Peserta aksi solidaritas rakyat Indonesia untuk rakyat Palestina di depan gedung Kedutaan Besar Amerika Serikat, Kamis (9/11/2023). (Sumber foto: dok. Konde.co / Salsabila Putri Pertiwi)

Ribuan Nama Rakyat Palestina Korban Genosida Tertulis dalam Poster Aktivis

Aktivis perempuan mendesak negara digdaya seperti Amerika Serikat (AS) untuk mendorong gencatan senjata di Gaza, Palestina dan membuka jalur dukungan bagi kemanusiaan.

Puluhan aktivis perempuan yang terdiri dari buruh, disabilitas, pendamping korban, hingga pekerja rumah tangga (PRT), berkerumun di depan gedung Kedutaan Besar Amerika Serikat, Kamis (9/11) lalu. Bendera-bendera Palestina berkibar di sana pada sore itu. Poster-poster teracung tinggi di pinggir jalan raya dengan kendaraan lalu-lalang.

Free Palestine!” pekik seseorang.

Free, free Palestine!” balas massa aksi.

“Amerika Serikat!”

“Hentikan dukungan kepada Israel!”

Banner dukungan digelar di jalanan, lalu kertas dengan tulisan-tulisan sangat kecil diletakkan di atasnya. Pada kertas-kertas itu, tercantum ribuan nama rakyat Palestina yang menjadi korban aksi brutal genosida Israel sejak tanggal 7 Oktober 2023. Usai berdoa, massa melakukan prosesi tabur bunga, membagikan potongan semangka segar, dan lanjut berorasi.

Prosesi tabur bunga di aksi solidaritas rakyat Indonesia untuk rakyat Palestina di depan gedung Kedutaan Besar Amerika Serikat, Kamis (9/11/2023). (Sumber foto: dok. Konde.co / Salsabila Putri Pertiwi)

Aliansi Solidaritas Rakyat Indonesia untuk Palestina menggelar aksi solidaritas di depan gedung Kedutaan Besar Amerika Serikat, Jakarta Pusat. Aliansi ini terdiri dari berbagai organisasi masyarakat sipil seperti perempuan, disabilitas, pekerja rumah tangga (PRT), mahasiswa, demokrasi, media, buruh, dan pengada layanan.

Dalam aksi tersebut, massa menuntut agar genosida yang dilakukan Israel segera dihentikan. Mereka mendesak gencatan senjata sekarang juga. Selain itu, massa mendesak Amerika Serikat untuk menghentikan dukungan kepada Israel dalam serangan per tanggal 7 Oktober 2023 yang menewaskan lebih dari 10 ribu warga Palestina itu.

Mutiara Ika Pratiwi dari Perempuan Mahardika menekankan, situasi yang terjadi di Palestina saat ini adalah genosida. “Warga Negara Palestina terbunuh karena menderita kelaparan, penyakit, penyiksaan, dan hancurnya ruang kehidupan mereka,” ujarnya.

Genosida Terhadap Palestina
Peserta aksi solidaritas rakyat Indonesia untuk rakyat Palestina di depan gedung Kedutaan Besar Amerika Serikat, Kamis (9/11/2023). (Sumber foto: dok. Konde.co / Salsabila Putri Pertiwi)

Okupasi yang dilakukan Israel terhadap Palestina bukan hal yang baru terjadi akhir-akhir ini. Nyatanya, represifitas dan penindasan terhadap Palestina sudah berlangsung selama lebih dari 70 tahun, sejak tahun 1948.

Namun, serangan Israel terhadap Palestina pada 7 Oktober 2023 silam, kini menjadi perhatian dunia karena terjadi secara intens dan masih berjalan hingga saat ini. Lebih parah lagi, secara terang-terangan Israel menyerang tempat-tempat vital seperti rumah penduduk, pemukiman pengungsi, sekolah, bahkan hingga rumah sakit.

Per November 2023, serangan-serangan Israel menewaskan lebih dari 10 ribu jiwa di Palestina. Termasuk, perempuan dan anak-anak. Dari angka tersebut, 4.104 di antaranya adalah anak-anak. Selain itu, hantaman senjata seperti rudal hingga bom fosfor putih juga menyebabkan banyak orang mengalami disabilitas baru.

Fatum Ade alias Dedhe dari Perhimpunan Jiwa Sehat mengatakan, mereka telah mengumpulkan informasi disabilitas di Gaza, Palestina. Ditemukan berbagai hambatan yang dialami orang dengan disabilitas selama pembatasan dan blokade yang dilakukan Israel.

“(Hal itu) berdampak pada putusnya akses listrik, air, makanan, kesulitan mengevakuasi diri, dan akses mobilitas lainnya,” tegas Dedhe.

Baca Juga: Aktivis Serukan Gencatan Senjata dan Akhiri Genosida di Gaza 

“Dalam Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CPRD) menekankan tidak boleh ada bentuk-bentuk penjajahan dan genosida,” Dedhe melanjutkan. “Karena akan semakin banyak disabilitas baru yang bermunculan dan mereka akan mengalami penderitaan yang berlipat.”

Israel juga membunuh jurnalis dan tenaga medis. Mereka secara jelas melanggar hukum-hukum internasional yang selama ini berlaku dalam situasi perang.

“Israel sudah menyalahi Resolusi PBB 1972 dan Protokol 3 dalam Konvensi Pelanggaran Penggunaan Senjata Konvensional Tertentu,” jelas Nadine Sherani dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).

Kedua peraturan tersebut menggarisbawahi penggunaan senjata berbahaya bagi masyarakat sipil. Dalam hal ini, senjata tersebut adalah fosfor putih, yang digunakan Israel untuk mengebom Palestina selama sebulan terakhir.

Masyarakat dunia mengutuk keras serangan Israel yang brutal dan tidak pandang bulu. Majelis Umum Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menyetujui resolusi gencatan senjata pada 27 Oktober 2023. Lewat pemungutan suara, sebanyak 120 dari 193 negara anggota PBB menyepakati resolusi tersebut. Namun, Israel dan Amerika Serikat menolak gencatan senjata dan tetap melakukan genosida terhadap rakyat Palestina.

“Kami melihat upaya advokasi yang terjadi di Palestina melalui mekanisme penyelesaian internasional seperti jalan di tempat dan sudah tidak pernah mendapatkan solusi,” ujar Midha Karim dari FAMM Indonesia.

“Bahkan, Dewan Keamanan PBB tidak mampu menekan Israel secara politik untuk melakukan gencatan senjata.”

Seruan Gencatan Senjata 
Peserta aksi solidaritas rakyat Indonesia untuk rakyat Palestina di depan gedung Kedutaan Besar Amerika Serikat, Kamis (9/11/2023). (Sumber foto: dok. Konde.co / Salsabila Putri Pertiwi)

Solidaritas Rakyat Indonesia untuk Rakyat Palestina pun menyuarakan kegeraman mereka atas aksi serangan Israel terhadap warga di Jalur Gaza dan Tepi Barat, di depan gedung Kedutaan Besar Amerika Serikat. Israel, juga Amerika Serikat yang memberikan dukungan dalam serangan tersebut, telah melakukan kejahatan perang dan pelanggaran Hukum Humaniter Internasional.

Massa aksi menuntut dan mendesak sejumlah hal. Salah satunya, agar pemerintah Amerika Serikat segera menghentikan dukungan pembiayaan perang dan aksi militerisme ilegal pemerintah Israel terhadap rakyat Palestina. Tuntutan lainnya yaitu agar pemerintah AS segera tunduk dan mematuhi Resolusi PBB 1972 dan tunduk pada hukum humaniter internasional. International Criminal Court juga didesak untuk memproses hukum berbagai aksi kejahatan perang yang dilakukan Israel sebelum dan sesudah 7 Oktober 2023.

Selain itu, pemerintah Israel harus mematuhi gencatan senjata dan menghentikan penyerangan serta berbagai aksi teror dan kekerasan terhadap rakyat Gaza dan Tepi Barat Palestina. Mereka harus mengakhiri pendudukan dan menghormati hak kemerdekaan Palestina, serta membuka blokade jalur akses kebutuhan dasar dan dukungan kemanusiaan bagi warga Palestina.

Di sisi lain, pemerintah Indonesia diminta aktif memotori diplomasi damai internasional untuk gencatan senjata. Termasuk, untuk menghentikan genosida dan mendukung bantuan kemanusiaan untuk rakyat Palestina, terutama perempuan dan anak. Terakhir, massa meminta perempuan dan elemen masyarakat Indonesia untuk menggalang solidaritas terhadap perempuan, anak, dan rakyat Palestina.

Salsabila Putri Pertiwi

Redaktur Konde.co
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!