Poster film 'Kisah Cinta Gadis dengan Para Ombak' (sumber foto: Instagram @_piringtirbing_)

Film ‘Kisah Cinta Gadis dengan Para Ombak’ Soroti Kehamilan Tidak Direncanakan

Dengan kehamilan tidak direncanakan, Sarah linglung tidak tahu arah harus bertumpu pada siapa. Kekhawatiran dan kebingungan melanda dirinya. Di film pendek ini, Perkumpulan Samsara dan Piring Tirbing berupaya memberi edukasi.

Suatu Sabtu di Kongsi 8, saya menghadiri pemutaran film pendek berjudul ‘Kisah Cinta Gadis dengan Para Ombak’. Film itu diproduksi oleh Piring Tirbing bersama dengan Perkumpulan Samsara. Mereka ingin mengedukasi seputar isu Kehamilan Tidak Direncanakan (KTD), berkumpul dan memberikan dukungan. 

Film ‘Kisah Cinta Gadis dengan Para Ombak’ dimulai dengan tokoh utama perempuan bernama Sarah (Elnani Yuliana) yang bekerja sebagai pegawai retail. Pada hari itu, ia terlihat lesu dan berkali-kali menghembuskan nafas tiap selesai melayani pembeli. 

Di awal scene ini muncul, saya menyadari bahwa suatu masalah berat telah melanda Sarah. Dugaan tersebut benar.

Setelah shift-nya selesai, Sarah pulang diantar pacarnya. Ia pun disambut Sam (Juyez Dardo), seorang sarjana yang telah menganggur dan tidak kunjung mendapat pekerjaan. Scene ini membuat saya menerka sebenarnya bagaimana hubungan keduanya, apakah mereka bersaudara atau berteman baik? Pertanyaan tersebut terjawab di scene berikutnya.

Sarah dan Sam berteman baik sejak lama—memutuskan tinggal bersama di perantauan. Hanya saja, saya tidak bisa memastikan apakah mereka tinggal di indekos atau rumah petakan sebab sepanjang scene tiada pemain lain yang memperlihatkan mereka hidup di indekos. Mungkin kita boleh beranggapan mereka tinggal bersama di rumah petakan.

Sesampainya di kamar, Sarah langsung berbaring di kasur setelah seharian bekerja. Sam pun membuntuti dan melakukan hal serupa. Tetiba Sarah memberi tahu kepada Sam bahwa saudaranya tengah hamil tidak direncanakan. Sam pun kaget dan menanyakan mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Baca Juga: Riset: Suami di Perkotaan Lebih Aktif Dukung Kehamilan Istri Dibanding Suami di Pedesaan

Berdasarkan cerita dari saudaranya, kehamilan tidak direncanakan itu disebabkan pacarnya tidak mau menggunakan kondom saat mereka seks—mengaku lebih enak tanpa menggunakan apa-apa. Padahal, sebelumnya mereka selalu menggunakan kondom sebagai alat kontrasepsi saat berhubungan seksual. Itu juga yang menjadi consent Sarah.

Mirisnya, saat saudara Sarah mengabarkan pacarnya bahwa ia hamil, laki-laki itu tidak percaya dan menuduh saudara Sarah melakukan hubungan seks dengan lelaki lain.

Masih denial, pacarnya juga menyuruh saudara Sarah mengecek kembali kehamilannya. Dua test pack dengan hasil positif tidak membuat pacarnya percaya. Saudara Sarah mengabarkan bahwa pacarnya juga terlihat menjauh darinya dan lepas dari tanggung jawab dengan tidak menjawab pesan.

Scene tersebut membuat saya berpikir bahwa cerita saudara Sarah sebenarnya adalah pengalaman Sarah sendiri. Spekulasi tersebut dilandasi dengan scene awal kemunculan Sarah menghembuskan nafas berulang—memperlihatkan Sarah tengah menyimpan banyak masalah berat.

Perkiraan saya tadi benar. Setelah bercerita, Sam menawarkan untuk membuatkan minuman dan pergi ke dapur. Saat sendirian, Sarah membuka handphone-nya dan terlihat ruang pesan berisi percakapan Sarah dengan pacarnya beradu debat tentang kehamilan yang tidak mereka rencanakan.

Scene ini sangat sering terjadi di sekitar kita. Para korban dari kehamilan tidak direncanakan kebingungan untuk berbagi cerita atau sekadar berkeluh kesah dengan siapa. Mereka memilih mengurung dan menarik diri dari sekitar atau membuat perandaian dengan menceritakannya sebagai orang ketiga.

Sarah pun menyusul Sam yang tengah membuat minuman di dapur. Di sana Sarah bertanya kepada Sam, bagaimana jika ia (Sam) merespons cerita saudara Sarah jika menjadi polisi? Sam pun tertarik mendalami peran tersebut. Mereka pun bermain peran seolah Sarah bercerita melaporkan peristiwa dan Sam akan menanggapinya.

Saudara Sarah diperankan Sarah pun menceritakan runtutan peristiwa kepada polisi dilakoni oleh Sam. Polisi tersebut mendengar dengan takzim dan serius—mengarahkan saudara Sarah untuk mengajak pacarnya berdiskusi dan berpikir jernih saat mengobrol. Ia yakin saudara sarah dan pacarnya bisa menemukan jalan keluarnya.

Baca Juga: Hamil dan Tak Bisa Sekolah; Nasib Anak Perempuan Dalam Perkawinan Anak

Jikalau mengulas scene polisi yang menyuruh pasangan berdiskusi, saya menilai bahwa peristiwa ini juga terjadi di masyarakat. Saat korban hendak melaporkan, para polisi cenderung menolak menindaklanjuti—menimbang hal ini bukan ranahnya atau menganggap kejadian sepele.

Hanya saja saya skeptis melihat respons polisi yang tidak menceramahi saudara Sarah—apakah benar terjadi? Seingat saya para polisi juga sering menghakimi korban KTD dan mengumbar aib dengan memanggil orang tua, padahal mereka sudah dewasa.

Bermain peran sudah selesai. Scene selanjutnya terlihat mereka tengah bersantai di ruang tamu. Di kesempatan itu, Sarah kembali mengisyaratkan kepada Sam untuk bermain peran—bagaimana pandangan dari sisi agama. Sam pun berlagak seperti ustaz yang siap menerima curhatan jemaahnya.

Baca Juga: Dipingpong: Perjuangan Korban Perkosaan Mencari Aborsi Aman

Setelah mendengar curahan saudara Sarah yang khawatir dengan KTD dan dosa yang akan didapatkan, ustaz tersebut berusaha menenangkannya—dosa dan pahala itu menjadi urusan-Nya serta keputusan ampunan untuk hamba-Nya. Ustaz melanjutkan bahwa masih ada peluang untuk memperbaiki.

Melihat adegan ini saya cukup terharu bahwa masih ada pemuka agama yang tidak menyudutkan korban KTD, walaupun realitas yang saya temui mayoritas kebalikannya. Scene ini ingin menampakkan bahwa prasangka korban KTD yang berpikir akan dijauhkan tidaklah benar—masih ada banyak harapan baik untuk selalu di pihak mereka.

Mereka beralih beradu peran sebagai pasien dan korban. Di situ, Sarah melakonkan peran saudaranya yang menyampaikan keinginan untuk mengaborsi KTD. Sam yang bertindak seolah sebagai dokter pun terkejut dan memeluk tangis pasiennya—hal tersebut mustahil terjadi (jangan berharap) dan menganggap keinginannya itu tidak akan dikabulkan tenaga kesehatan.

Mungkin di scene ini Sam baru sadar bahwa cerita saudara Sarah itu sebenarnya adalah pengalaman yang dialami Sarah sekarang. Saya berkata seperti itu karena setelah Sam berakting sebagai dokter dan mengatakan kemustahilan tadi, scene selanjutnya tidak terlihat lagi mereka bermain perandaian.

Mereka pun berpindah ke kamar dan Sarah menceritakan kekhawatirannya jika orang tua atau saudaranya tahu ia hamil tidak direncanakan. Sam pun mengajak Sarah bermain peran dan ia sebagai ibunya. Sarah pun mengakui semuanya dengan tersedu-sedu. Sam berakting sebagai ibunya berusaha menenangkan anaknya dan berjanji akan selalu mendampinginya.

Saya sadar bahwa tidak semua orang tua berpihak pada anaknya jika terjadi KTD. Mereka cenderung menyalahkan dengan dalih melanggar agama. Jika sudah terjadi, para orang tua kebanyakan lepas tangan sebagai bentuk kekecewaan atau ikut campur dengan berpihak dengan cara yang salah, seperti menikahkan anaknya dengan pelaku kekerasan seksual.

Baca Juga: Perempuan Korban Perkosaan Hadapi Hambatan Akses Aborsi Aman

Menikahkan korban dengan pelaku kekerasan seksual bukanlah jalan keluar yang tepat karena dari awal pelaku sudah melanggar kesepakatan yang dibangun. Jika dilanjutkan dengan pernikahan, maka terlihat lebih jelas bagaimana peluang ketidaktanggungjawaban di masa depan? Hal itu sama saja menjerumuskan di lubang yang sama.

Dalam sesi diskusi, tim dari Piring Tirbing, Koko, membeberkan alasan mengapa tokoh utama lelaki yang menjadi pendamping Sarah. Tim produksi ingin menghadirkan pemahaman bahwa lelaki harus dekat dan melek terhadap isu KTD—siapa pun diharapkan bisa memberikan dukungan dalam situasi tersebut.

Film ini hadir dari realitas sosial di masyarakat yang menganggap aborsi kerap disamakan dengan pembunuhan bayi. Sesungguhnya jauh dari itu, aborsi merupakan hak atas tubuh perempuan sendiri dan layaknya layanan kesehatan lainnya.

Fayza Rasya

Mahasiswa UIN Jakarta yang kini jadi jurnalis magang di Konde.co
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!