Webtoon 'The Real Lesson' bercerita tentang cara mengatasi bullying. (sumber foto: LINE Webtoon/Kolase Konde.co)

Webtoon ‘The Real Lesson’ dan Bagaimana Mengatasi Bullying di Sekolah

Belakangan lalu, ramai kasus bully di sekolah terjadi di salah satu SMA swasta di Serpong dan SMP di Bekasi. Melalui webtoon “The Real Lesson” kita bisa belajar bagaimana Korea Selatan mengatasi bully di sekolah termasuk berempati kepada korban bullying.

Dalam cerita komik atau webtoon “The Real Lesson”, mengisahkan sisi gelap dunia pendidikan di Korea Selatan. 

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Korea Selatan memiliki banyak sekali realita yang justru tidak banyak orang sadari. Jika kamu menyaksikan drama Korea Selatan, barangkali akan banyak kisah kasih sekolah yang sangat berbunga-bunga. Tapi, kejadian itu bisa saja adalah sebagian kecil dari realita yang ada.

Kini, sudah banyak drama atau Webtoon berlatar cerita yang mengungkap sisi gelap Korea Selatan. Mulai dari isu sisi gelap para idol, kehidupan sosial, perundungan, homeless, mafia, dan lainnya. Salah satunya dalam dunia pendidikan, banyak sekali masalah-masalah yang ada di sekolah.

Pendidikan di Korea Selatan memiliki standar yang tinggi terhadap kualitas pendidikan dan semua murid dituntut untuk menguasai semua mata pelajaran agar mencapai universitas bergengsi yang dicita-citakan. Tingginya persaingan yang ketat membuat para murid stres dan bahkan berujung nekat untuk bunuh diri.

Namun, fokus utama dan sorotan dalam Webtoon “The Real Lesson” adalah kejamnya perundungan di Korea Selatan. Pahitnya kenyataan di lingkungan sekolah diceritakan dalam Webtoon ini. Perundungan yang dilakukan oleh teman sebaya atau senior di sekolah menimbulkan banyak tekanan terhadap korban. Perasaan tidak berguna, lemah, dan ingin bunuh diri semakin menggebu-gebu karena hari-harinya selalu menjadi korban bullying di sekolah.

Baca Juga: Curhat Chikita Meidy Dibully Saat Sekolah: Tidak Ada Solusi dan Meninggalkan Trauma

Selain itu, terkadang banyak siswa yang “bebal” atau sulit untuk dikondisikan. Seperti membuat kegaduhan di kelas, mencontek, tidur di kelas, dan melawan kepada guru dibahas dalam Webtoon ini. Membuka mata terhadap realita di Korea Selatan mengenai sikap dan sifat siswa yang agresif terhadap peraturan di sekolah.

Sulitnya memberikan hukuman yang tegas kepada pelaku kekerasan. Bully atau perundungan di sekolah karena adanya faktor batas usia. Anak sekolahan terbilang masih di bawah umur sehingga sulit dipenjara atas perlakuan perundungan.

Oleh karena itu, pelaku terus melakukan perundungan secara berulang karena tidak adanya hukuman yang membuat mereka harus menghentikan aksinya. Untuk itu, bagaimana cara memberikan efek jera terhadap pelaku perundungan?

Garis Besar Cerita “The Real Lesson

Sesuai namanya, “The Real Lesson” memberikan pelajaran yang sesungguhnya kepada para murid di sekolah. Realita yang harus dihadapkan di lingkungan sehari-hari adalah mengacuhkan perundungan dan membiarkan para murid bertingkah seenaknya. Sayang sekali, perundungan terus dipelihara layaknya budaya. Dalam kisah ini, kekerasan di sekolah sulit mendapatkan keadilan karena demi kepentingan beberapa pihak.

Dalam peraturan, guru dapat menghukum murid jika murid tersebut melanggar peraturan sekolah. Hukuman yang diberikan berupa hukuman fisik. Mungkin tidak asing bagi kamu yang mengikuti kultur Korea Selatan, siswa akan dipukul di bagian bokong dengan rotan oleh guru dan hukuman fisik lainnya yang melelahkan serta menyakitkan. Akan tetapi, segelintir murid merasa ketika guru menghukum murid adalah peraturan yang konyol, bersifat subjektif, dan tidak adil untuk sebagian orang. 

Oleh sebab itu, dalam cerita ini, dikeluarkanlah Peraturan dan Pasal Larangan Hukuman Fisik yang berisi tentang larangan hukuman fisik. Baik menggunakan alat bantu maupun tidak menggunakan alat bantu yang dapat menyakiti fisik peserta anak didik. Mulai dari dikeluarkan pasal inilah akhirnya para murid yang memiliki kekuasaan di sekolah untuk menyalahgunakan peraturan yang ada.

Para murid mulai membangkang kepada para guru, memfitnah guru melakukan kekerasan seksual, menganiaya guru hingga meninggal, dan lainnya. Situasi semakin kacau dan tidak terkendali. Ruang kelas yang seharusnya sebagai transaksi ilmu, justru memiliki atmosfer menyeramkan untuk guru. Mulai dari adanya peraturan itu, guru tidak memiliki kendali lebih agar ilmu yang disampaikan diterima sepenuhnya oleh murid.

Baca Juga: Sejarah Perpeloncoan di Indonesia dan Dunia, Bullying Berkedok ‘Tradisi’

Tentunya ada beberapa pihak yang tidak tinggal diam. Kasus kematian guru atau murid akhirnya dilaporkan kepada pihak kepolisian dan isu tersebut diangkat oleh media. Akan tetapi, ketika berita perundungan atau kematian akan mencapai puncak viral, negara langsung menutupi kasus tersebut dengan adanya skandal atau berita baru mengenai artis Korea Selatan.

Pun pihak sekolah tidak segan-segan untuk menyuap polisi dan media untuk menutup mulut mengenai kasus kekerasan atau perundungan agar citra baik sekolah tidak tercoreng. Inilah realita yang diketahui oleh sebagian kecil orang. Bahwa Korea Selatan seringkali memberitakan isu kencan atau skandal idol lainnya untuk menutupi kasus berita yang sekiranya adalah aib bagi negara.

Untuk menghentikan sifat semena-mena para murid, dibuatlah undang-undang baru tentang Perlindungan Hak Pendidik untuk melindungi pendidik dari kekerasan di sekolah. Dibuatnya UU tersebut untuk menghindari reaksi negatif dari masyarakat. Departemen Pendidikan Korea Selatan mengirim dua Badan Pendidik atau “guru sementara” di sekolah yang bermasalah dan terdapat kasus kekerasan terhadap guru atau perundungan terhadap siswa.

Na Hwajin dan Lim Hallim sebagai badan pendidik di sekolah-sekolah bermasalah diutus langsung oleh departemen pendidikan dan memiliki wewenang untuk “mendisiplinkan” para siswa yang menjadi akar ulah dari kericuhan di sekolah. Mereka pergi ke sekolah-sekolah yang bermasalah, dan jika keadaan sekolah sudah aman dan tertangani, dalam artian tidak ada kasus kekerasan dan perundungan yang terjadi kembali, masing-masing dari mereka akan pergi ke sekolah lainnya yang bermasalah untuk ditangani.

Baca Juga: Darurat Bullying Anak, Orang Tua dan Guru Jangan Lengah

Dalam mendisiplinkan para siswa, Hwajin dan Hallim diperbolehkan untuk melakukan hukuman yang melibatkan kekerasan untuk memberikan efek jera kepada para siswa. Namun, tidak semua kasus yang ditangani selalu menggunakan kekerasan.

Mereka memiliki cara dan metodenya tersendiri untuk memberikan edukasi dan efek jera kepada para pelaku. Namun, apabila kasus yang sedang ditangani sangat sulit ditangani, beberapa murid dibui karena sudah melewati batas perundungan.

Sesuai judulnya, para badan pendidik ini memberikan real lesson kepada para pelaku perundungan. Banyak cara edukasi yang kreatif untuk memberikan rasa empati kepada korban perundungan. Selain itu, Hwajin membentuk tangga hierarki yang terbalik sehingga pelaku perundungan berada di kasta paling bawah dan korban berada di kasta paling atas. Hal ini dibentuk agar para pelaku merasakan apa yang para korban rasakan.

Apakah Badan Pendidik Ini Efektif Untuk Mengatasi Perundungan di Sekolah?

Sudah menjadi budaya para murid jika dihadapkan adanya perundungan di sekolah diminta untuk melapor kepada guru atau orang tua. Namun, kita semua tahu dan tidak naif, sebagian besar laporan perundungan berakhir hanyalah sebagai laporan semata, tidak adanya tindakan edukatif apalagi efek jera kepada pelaku perundungan.

Merujuk ke situs halaman Komisi Perlindungan Anak Indonesia, untuk memberantas rantai perundungan harus memberikan diversi kepada pelaku adalah upaya yang baik untuk menyelesaikan kasus kekerasan. Pemberian proses rehabilitasi pun dinilai efektif, tetapi memerlukan biaya yang besar. Namun, memberikan edukasi dan rasa empati kepada para murid juga sama pentingnya  untuk merasakan hal yang selama ini dirasakan oleh para siswa.

Akan tetapi, dalam cerita fiksi di ‘The Real Lesson‘, tatanan negara terlihat mudah dikondisikan dan tidak adanya kongkalikong yang menghambat proses “pendisiplinan” terhadap murid dan guru. Semuanya akan terasa mudah jika tatanan negara tidak bobrok dan mengandalkan nepotisme.

Harus menjadi catatan bahwa untuk menciptakan ketentraman di sekolah ada sangkut pautnya pada pemerintah pusat, dengan menciptakan sistem yang pada seharusnya.

Baca Juga: Pengalamanku Mengajar No Diskriminasi, Tapi Aku Malah Dibully

Sayangnya, jika penerapan metode yang dilakukan oleh Badan Pendidikan diterapkan di Indonesia, rasanya akan seperti angan-angan belaka. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya polisi yang tidak jujur dan bahkan pihak menteri pun banyak yang tidak serius atas hal ini. Terlebih memerlukan biaya yang banyak, pun dengan sistem bobroknya “demokrasi” di Indonesia semakin membuat hal ini hanyalah sebuah khayalan.

Penindakan terhadap kasus perundungan saja perlu viral terlebih dahulu, kemudian diproses. Kurang masifnya pencegahan dan pemutusan rantai perundungan di sekolah masih harus menjadi catatan besar untuk diseriusi dan segera diambil tindakan yang edukatif serta memberikan efek jera.

Dalam cerita Webtoon “The Real Lesson” sebagian besar dari siswa akhirnya bertaubat dan tidak mengulangi kembali tindakan buruknya. Namun, masih ada saja beberapa siswa yang memang sangat bebal untuk diberi edukasi hingga “pelajaran” yang sesungguhnya. Dengan demikian, metode dari Badan Pendidik sebagian besar efektif untuk memberikan efek jera dan tidak kembali mengulangi perbuatan yang tidak terpuji.

(Sumber foto: LINE Webtoon/Kolase Konde.co)

Aqeela Ara

Mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara (UMN) yang kini magang sebagai reporter di Konde.co
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!