Kekerasan Seksual Pejabat Negara: Bupati Maluku Tenggara Perkosa Pegawai Kafenya

Seorang pejabat negara diduga melakukan perkosaan pada salah satu staf di kafe milik istrinya. Kini, korban diberikan uang dan akan dinikahi secara siri. Para aktivis melaporkan terduga pelaku ke Mendagri dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Dugaan kekerasan seksual yang dilakukan seorang pejabat pemerintahan terjadi lagi. Kali ini terduga pelaku adalah Bupati Maluku Tenggara, MTH yang diduga memperkosa seorang perempuan, T yang bekerja di kafe milik istri bupati di Ambon.

Kini, MTH mau menikahi korban secara siri dan diduga telah memberikan uang sebesar Rp. 1 Milyar untuk lari dari tanggungjawab. Komnas Perempuan melihat, kasus seperti ini digolongkan dalam perilaku pemaksaan perkawinan.

Kasus ini terjadi ketika T, perempuan korban bekerja di sebuah cafe milik istri MTH di Ambon. Letak kafe menyatu dengan rumah MTH. T, bekerja sejak Februari 2023. Setiap kali datang ke Ambon dari Maluku Tenggara, bupati kerap menginap di sini. Suatu hari, MTH ingin diantarkan minuman teh dari Kafe. Ketika pertamakali mengantarkan minuman itulah, T kemudian mendapatkan pelecehan seksual dari MTH.

Setelah itu, MTH beberapa kali datang lagi. Pada kali kedua sekitar bulan Juni 2023, saat bupati tersebut datang ke Kafe , di kamarnya di lantai tiga ia kembali meminta T mengantarkan teh. T kembali mengantar teh sesuai permintaan sang bupati, namun disitulah T kemudian mendapatkan perkosaan.

Kekerasan seksual dialaminya berkali-kali. Korban sudah sering mengeluh kepada teman kerjanya, tetapi tak banyak mendapat bantuan.

“Apakah aman?. Apakah ada yang tahu?. Bisa cium tidak?.”

Ucapan MTH sempat direkam korban dengan telepon genggamnya pada kali ketiga terduga pelaku hendak melakukan kekerasan seksual. Namun T sempat bingung dalam situasi tersebut, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan.

T sempat melakukan percobaan bunuh diri. T saat itu masih bekerja namun posisinya dipindah-pindah sehingga dia merasa disalahkan atas kejadian tersebut. Terakhir ia dipecat dari kafe.

Korban Melaporkan Kasusnya

Pada 1 September 2023, T akhirnya memberanikan diri untuk melaporkan MTH ke Polda Maluku. Polda Maluku saat ini masih memproses kasus perkosaan tersebut.

Pendamping korban, Othe Patty memaparkan ini bersama para aktivis perempuan yang tergabung dalam jaringan masyarakat sipil kawal UU TPKS dalam konferensi pers 12 September 2023 secara online.

“Korban sudah pernah mau melakukan bunuh diri karena dalam kondisi kebingungan,” kata Othe Patty.

Lusi Peilouw, aktivis perempuan Maluku menyatakan bahwa pendamping korban bersama para aktivis perempuan telah melaporkan kasus ini ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak karena kejadian saat ini jauh dari nalar, dan mereka menunggu apa yang dilakukan pemerintah selanjutnya karena terduga pelaku merupakan pejabat negara.

Setelah kasus ini ramai, MTH kemudian memberikan uang pada keluarga korban sebesar Rp. 1 miliar dan akan menikahi korban secara siri, padahal MTH mempunyai beberapa istri, disebut hingga 5 istri.

Setelah pemberian uang ini, tiba-tiba saja laporan korban dicabut dari Polda Maluki oleh keluarganya.

“Kami mendapatkan data bahwa korban akan dinikahkan secara siri oleh Bupati Maluku Tenggara ini.”

Baca Juga: Korban Perkosaan di Kemenkop UKM Ajukan Praperadilan Setelah Proses Hukum Dihentikan Polisi

Pendamping korban menilai ada tekanan pada T untuk mencabut laporan dan menyetujui pernikahan itu.

“Saya minta perlindungan. Jika terjadi pernikahan siri, ini malahan mengembalikan traumanya pada masa lalu. Bagaimana kita mendorong ini jika sudah terjadi perkawinan? Kami di Ambon mendesak terus Polda Maluku untuk terus melanjutkan proses ini,” kata Othe Patty.

Para aktivis mendesak pemerintah melakukan sesuatu dalam kondisi ini, karena ini adalah situasi dan kondisi khusus yang dilakukan oleh orang yang berkuasa disana. Tak hanya itu, para aktivis yang menangani kasus juga mendapatkan teror.

Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani yang hadir dalam konferensi pers mendukung Polda untuk melanjutkan pemeriksaan kasus kekerasan seksual dan pemaksaan perkawinan ini.

“Ini pemaksaan perkawinan dan tindakan kekerasan yang menghindari pertanggungjawaban, Komnas Perempuan berharap polisi menggunakan pasal pemaksaan perkawinan dalam kasus ini,” kata Andy Yentriyani

Komnas Perempuan mengapresiasi Polda Maluku karena segera memproses hukum dengan penyelidikan kasus pada laporan awal dugaan tindak pidana kekerasan seksual  dan sampai sekarang masih berproses.

Baca Juga: ‘Korban Tapi Dituduh Pelaku’ Ini Kisah Perempuan Yang Dituduh Lecehkan Anak-anak di Jambi

“Modus menikahi pelapor atau korban oleh terlapor atau pelaku adalah modus yang sangat dikenali sebagai siasat pelaku kekerasan seksual untuk melarikan diri dari tanggung jawab hukum. Begitu dikenalnya sehingga secara eksplisit UU TPKS menyatakan tindakan ini sebagai tindak pemaksaan perkawinan,” kata Andy Yentriyani.

Untuk itu Komnas Perempuan mendorong kepolisian melanjutkan pemeriksaan pelaporan kasus awal sekaligus memeriksa informasi adanya pernikahan siri pelapor oleh terlapor.

“Jika pernikahan ini terjadi, pihak kepolisian perlu memeriksa kemungkinan terjadinya tindak pemaksaan perkawinan.”

Komisioner Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Livia Iskandar mendorong untuk cepat melindungi korban agar korban diselamatkan dan tidak menikah dengan MTH.

Perkawinan siri diduga akan dilakukan pada Jumat, 15 September 2023. Othe Patty meminta semua pihak, para pejabat publik, para menteri terkait untuk melakukan sesuatu, karena jika ini sampai terjadi, ini sama saja membiarkan perbuatan terduga pelaku dan pembiaran perlakukan kekerasan seksual.

“Bagaimana sekarang? Apa karena dia pejabat publik? Apa karena uang dia bisa bayar mahar satu miliar? Terus kita harus gugur saja? Kita harus hancur karena itu?,” kata Othe Patty.

Luviana

Setelah menjadi jurnalis di media mainstream selama 20 tahun, kini menjadi chief editor www.Konde.co dan menjadi dosen pengajar paruh waktu di Jakarta. Pedagoginya dalam penulisan isu media, perempuan dan minoritas
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!