*Poedjiati Tan- www.Konde.co
Jakarta, Konde.co- Jurnalis adalah pekerja yang banyak berada di tengah kerumunan. Mereka berada di kerumunan massa, kerumunan wawancara dan kerumunan dalam pekerjaan yang berkelompok.
Pengambilan gambar televisi dan rekaman wawancara juga kebanyakan dilakukan secara bersama-sama.
Para jurnalis juga pekerja yang tiap hari harus bertemu orang-orang yang berbeda. Dengan adanya Virus Corona atau Covis-19, jurnalis adalah orang yang banyak terkena dampak Virus ini.
Sejak adanya Virus ini, ketakutan, cemas menjadi sesuatu yang tak terhindarkan bagi wartawan. Sebagai penyampai informasi, peliputan virus ini seperti halnya peliputan perang, wartawan harus mendapatkan informasi pertama. Maka tak heran jika di dunia, jurnalis adalah pekerjaan yang digolongkan dengan kerja beresiko tinggi.
Dalam situasi politik yang bergejolak, jurnalis harus berada di depan sebagai penyampai berita. Karena fungsinya yang tinggi ini, maka jurnalis adalah profesi yang sering rentan terhadap situasi bahaya.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI Jakarta) melalui ketuanya, Asnil Bambani dalam pernyataan sikapnya mengimbau agar penyebaran informasi dan data bagi para jurnalis di tengah wabah Corona ini, tidak lagi melalui kerumuman yang biasa terjadi di konferensi pers.
“Karena kerumunan ini sangat membahayakan para jurnalis.”.
Menghindari kerumuman bagi wartawan artinya tetap berpegang teguh pada prinsip kebebasan pers dan hak atas informasi. Dan bukan alasan bagi para narasumber untuk menyembunyikan informasi penting bagi publik.
AJI Jakarta meminta beberapa opsi untuk menyebarkan informasi ke publik dengan mempertimbangkan kerja-kerja jurnalis:
1. Siaran pers disertai foto dan video peristiwa dengan catatan keterangan serta hak cipta gambar bergerak maupun tidak bergerak.
2. Lembaran data yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan laporan berita.
3. Live streaming atau pengiriman gambar secara online melalui website atau link resmi yang disediakan oleh narasumber.
4. Siaran langsung melalui platform media sosial atau aplikasi komunikasi dengan disertai waktu untuk tanya jawab melalui kolom komentar atau teknologi suara lainnya.
5. Penyebaran video keterangan pers melalui video singkat dengan keterangan dan hak cipta atas gambar video bergerak.
6. Wawancara atau pertemuan tatap muka dengan narasumber dihimbau atas pertimbangan mendesak dengan persetujuan pimpinan redaksi dengan pencatatan sebagai dokumentasi penelusuran interaksi dekat dengan sesama manusia.
7. Mendesak tim kehumasan dan komunikasi dari para narasumber agar siap menjawab pertanyaan dari para jurnalis melalui aplikasi komunikasi maka penting agar menyediakan nomor kontak yang bisa dihubungi demi kepentingan konfirmasi
(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)
*Poedjiati Tan, psikolog, aktivis perempuan dan manager sosial media www.Konde.co. Pernah menjadi representative ILGA ASIA dan ILGA World Board. Penulis buku “Mengenal Perbedaan Orientasi Seksual Remaja Putri.”