Akhirnya Bisa Pulang Kampung Saat Lebaran: Namaku Siti, dan Ini Ceritaku Sebagai PRT

Pulang kampung di hari lebaran adalah saat yang ditunggu banyak Pekerja Rumah Tangga (PRT). Walaupun gaji habis untuk beli tiket bis dan kasih uang untuk keponakan, tapi pulang kampung adalah impian bagi semua pekerja seperti saya.

Pada lebaran 2024 ini, Konde.co menyajikan tulisan para Pekerja Rumah Tangga (PRT) tentang cerita mereka di hari lebaran

Selama 2 tahun saya tak pernah pulang, apalagi saat lebaran. Akhirnya lebaran tahun 2024 ini saya bisa pulang kampung. 

Kampung halaman saya ada di Desa Cicomre, Kabupaten Tasikmalaya, Kecamatan Ciawi, Jawa Barat. Kepulangan saya ini terasa istimewa, setelah 2 tahun gak pulang.

Waktu itu saya banyak pengeluaran yang menjadikan saya tak bisa pulang, seperti memberikan uang pada adik saya yang mau masuk pesantren, dan mempersiapkan uang untuk adik saya yang kedua untuk masuk SMP. Jadilah uang transport ke kampung saya tabung buat kebutuhan adik-adik.

Nama saya Siti Hawayulia, biasa dipanggil Lia. Umur saya 19 tahun. Saya bekerja sebagai PRT di Bekasi. Saya anak pertama dari 3 bersaudara, adik saya yang kedua 14 tahun dan sudah di pesantren, adik yang ketiga 12 tahun mau masuk SMP. Mereka semua perempuan. 

Saya adalah tulang punggung keluarga dan harus membiayai adik-adik saya sekolah meskipun adik saya yang ketiga adalah adik tiri dan masih ada bapaknya. Saya tidak bisa mengandalkan bapak tiri saya karena yang bisa dikerjakannya di kampung hanya bersawah atau berkebun.

Penghasilan hasil buruhnya pun sehari itu kehitung Rp 35.000 sampai Rp 50.000. Itu juga sudah kerja dari pagi sampai sore. Uang tersebut hanya bisa menutupi untuk jajan adik dan beli bumbu masakan. Alhamdulillah, karena kami tidak pernah beli sayuran, dan beras juga tidak beli, bisa diambil dari lahan yang saya beli selama saya bekerja sebagai PRT.

Saya bekerja sejak lulus SD. Sempet masuk SMP, tapi cuma satu bulan, karena jarak sekolah yang cukup jauh dan harus ditempuh dengan berjalan kaki hampir satu jam. Akhirnya saya memutuskan untuk berhenti sekolah. Orang tua sempat melarang saya, tapi saya tetep keukeuh untuk berhenti dan memilih bekerja.

Baca juga: Bukan Adu Gengsi, Ini Cerita Bukber Yang Jadi Ruang Perjuangan Buruh Pabrik

Umur 13 tahun saya sudah mulai bekerja di Tangerang, jadi pekerja di pabrik wallet. Tapi ini hanya bertahan 6 bulan karena pabrik walletnya ilegal banyak mempekerjakan anak dibawah umur. Sempet pulang sebentar karena tidak betah juga lama-lama di rumah dan sudah ngerasain gimana kerja dan dapat penghasilan sendiri. 

Selang seminggu setelah pulang itu, saya dapat pekerjaan lagi di daerah Balaraja, Tangerang sebagai PRT. Saya dapat pekerjaan tersebut hanya bermodalkan kartu keluarga, dimasukin kerjanya lewat travel dan tidak melalui penyalur-penyalur yang biasanya.

Meskipun majikan saya tahu saya umur 13 tahun, mereka gak pernah permasalahkan itu. Yang penting saya niat bekerja. Saya di sana bertahan hanya 6 bulan karena tidak kuat dengan pekerjaannya.

Gak lama setelah itu saya daftar ke Yayasan PRT dan diharuskan membuat surat domisili. Setelah 3 hari, saya daftar ke yayasan saya dapat pekerjaan ke Malang dengan kontrak 3,5 tahun sebagai PRT juga. Saat itu umur saya 14 tahun. Masuk umur 17 tahun, saya masih tetep bekerja sebagai PRT hingga sekarang.

Lebaran Bisa Pulang

Setiap bisa pulang lebaran, ada perasaan senang dan sedih bercampur jadi satu. Senangnya saat saya bertemu dengan keluarga. Sedih saya rasakan juga karena uang yang saya kumpulkan selama satu tahun harus saya keluarkan untuk biaya pulang ke kampung halaman yang lumayan mahal. Juga ngasih uang ke keponakan-keponakan pastinya. Lalu ada acara ziarah ke makam ayah. 

Dengan kondisi jalan yang masih berbatu dan tidak adanya kendaraan umum disana, mengharuskan saya untuk menyewa mobil untuk bisa mengangkut keluarga saya agar bisa ziarah bersama. 

Orang tua saya sebetulnya tidak memaksa saya untuk memberikan uang. Begitu juga dengan keponakan-keponakan saya. Namun karena memang sudah kebiasaan saat lebaran dan sudah menjadi budaya juga, seperti ziarah, belanja kebutuhan lebaran. Membalas itu tidak cukup dengan uang. Apalagi Ibu saya sudah merawat saya dari kecil sejak ayah saya cerai dengan ibu, saat usia saya 1 tahun. 

Baca juga: Diputus Kontrak, Dijanjikan Kerja Lagi Usai Lebaran: Akal-akalan Perusahaan Hindari THR Buruh

Uang yang saya kasih ke orang tua pun sebagian disimpan, sebagian lagi dikeluarkan saat momen lebaran. Karena kan di kampung kebutuhan itu gak hanya buat sehari aja, bisa dipakai pas ada keperluan yang mepet. 

Harapan Ibu saya ke saya cuma satu, bisa terus membantu orang tua dan adik-adiknya sampai lulus sekolah nanti, karena kalau bukan ke saya, ke siapa lagi.

Setelah sudah tidak ada kepentingan lagi di kampung dan saya bisa istirahat beberapa hari, ini sudah cukup, saya pun semangat lagi untuk bekerja kembali.

(Foto/ ilustrasi: Freepik)

Siti Hawayulia

PRT di Bekasi, Jawa Barat
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!