Poedjiati Tan – www.konde.co
Pagi ini ketika bagun
pagi dikagetkan dengan berita pengeboman sebuah gereja Santa Maria Tak Bercela
di Ngagel-Surabaya.
Belum reda kekagetan saya, kembali mendapatkan berita ada gereja
lain yang juga mengalami pengeboman dan diikuti berita lainnya.
Gambar dan
video kejadian ataupun korban segera bertebaran di whatsapp group yang saya
ikuti. Korban meninggal pun terus bertambah tiap jamnya, pun yang korban luka.
Tidak hanya orang dewasa tetapi juga anak-anak yang tak berdosa dan mengerti
apa-apa juga menjadi korban. Korban tidak hanya dari agama tertentu, ras
tertentu, golongan tertentu tetapi juga rakyat biasa.
Saya mendapat berita
bahwa pelaku bom bunuh diri di gereja Santa Maria Tak Bercela adalah
seorang perempuan. Tidak hanya itu, di Gereja Kristen Indonesia di jalan
Dipenogoro pelaku diduga seorang perempuan yang membawa dua anak kecil
untuk melakukan bom bunuh diri.
Sungguh miris dan menyedihkan usaha bom bunuh
diri yang mengajak anak-anak yang seharusnya dilindungi untuk bertumbuh kembang
sebagaimana anak lainnya. Saya sempat berpikir kenapa harus mengajak anak-anak?
Kenapa tega mengorbankan masa depan anak-anak?
Jika biasanya tindakan
teroris dilakukan oleh laki-laki dengan penyerangan ataupun pengeboman, kini
pelakunya menggunakan perempuan dan anak. Terus terang saya jadi ingat sebuah
qoutes
“Siapa yang mendidik satu laki-laki berarti telah mendidik satu
manusia, sedangkan siapa yang mendidik satu perempuan berarti sedang mendidik
satu generasi”
Bayangkan bila perempuan
sudah ikut terlibat menjadi terorisme maka nasib generasi bangsa ini akan
menjadi masalah yang serius.
Menanam Racun Kemanusiaan
Dalam negara yang sangat
patriakhi dan sudah mulai keracunan dogma yang merusak pikiran dan telah membunuh
rasa kemanusia, menghancurkan seluruh akal budi, kedudukan perempuan sebagai
seorang istri dalam keadaan yang kritis.
Bayangkan, ketika para istri maupun
perempuan pengikut teroris yang tidak bisa menolak perintah suami atau
pemimpinnya saat diminta untuk menjadi kaki tangannya dalam melakukan tindakan
terorisme. Celakanya, mereka juga mengajak anak-anaknya yang bisa jadi karena
selama ini mereka yang mengasuh anak-anak tersebut. Kelompok teroris ini telah
menggunakan perempuan untuk menjadi senjata yang mematikan.
Apa jadinya bangsa ini,
dimana pengasuhan dan pendidikan anak-anak yang sebagian besar dilakukan para
ibu telah disusupi ajaran dan ajakan melakukan terorisme? Tentu negara ini
menjadi terancam dan masa depan bangsa ini dalam bahaya besar.
Ini saatnya kita sebagai
perempuan untuk mulai kritis dan terlibat memerangi terorisme, salah satunya
dengan bersama keluarga memberikan pendidikan yang penuh cinta kasih dan
kebaikan kepada anak-anak. Berani mengatakan tidak dan ikut melawan
terorisme. Berilah pendidikan kepada anak-anak untuk menjadi mandiri,
kritis, cerdas dan toleran.
Perempuan bisa menjadi
ujung tombak mewujudkan perdamaian, menolak ajakan laki-laki suami yang mengajak melakukan kekerasan. Hal ini bisa dimulai dari dalam keluarga dengan mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan, kasih sayang dan bersikap berani menolak
ajakan siapapun yang berlawanan dengan nilai-nilai kemanusiaan, ajakan untuk
membunuh dan memerangi semua yang berbeda.
Padahal Tuhan menciptakan perbedaan
dengan penuh kasih, agar kita belajar dari perbedaan itu.