Dugaan Pelecehan Seksual Rektor Universitas Pancasila, Aktivis Apresiasi Korban yang Berani Melawan

Ada ketimpangan relasi kuasa dalam kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan rektor Universitas Pancasila. Para aktivis mengapresiasi korban yang melawan dan berani melaporkan rektor ke polisi.

Rektor Universitas Pancasila, ETH, dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh karyawannya atas dugaan pelecehan seksual pada Januari 2024 ini. Diketahui, kasus tersebut terjadi pada 2023. Dari informasi terbaru, ETH saat ini dinonaktifkan dari posisinya sebagai rektor.

ETH dinonaktifkan dari jabatannya sebagai rektor Universitas Pancasila hingga masa bakti rektor berakhir pada 14 Maret 2024. Pemeriksaan ETH dijadwalkan berlangsung pada Kamis (29/2/2024). Selama ETH berstatus nonaktif, posisinya digantikan oleh Pelaksana Tugas (Plt) yang ditunjuk oleh Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila (YPUPP).

ETH dilaporkan atas dugaan kasus pelecehan seksual terhadap dua pegawai kampus Universitas Pancasila yaitu R dan D. Kasus pelecehan seksual tersebut diketahui terjadi di tahun 2023, meski para korban baru melaporkannya ke Polda Metro Jaya dan Komnas Perempuan pada Januari 2024. Korban masing-masing merupakan tenaga pengajar honorer dan karyawan tetap. 

Menurut salah satu korban yang masih berusia 25 tahun, ia diminta datang ke ruangan terduga pelaku untuk membicarakan pekerjaan. Namun yang terjadi, ETH yang saat itu masih menjadi rektor malah meraba bagian belakang tubuh korban. 

Syok, korban pun langsung meninggalkan ruangan dan menangis. Sementara itu, di waktu berbeda, terduga pelaku mencium korban dan menyentuh bagian vital tubuhnya tanpa izin.

Baca Juga: Tak Punya SOP Hingga Bias Gender, Peta Penanganan Kekerasan Seksual di Kampus

Kedua korban pun trauma. Korban berinisial R, sudah mengajukan surat ke YPUPP agar kasus tersebut segera ditangani dan diselesaikan. Namun tidak ada tanggapan, sehingga kedua korban melaporkan kejadian itu ke polisi. 

Mereka baru melapor di awal tahun ini meski kejadian berlangsung pada 2023 karena adanya relasi kuasa terduga pelaku atas korban.

Pengurus Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (KOMPAKS), Ellen Kusuma, mengapresiasi para korban yang telah berani memproses dengan situasi yang dialami dan memilih penyelesaian jalur hukum. Jalan itu acap kali tidak mudah bagi korban.

Di sisi lain, Ellen menyayangkan sikap YPUPP yang menerima laporan dari R, namun tidak segera memproses kejadian tersebut. 

“Terutama dengan situasi di UP sudah ada Satgas PPKS yang bertugas. Seharusnya keduanya bisa sigap dan tanggap bersama menyikapi laporan ini, mendampingi korban dalam memproses traumanya dan membantunya agar berdaya kembali,” kata Ellen saat dihubungi Konde.co, Kamis (29/2/2024).

Mahasiswa Universitas Pancasila Lakukan Demo 

Ratusan mahasiswa Universitas Pancasila pun bereaksi keras, mereka menggelar demo di depan gedung rektorat kampus Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Selasa (27/2/2024). 

Para mahasiswa dari berbagai fakultas ini meradang karena rektor Universitas Pancasila, ETH, diduga melakukan kekerasan seksual terhadap karyawan perempuan kampus tersebut.

Aksi demonstrasi sempat memanas saat terjadi saling dorong dan lemparan botol plastik ke arah mahasiswa. Kemudian mahasiswa juga membakar ban di depan gedung rektorat UP dan memblokir Jalan Lenteng Agung. Alhasil, kemacetan panjang terjadi di Jalan Raya Lenteng Agung menuju Pasar Minggu.

Melansir dari Tempo.co, mahasiswa membawa sejumlah tuntutan. Salah satunya, agar ETH dipecat secara tidak hormat dari jabatan rektor dan penghapusan hak umum atas kejadian tersebut. Selain itu, mereka juga menuntut pengangkatan rektor baru dengan visi-misi yang melibatkan civitas akademika.

YPPUP juga diminta oleh mahasiswa yang turun aksi untuk mengembalikan posisi hak korban di kampus dalam hal pekerjaan, jabatan, dan nama baik. Sebab, beredar kabar bahwa korban dimutasi dari pekerjaannya sebagai karyawan Universitas Pancasila usai melaporkan kekerasan seksual yang dialaminya ke kepolisian. Selain itu, mereka meminta agar Universitas Pancasila dan Satgas PPKS UP merilis siaran pers tentang sanksi yang dijatuhkan kepada rektor mereka.

Konde.co sudah berupaya menghubungi Kabiro Humas Universitas Pancasila, Putri Langka, menyoal sikap kampus atas peristiwa ini. Namun, hingga tulisan ini ditayangkan belum ada konfirmasi dari pihaknya. 

Ketimpangan Relasi Kuasa dalam Pelecehan Seksual 

Komnas Perempuan menyebut, mereka menerima laporan dugaan pelecehan seksual rektor UP pada 12 Januari 2024. Saat ini Komnas Perempuan sedang mendalami laporan kasus dugaan pelecehan seksual tersebut, sesuai dengan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

Komnas Perempuan menekankan adanya ketimpangan relasi kuasa yang berlapis, yang membuat korban kerap enggan dan takut untuk melapor. Apa lagi mengingat pelaku ada di posisi yang berpengaruh terhadap keberlangsungan penghidupan korban dan keluarganya.

“Dalam kasus yang diadukan, pelapor berada pada posisi relasi kuasa berlapis. Yakni pertama, sebagai perempuan yang dikonstruksikan sebagai subordinat yang berhadapan dengan laki-laki,” tulis Komnas Perempuan dalam siaran pers yang diterima Konde.co

“Kedua, karyawan atau bawahan sebagai penerima kerja dari atasannya. Ketiga, ketimpangan dalam tingkat pendidikan dan pengetahuan antara perempuan korban dengan terduga pelaku,” imbuhnya. 

Ketiadaan saksi dalam kasus kekerasan seksual juga kerap mempersulit korban saat mengungkapkan kejadian. Keterangannya disangkal karena kebenaran kisah itu diragukan. Belum lagi ketika korban justru dilaporkan balik dengan tuduhan pencemaran nama baik. 

Maka dari itu, penguatan korban sangat penting dilakukan agar ia bisa bicara dan melaporkan kejadian yang dialaminya.

Kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi juga memprihatinkan. Sebab mestinya perguruan tinggi sudah mengacu pada Permendikbud No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Universitas Pancasila juga diketahui sudah memiliki Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS).

Baca Juga: ‘Apakah Harus Jadi Korban Yang Sempurna agar Dibela?’ Pertanyaan Mitos yang Harus Disudahi

Selain itu, perguruan tinggi sebagai tempat kerja mesti punya mekanisme untuk upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja. Ini demi mewujudkan tempat kerja yang aman dan nyaman bagi semua. Tempat kerja juga perlu menjamin agar pelapor maupun korban tidak menderita kerugian akibat laporannya, merujuk pada Keputusan Menaker No. 88 Tahun 2023.

Hal serupa diungkapkan oleh Ellen dari KOMPAKS. Dia menuturkan, dalam proses investigasi berjalan, pelaku akan menjalani proses pemeriksaan dan akan diberikan sanksi dengan dikeluarkannya sebuah Surat Keputusan (SK).

Menurut Ellen, kebijakan terkait sanksi sudah ada di dalam Permendikbud No. 30 Tahun 2021. Ini pun diturunkan dalam Peraturan Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek (Persesjen) No. 17 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Permen PPKS. 

Dia mengatakan, sanksi kepada pelaku harus dikenakan berdasarkan dampak akibat perbuatannya terhadap kondisi Korban, lembaga pendidikan, dan negara, bukan besar peluang pelaku untuk berjanji tidak akan mengulangi lagi. 

Sehingga pihak kampus bisa menyesuaikan keputusannya dengan hal tersebut. Karena sudah diberikan kewenangan dan panduannya.

“Penting untuk menjamin ruang aman bagi korban. Dalam kaitannya dengan relasi kuasa, perlu ada keberpihakan pada korban dengan tidak memberikan ruang gerak bagi terduga pelaku. Apalagi yang kemudian terbukti menjadi pelaku, apapun posisi mereka di dalam kampus,” kata Ellen.

Proses Penanganan Mengacu Pada UU TPKS

Sesuai mandat pemantauan UU TPKS, Komnas Perempuan sedang mendalami laporan kasus itu. “Dalam pengaduan pada 12 Januari 2024, pelapor menginformasikan bahwa laporan kasusnya ke Kepolisian telah diproses atas dugaan tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana dimaksud Pasal 6 UU TPKS,” tulis Komnas Perempuan dalam siaran pers. 

Selain melanjutkan proses hukum, Komnas Perempuan berharap penyidik dan/atau pendamping korban agar berkoordinasi dengan UPTD PPA dan LPSK untuk perlindungan hak korban. Mengingat terduga pelaku memiliki kuasa berlapis atas korban.

Komnas Perempuan pun mendorong pihak kepolisian agar penanganan kasus mengacu pada UU TPKS. Termasuk dalam memastikan pendekatan penanganan terpadu antara proses hukum dan pemulihan korban. Mereka juga mengimbau agar Universitas Pancasila, “Melakukan langkah-langkah sebagaimana dimandatkan oleh Permendikbud No. 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.”

Baca Juga: Catahu Kekerasan Seksual di Kampus: Seksisme Banyak Terjadi di Guyonan Tongkrongan

Universitas Pancasila juga diminta mengacu pada Permenaker No. 88 Tahun 2023 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja. Permenaker itu mewajibkan perguruan tinggi, sebagai pemberi kerja, melakukan penanganan dan pemenuhan hak korban atas perlindungan dan pemulihannya.

Selain itu, Komnas Perempuan meminta agar media massa memberitakan kasus dengan mengedepankan perlindungan terhadap korban. Serta agar masyarakat turut mendukung upaya pelapor dan korban kekerasan seksual dalam memproses kasus, sekaligus mendukung pemulihannya.

Sementara itu, Ellen meminta adanya keberpihakan bagi korban. Hal ini bisa ditunjukkan dengan menjamin hak-hak korban. Seperti yang tercantum pada Permendikbud 30/2021 ataupun UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Termasuk menjaga identitas korban sehingga tidak mendapatkan tekanan atau intimidasi dari pihak-pihak lain. 

Menurutnya, juga penting memberikan pendampingan dan layanan bantuan yang dibutuhkan sehingga korban bisa lekas berdaya kembali.

Pihak kampus juga bisa mengevaluasi dan melakukan pencegahan dengan mengubah tindakan, budaya, dan kebijakan yang masih melanggengkan kekerasan berbasis gender di dalam kampus. Edukasi atas kekerasan seksual yang holistik pada seluruh warga kampus tanpa terkecuali juga dapat menciptakan dan menjamin keberlangsungan ruang aman bagi semua.

“Di sisi lain, Kemendikbudristek perlu mengusut sikap Satgas PPKS UP maupun Yayasan PPUP. Apakah sudah melaksanakan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual sesuai dengan kebijakan PPKS itu sendiri?,” tutup Ellen.

Salsabila Putri Pertiwi

Redaktur Konde.co
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!