya punya teman di luar negeri (yang internet cepat–red) dan dia punya akses presale, pergunakanlah itu,” terangnya.

Namun jika pun, pilihan yang ada buat dapat tiket harus pakai calo, dia mengingatkan agar bisa selektif dan hati-hati. Pastikan punya sepak terjang yang bagus dan terpercaya. Mengingat banyaknya modus-modus penipuan tiket konser yang beredar di sosial media seperti thread twitter hingga pemberitaan.

 The Conversation sempat menuliskan juga soal modus lain calo tiket ini. Kemunculan bot tiket yang membanjiri situs web penjualan tiket dengan jutaan permintaan dan kehadiran pasar daring dengan anonimitas penjual, bikin para calo makin sulit dibendung. Itu juga yang terjadi pada Ticketmaster (perusahaan tiket Singapura yang menjual tiket Taylor Swift). 

Baca juga: Taylor Swift Raih Gelar Doktor untuk Kampanye Stop Kekerasan Seksual di Dunia Musik

Upaya perusahaan tiket untuk memberantas calo termasuk dengan membatasi jumlah tiket yang dapat dibeli dalam satu waktu. Mereka juga mengharuskan pembeli untuk memverifikasi identitas mereka ketika membeli tiket dan menghadiri pertunjukkan. 

Perusahaan-perusahaan itu juga membuat platform ‘dari penggemar untuk penggemar’ khusus untuk penjualan tangan kedua. Swifties di Australia yang ingin melepas tiket tur mereka misalnya, dapat menggunakan platform yang disediakan oleh Ticketek (perusahaan tiket asal Australia). Tapi, harganya tidak boleh lebih dari 110% harga awal tiket. 

Sementara itu, band rock Rage Against the Machine berupaya memerangi calo dengan sistem harga dinamis mereka sendiri. Ini termasuk menahan 10% dari tiket pertunjukan, yang kemudian dijual dengan harga yang lebih tinggi tapi tetap di bawah harga calo. Keuntungan tambahannya disalurkan ke “organisasi amal dan/atau aktivisme”. Band tersebut berpendapat bahwa cara ini berhasil mengurangi calo sebesar 85% dan mengumpulkan jutaan dolar untuk amal.

Di sisi lain, penyanyi AS, Maggie Rogers menggunakan cara analog, yaitu tidak menawarkan presale sama sekali dan langsung menjual tiket di loket.

Sumber foto: upprox.com

Nurul Nur Azizah

Bertahun-tahun jadi jurnalis ekonomi-bisnis, kini sedang belajar mengikuti panggilan jiwanya terkait isu perempuan dan minoritas. Penyuka story telling dan dengerin suara hujan-kodok-jangkrik saat overthinking malam-malam.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!