Konde.co dan Koran Tempo punya rubrik ‘Klinik Hukum Perempuan’ yang tayang setiap Kamis secara dwimingguan. Bekerja sama dengan LBH APIK Jakarta, Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender, Perempuan Mahardhika, dan JALA PRT. Di klinik ini akan ada tanya jawab persoalan hukum perempuan.
Tanya:
Halo, saya Arini. Tolong infokan langkah-langkah bagi korban KDRT agar bisa menyelamatkan dirinya dari mulai kejadian hingga pelaporan. Karena tidak semua korban di-support oleh keluarganya dan juga tidak mandiri secara finansial.
Jawab:
Halo, salam kenal kak Arini. Terima kasih telah berkonsultasi dengan Klinik Hukum Perempuan. Kami turut prihatin atas Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang terjadi. Kak Arini tidak sendirian, kami disini bersama kak Arini. Menanggapi pertanyaan kak Arini, berikut kami uraikan langkah bagi korban KDRT untuk menyelamatkan dirinya sejak kekerasan terjadi.
Langkah 1: Sadar Bahwa KDRT Telah Terjadi
Kami mengapresiasi keinginan Anda untuk menyelamatkan diri, keinginan ini adalah langkah pertama untuk keluar dari lingkaran KDRT. Ini menunjukkan kesadaran tentang KDRT yang terjadi, bahwa kak Arini menjadi korban.
Langkah 2: Identifikasi Bentuk KDRT dan Korbannya
Setelah sadar adanya KDRT, kak Arini perlu mengidentifikasi bentuk KDRT yang terjadi. Karena kak Arini tidak secara detail menyampaikan bentuk KDRT yang terjadi, untuk membantu mengidentifikasi bisa merujuk pada ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Bentuk KDRT tersebut meliputi:
- Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat (Pasal 6 UU PKDRT).
- Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang (Pasal 7 UU PKDRT).
- Kekerasan seksual adalah pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut; pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu (Pasal 8 UU PKDRT).
- Penelantaran rumah tangga adalah menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut (Pasal 9 UU PKDRT).
Baca Juga: Kalau Kamu Korban KDRT, Kamu Bisa Jadi Saksi Dalam Proses Pembuktian
Bentuk KDRT bisa terjadi secara tunggal maupun bersamaan. Mengingat KDRT terjadi dalam lingkup rumah tangga, perlu identifikasi lebih lanjut, apakah kak Arini korban tunggal atau ada korban lainnya. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 UU PKDRT, lingkup rumah tangga meliputi:
a. Suami, Istri dan Anak.
b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau
c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. Orang yang bekerja dipandang sebagai anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan.
Langkah 3: Identifikasi Sumber Daya yang Ada
Setelah mengidentifikasi bentuk KDRT dan siapa saja yang menjadi korban, kak Arini dapat mengidentifikasi sumber daya yang ada. Bagaimana cara mengidentifikasi sumber daya yang ada? Kita dapat memulainya dengan mengetahui apa saja hak-hak korban KDRT berdasarkan pasal 10 UU PKDRT, yakni:
- Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.
- Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis.
- Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban.
- Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Pelayanan bimbingan rohani.
Seperti disampaikan bahwa kak Arini tidak mendapat dukungan keluarga, maka kami gunakan contoh, bentuk KDRT yang terjadi adalah kekerasan fisik. Yakni terjadi pemukulan hingga kak Arini menderita luka-luka disaksikan oleh anak-anak yang masih di bawah umur. Namun, keluarga tidak membantu karena menganggap itu bukan kekerasan atau itu adalah aib keluarga.
Baca Juga: Terduga Pelaku Teror Keluarga Korban Perkosaan Anak, Begini Cara Menghadapinya
Jika itu yang terjadi, sumber daya yang bisa didapat oleh kak Arini tentu bukan berasal dari keluarga, Pada dasarnya, setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk (Pasal 15 UU PKDRT):
a. Mencegah berlangsungnya tindak pidana.
b. Memberikan perlindungan kepada korban.
c. Memberikan pertolongan darurat.
d. Membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.
Kak Arini sebagai Korban dapat menghubungi atau meminta bantuan kepada tetangga atau teman yang dapat dipercaya untuk memberikan perlindungan dan pertolongan darurat. Seperti memberi bantuan tempat tinggal, menjauhkan korban dari pelaku atau untuk mendampingi kak Arini mencari bantuan.
Langkah 4: Identifikasi Bantuan yang Dibutuhkan Korban
Dari pertanyaan yang diajukan, kami asumsikan bahwa kebutuhan kak Arini adalah ingin melaporkan secara hukum KDRT yang terjadi. Lalu, ke instansi mana kak Arini bisa melapor untuk mendapat dukungan?
a. Gratis Lapor Kepolisian setempat.
Korban berhak melaporkan secara langsung KDRT kepada kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat kejadian perkara. Korban dapat memberikan kuasa kepada keluarga atau orang lain untuk melaporkan KDRT yang dialami kepada kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat kejadian perkara.
Jika, kak Arini sudah yakin untuk melaporkan KDRT yang terjadi, Kak Arini dapat melaporkan secara langsung maupun melalui kuasa yang ditunjuk, kepada Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) yang ada di Polres/Polsek setempat. Dari situ nanti akan dibantu untuk diarahkan kepada Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (Unit PPA) yang ada tanpa dipungut biaya.
b. Gratis Cari Bantuan melalui Unit Layanan Pemerintah di Daerah
Namun, jika Kak Arini sebelum melaporkan KDRT tersebut ke kepolisian dirasa membutuhkan konseling psikolog atau pendampingan, Kak Arini dapat meminta bantuan tanpa dipungut biaya melalui Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) atau dinas sosial atau dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Kependudukan dan Keluarga Berencana tingkat provinsi/kota/kabupaten. Perlu diketahui nama organisasi perangkat daerah yang berwenang ini dapat berbeda-beda di setiap daerah.
Unit layanan pemerintah di daerah ini berwenang menyelenggarakan layanan seperti pengaduan masyarakat, penjangkauan korban, pengelolaan kasus, penampungan sementara, mediasi, pendampingan korban, pemeriksaan medis dan psikis. Unit layanan ini memberikan pelayanan terpadu secara gratis untuk perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan fisik, psikis, seksual, trafficking, pornografi, bullying, pekerja anak dan anak berhadapan dengan hukum.
c. Cari bantuan melalui website Carilayanan.com
Carilayanan.com adalah direktori bantuan bagi korban kekerasan berbasis gender di seluruh Indonesia. Lembaga-lembaga di website ini merupakan lembaga nonpemerintah maupun lembaga pemerintah. Sebagian besar di antaranya juga menyediakan layanan gratis (tanpa biaya). Cari Layanan bisa digunakan oleh korban serta teman dan keluarganya untuk mencari bantuan yang dibutuhkan.
Demikian penjelasan singkat terkait langkah-langkah yang dapat diambil korban KDRT. Tetapi yang utama perlu dipahami adalah situasi kekerasan dapat berbeda-beda sehingga sumber daya dan bantuan yang diberikan perlu disesuaikan dengan kondisi korban KDRT. Jangan ragu cari bantuan ya, karena korban berhak pulih!
Jika kamu mau berkonsultasi hukum perempuan secara pro bono, kamu bisa menghubungi Tim Kolektif Advokat Keadilan Gender (KAKG) melalui bit.ly/FormAduanKAKG atau email: konsultasi@advokatgender.org.
Editor: Anita Dhewy