Anak-Anak Muda Kampanye Stop Perkawinan Anak Lewat Facebook dan Film

Maret adalah bulan penting bagi kami. Selain perempuan di seluruh dunia memperingati hari perempuan internasional pada tanggal 8 Maret, pada tanggal 8 Maret 2017 ini Konde.co juga memperingati ulangtahun yang pertama.



Tepat di hari ulangtahun pertama kami di tanggal 8 maret 2017 ini, Konde.co akan menyajikan sejumlah tulisan dalam edisi khusus “Untuk Perempuan Timor.” Tulisan ini merupakan pemetaan, liputan yang kami lakukan di sejumlah daerah di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB) bersama Oxfam Indonesia pada akhir Februari 2017 lalu. Mengapa Perempuan Timor? Perempuan Timor adalah perempuan yang harus berjuang dengan keteguhan, jejak kaki panjang untuk keluar dari kekerasan, kemiskinan yang terus terjadi sehingga menempatkan perempuan disana sebagai perempuan yang tinggal di wilayah termiskin ketiga di Indonesia. Edisi khusus ini akan kami tampilkan mulai tanggal 2-8 Maret 2017. 



Terimakasih banyak atas dukungan, solidaritas sekaligus partisipasi pada Konde.co selama setahun ini. Sebagaimana bayi yang baru saja lahir, kami baru belajar untuk merangkak, namun punya semangat untuk berjuang bagi perempuan di Indonesia. Selamat membaca.

Luviana- www.Konde.co



 “Nikah Muda itu Tidak Keren!”

Lombok, Konde.co – Begitu bunyi kampanye anak muda di Lombok melalui facebook. Kampanye ini dilakukan untuk melawan perkawinan anak yang banyak terjadi di Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Menikah muda. Jika kita buka melalui laman google, akan ada banyak istilah soal menikah muda. Istilah lain yang mirip yaitu: menikah di bawah umur, pernikahan usia anak, pernikahan usia dini.

Indonesia mempunyai aturan UU Perkawinan yang menyatakan umur 16 tahun dan 17 tahun sudah boleh menikah, namun UU Perlindungan Anak menyebutkan bahwa usia 16 tahun masih merupakan usia anak-anak. Usia diatas 18 tahun baru merupakan usia dewasa.

Namun percakapan di sosial media menunjukkan bahwa pernikahan anak selalu menjadi sorotan tajam. Sama halnya yang terjadi di Nusa Tenggara, wilayah yang pernikahan anaknya paling tinggi di Indonesia.

Di Asean, Indonesia memang menempati tempat kedua setelah Kamboja dalam hal jumlah perkawinan anak. Dan di Indonesia, wilayah terbanyak yang terdapat perkawinan anak adalah di Nusa Tenggara Barat.

Salah satu anak muda di Lombok yang kemudian menggagas kampanye: Nikah Muda itu Tidak Keren, adalah Rizal. Ia tak hanya mengawal kampanye lewat facebook, tetapi juga lewat film yang dibuatnya. Kini film yang berisi tentang kesaksiannya dan kisah hidupnya yang menikah muda ini, sudah ditonton oleh masyarakat umum melalui pemutaran film keliling.

Berbekal Cinta, Lalu Menikah


Mohammad Syamsul Rizal (31) selalu menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi pada istrinya dulu. Berbekal cinta, Rizal kemudian melamar Mubarattin atau Atin (20). Atin tak kuasa menolak pinangan Rizal. Padahal hatinya memberontak, bukan karena ia tak mencintai Rizal, namun karena ia masih ingin sekolah. Cita-citanya untuk menjadi penulis, tak pernah padam hingga kini. Jadilah mereka menikah muda. Usia Atin saat itu baru 15 tahun.

Rizal baru mempersiapkan studio fotonya ketika kami datang ke desanya di Lombok Barat. Studio ini berada di Desa Kekait, di wilayah Lombok Barat.

Ia langsung memanggil anak dan istrinya, Mubarratin untuk masuk ke studio yang baru setengah jadi ini. Studio yang ia bangun letaknya di jalan utama di Desai Kekait.

Rizal adalah salah satu anak muda penggagas stop perkawinan anak, salah satu usahanya yaitu membuat film yang berisi testimoni dirinya dan istrinya yang menikah muda.

“Biar saja cerita kami berdua diketahui banyak orang, yang penting anak-anak muda jangan meniru kami yang telah menikah muda. Istri saya menangis terus karena perkawinan ini, dan saya menyesal karena sudah memaksanya menikah,” ujar Rizal.

Filmnya yang juga meceritakan tentang pentingnya Merariq Kodek ini sudah ditonton oleh banyak orang. Merariq Kodek merupakan aturan yang dibuat oleh perangkat desa, para pengurus adat dan agama untuk mencegah perkawinan anak di Lombok.



Menikah, Keputusan Sulit Bagi Perempuan

Tak mudah bagi Mohammad Syamsul Rizal untuk mengajak Mubarratin menikah. Atin menangis ketika diajak menikah, karena ketika itu umurnya masih 15 tahun, ia masih senang sekolah dan bermain bersama teman-temannya.

Namun ia juga galau, jika ia tak menikahi Rizal pacarnya kala itu, maka ia takut Rizal akan pergi darinya.

Maka Atinpun memutuskan untuk menikah, sesuatu yang sangat sulit dilakukannya.

Dari pernikahannya ini, ia merasa tak bahagia. Karena keinginannya memang pengin sekolah, bukan menikah. Ia masih ingin sekolah, masih pengin menjadi penulis, menulis novel. Keinginannya tak pernah kesampaian dengan perkawinan ini. Karena sering bertengkar, maka ia kemudian memutuskan berpisah dari Rizal.

Disinilah Rizal merasa bersalah. Perasaan ini menderanya terus. Ia mengajak Atin untuk kembali, Rizal berjanji akan membangun rumah tangganya dengan baik. Atin diminta sekolah lagi, melanjutkan cita-citanya yang tertunda. Saat ini mereka sudah kembali hidup bersama. Atin juga akan meneruskan sekolah dan membuat novel, menjadi penulis seperti cita-citanya dulu.

Film yang ia buat menceritakan itu semua. Film ini ingin bercerita agar anak-anak muda tidak melakukan perkawinan anak karena perkawinan seharusnya menurut Rizal harus dilakukan oleh 2 orang dewasa yang sudah siap secara fisik maupun mental.

Nikah Muda itu Tidak Keren

Di Lombok, anak-anak muda inilah yang kemudian banyak mensosialisasikan tentang stop pernikahan anak. Mereka datangi anak-anak muda lain disana dan menyebarkan informasi: bahwa menikah harus di usia dewasa.

Awalnya memang banyak pertentangan, banyak yang bertanya: mengapa kita tidak menikah muda saja? Namun anak-anak muda yang tergabung dalam organisasi Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) ini menjelaskan dengan telaten tentang bahayanya bagi perempuan jika menikah di bawah usia 18 tahun. Secara mental mereka juga belum siap dalam membangun keluarga dan rata-rata belum bekerja atau berpenghasilan sendiri, akibatnya banyak merepotkan orangtua. Perempuan yang hamil pada usia 18 tahun juga akan membahayakan rahimnya, bisa terkena kanker serviks.

Namun pertentangan lain juga mereka alami di facebook. Ketika Rizal dan teman-temannya berkampanye melalui facebook tentang stop pernikahan anak, ada sejumlah anak muda lain yang berkampanye untuk mengajak cepat menikah, menikah muda itu keren, dll.

“Ada tantangannya, tapi kami melakukan pendekatan dengan berbagai cara, salah satunya lewat film. Biar saja cerita saya diketahui banyak orang, asal bisa men-stop perkawinan anak di Lombok,pendekatan lain yaitu bicara baik-baik dan melakukan pendekatan khusus,” ujar Rizal.

Walau Rizal mengaku hingga kini, masih banyak pertentangan yang mereka alami. Awiq-awiq sudah disetujui oleh kepala desa, pemuka agama dan adat, namun tetap saja masih banyak orang yang ingin melakukan nikah muda karena sudah menjadi kebudayaan untuk nikah muda di tempat tinggalnya.

Rizal, tak pernah berhenti berpikir. Kini, di studio baru yang ia bangun, Rizal sedang merintis pembuatan karya-karya anak-anak muda Lombok. Karena studio ini tidak hanya akan melahirkan film dan foto untuk advokasi mereka, namun secara ekonomi juga akan digunakan sebagai pemasukan ekonomi bagi anak-anak muda di Lombok Barat ini.

Kini Rizal sedang mempersiapkan film tentang stop pernikahan anak, judul filmnya kira-kira: “Nilai Tanpa Angka”. Film ini juga akan diputar secara keliling untuk mencegah perkawinan usia anak (Bersambung)

(Mohammad Syamsul Rizal dan Mubarattin serta anaknya di depan studio fotonya di Desa Kekait, Lombok, Nusa Tenggara Barat/ Foto: Luviana)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik. Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!