Arawinda Kirana Speak Up, Bersuara Sebagai Korban Kekerasan Seksual

Pemain film, Arawinda Kirana didampingi oleh tim pendamping independen, membuat pernyataan sebagai korban kekerasan seksual. Ia memberikan pernyataannya ini dalam film ‘DIAM.’ Beragam emosi telah lama Ia tahan.

Sekitar setahun kasus yang menyeret nama pemain film ‘YUNI’ bernama Arawinda Kirana muncul di tengah publik. Dugaan sebagai pelakor (perebut laki orang) —yang beritanya banyak menghadapkan perempuan vs perempuan- membuat Arawinda banyak menerima hujatan warganet dan kekerasan berbasis gender online (KBGO). 

Belum lama ini, pihak Arawinda pun bersuara. Termasuk tim pendamping yang selama ini mendampingi kasus Arawinda— angkat bicara.   

Awalnya Konde.co mendapatkan pesan tertulis dari salah satu Tim Pendamping Independen (TPI) Arawinda Kirana, Jessica Amanda (nama samaran), pada Senin (11/9). Pernyataan resmi itu menyoal, dukungan terhadap Arawinda yang bersuara dalam film ‘DIAM’. Jessica melihat, yang dilakukan Arawinda adalah sebagai bentuk mengekspresikan pengalamannya sebagai korban kekerasan seksual. 

Tim Independen Pendamping Korban (TIPK) ini terdiri dari sekelompok praktisi psikologi klinis dan psikososial. Mereka punya pengalaman dalam memberikan pendampingan kepada korban-korban kasus kekerasan seksual. Mereka telah memberikan pendampingan dan dukungan kepada Arawinda sejak awal tahun 2023. 

“Dalam perjalanan panjang kami mendampingi. Kami telah menjalani berbagai proses pendampingan sosial dan psikologis yang mendalam untuk membantu Arawinda mengatasi dampak traumatis dan kekerasan seksual yang dialaminya,” tulisnya. 

Pendamping itu mengatakan, proses pemulihan Arawinda adalah perjalanan yang rumit dan membutuhkan waktu. 

“Melalui media sosial pribadi Arawinda dengan jujur mengungkapkan perasaannya dan upayanya untuk berbagi pengalaman pribadinya sebagai seorang penyintas kekerasan seksual,” lanjutnya. 

Baca Juga: Pentingnya Film ‘Like & Share’: Bagaimana Remaja Perempuan Melawan KBGO

Sayangnya, alih-alih menjadi sebuah momen empati dan mendapat dukungan dari masyarakat. Semua pernyataan yang selama ini diungkapkan Arawinda, malah kembali menjadi kontroversi yang memicu opini publik yang berseberangan. 

Arawinda merasa bahwa perhatian publik semestinya difokuskan pada pelaku kekerasan yang sebenarnya, yaitu laki-laki pelaku yang merupakan satu-satunya pihak yang harus bertanggung jawab atas tindakannya pada 2 perempuan, kembali teralihkan.

Para pendamping mengungkap, Arawinda menyadari bahwa pemberitaan dan berbagai spekulasi yang beredar selama ini telah menyakiti banyak pihak. Termasuk korban kekerasan seksual lainnya. Maka, ia ingin menyampaikan permohonan maaf yang mendalam atas dampak yang telah terjadi. 

“Kami, sebagai tim independen pendamping korban, akan terus mendukung Arawinda dalam perjalanan pemulihannya. Dan kami berharap masyarakat dapat memahami pentingnya mendukung penyintas kekerasan seksual. Dan menempatkan tanggung jawab pada pelaku untuk memastikan keadilan dan perlindungan bagi semua korban,” katanya.  

Selama ini, dia bilang, Arawinda terpaksa merahasiakan kenyataan atas kekerasan yang dialaminya. Sebagai seorang korban kekerasan seksual, para pendamping bilang, Arawinda menghadapi berbagai tantangan. 

Termasuk merasa terisolasi dalam rasa takutnya, memilih untuk diam demi menjaga nama baiknya. Dan seringkali tidak dipercaya oleh banyak pihak karena tidak memiliki bukti yang dapat diperlihatkan. 

Ini mencerminkan bahwa praktik pembebanan terhadap korban (victim blaming) seringkali terjadi dalam kasus kekerasan seksual. Dalam proyek film yang diberi nama ‘DIAM‘, para pendamping mengatakan, Arawinda memutuskan untuk memberanikan diri dan bersuara mengenai kekerasan seksual yang dialaminya pada tahun 2022. 

Baca Juga: Cap Pelakor Arawinda: Seksis dan Bias Gender, Peran Laki-laki Terlupakan

“Proses ini memakan waktu satu tahun lamanya untuk mengumpulkan kekuatan dan keberanian yang diperlukan. Agar ia bisa berbicara secara terbuka mengenai pengalaman traumatisnya di hadapan publik,” imbuhnya. 

Sebagai pendamping, mereka pun berharap bahwa karya ‘DIAM‘ akan menjadi sarana bagi Arawinda untuk menyampaikan kebenaran yang selama ini tersembunyi. 

Karya ini merupakan tindakan katarsis yang dipilih Arawinda secara sadar. Dengan tujuan menggambarkan beragam emosi yang telah lama ia tahan dan rasakan. 

“Setelah lebih dari delapan bulan proses pendampingan yang telah berlangsung, kami berharap agar Arawinda dapat melanjutkan perjalanan pemulihan psikologisnya. Sehingga ia dapat pulih dan menjadi penyintas, serta kembali mendapatkan kehidupannya,” jelasnya. 

Lebih dari itu, karya ‘DIAM’ juga diharapkan dapat menjadi sarana dukungan bagi seluruh korban kekerasan seksual yang merasa terpaksa diam akibat ketidakpastian hukum dan ketidakadilan yang mereka alami dalam kasus kekerasan yang mereka hadapi. 

Pengalaman yang dialami oleh para korban adalah pengalaman yang sah dan berharga. Dan kami selalu siap untuk memberikan dukungan yang diperlukan agar para korban dapat mengakses proses pemulihan yang mereka perlukan.  

“Terakhir, tim pendamping ingin menegaskan kembali bahwa dalam kasus kekerasan seksual, kesalahan sepenuhnya ada pada pelaku,” ucapnya.

Baca Juga: Dari Kasus Virgoun, Cara Tepat Sikapi Perselingkuhan, Jangan Salah Fokus!

Pernyataan resmi para pendamping yang kepada Konde.co itu, tak lama usai adanya unggahan Arawinda di media sosial pribadinya (Instagram story). Dia tak menyangkal, pemberitaan dan cerita yang sejak setahun lalu telah berkembang dan berdampak merugikan banyak pihak. 

“Bukan hanya sebagai penyintas, namun juga orang-orang terdekat pelaku yang sama-sama tersakiti oleh perbuatannya,” tulis Arawinda di IG Story-nya, Senin (11/9).

Dia melanjutkan, momentum hadirnya ‘DIAM’ yang ia harapkan jadi langkah pertama perjalanan menyintas dari kekerasan seksual yang terjadi padanya, ternyata kembali dianggap sebagai ‘percikan api’ yang memantik opini publik. 

Percikan itu, kata Arawinda, kemudian dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk menyulut isu perempuan vs perempuan. Dan melupakan bahwa satu-satunya pihak yang bertanggung jawab atas ini semua adalah pelaku lelaki yang telah melakukan kekerasan pada dua perempuan. 

“Saya belum ada kesempatan berkomunikasi dengannya (Amanda Zahra –red), namun saya harap dia tahu bahwa saya berempati dengan apa yang dia alami dan berbagai tantangan yang harus dia lalui. Saya berharap dia terus dimampukan untuk maju dan berjuang bagi hidupnya, demikian juga dengan saya,” ucapnya.  

Konde.co sudah berupaya menghubungi Amanda Zahra melalui akun Twitter @amndzahra untuk meminta keterangannya, namun, hingga artikel ini ditayangkan, belum ada respon.

Pada Jumat (29/9), Konde.co sudah terhubung dan berkomunikasi dengan pendamping AZ. Namun, untuk saat ini pihak AZ memilih untuk tidak memberikan statement lebih lanjut.

Suara Arawinda dalam Film ‘DIAM’

Trailer film ‘DIAM’ (2023) diunggah Arawinda dalam Instagram pribadinya pada 2 September 2023. Cuplikan film itu menggambarkan pengalaman korban kekerasan seksual yang berupaya bersuara. Pengalaman perempuan yang diperkosa dengan tidak menggunakan konsen atau persetujuan.

“Tapi gue ingat bahwa gue bilang gak mau, dan gue ingat bahwa gue nyuruh dia berhenti…”

Di caption postingan ‘DIAM’ itu, Arawinda menuliskan pernyataan cukup panjang. Isinya, soal realita sistem hukum negara dan pasal-pasal karet yang ada saat ini, justru semakin merugikan manusia dengan membatasi kebebasan untuk berbicara. 

“Kenapa gue yang harus minta maaf untuk kesalahan yang dia lakukan?”

Banyak penyintas yang kemudian terpaksa tenggelam, diam, dan apabila ingin berjuang harus sangat berhati-hati.

“Film ini saya buat–dengan energi besar dan passion yang bersumber dari kejujuran–sebagai cerminan kasus kekerasan seksual yang saya alami pada tahun 2022. Selama ini, kasus saya disamarkan oleh pelaku di bawah sebuah rangkaian cerita palsu yang direkayasa dan ditanam menggunakan kesenjangan uang dan dinamika kuasa,” kata Arawinda, yang pernah memerankan Yuni dalam film ‘YUNI‘ itu. 

Setelah setahun ini, ia bilang, bahwa ini adalah momen pertamanya akhirnya yang membuat Ia berani untuk berbicara.  

“Mengungkapkan kebenaran mengenai kasus ini, melalui satu-satunya hal yang saya punya = karya saya,” tulis Arawinda yang adalah penulis dan pembuat film ‘DIAM’ itu.  

Film ini ingin menyampaikan dukungan bagi tiap orang yang takut berjuang karena kesenjangan kuasa antara penyintas dan pelaku. Karena sistem hukum yang tidak mengakomodasi, ataupun alasan-alasan lainnya.

“‘DIAM’ tidak akan ditayangkan versi penuhnya secara umum karena bukan film komoditas yang ingin saya perjual-belikan untuk menghasilkan uang. Film ini sepenuhnya media ekspresi dan bersuara.”

Di akhir unggahannya, Arawinda menyampaikan ucapan terimakasih terhadap para pendampingnya yang terdiri dari KOMPAKS (Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual) dan LBH APIK (Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan). 

(Foto: Film “DIAM” karya Arawinda Kirana/ Youtube)

Nurul Nur Azizah

Bertahun-tahun jadi jurnalis ekonomi-bisnis, kini sedang belajar mengikuti panggilan jiwanya terkait isu perempuan dan minoritas. Penyuka story telling dan dengerin suara hujan-kodok-jangkrik saat overthinking malam-malam.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!