Jakarta, Konde.co- Terjadinya pelecehan seksual pada aksi Hari Perempuan Internasional atau International Women’s Day (IWD), 8 Maret 2020 di Jakarta membuat elemen yang melaksanakan aksi yang tergabung dalam Koalisi “Gerak Perempuan” membuka telpon pengaduan korban.
Hingga Selasa, 10 Maret 2020, Koalisi “Gerak Perempuan” menerima sebanyak 26 laporan melalui dua saluran tersebut, termasuk di dalamnya satu aduan kritik yang tidak terkait dengan laporan pelecehan di Jakarta serta satu aduan mengenai pelecehan yang terjadi di aksi IWD di Yogyakarta.
Dari pengaduan ini didapatkan data:
A.Pelaku pelecehan seksual antaralain dilakukan oleh:
1. Aparat polisi laki-laki
2. Polisi perempuan
3. Tentara
4. Sedangkan pelaku dari masyarakat antaralain peserta aksi laki-laki yang secara spesifik yang disebutkan dalam laporan berpakaian merah dan berpakaian hitam.
B. Bentuk-Bentuk Pelecehan Seksual:
1.Fisik:
– Disentuh saat jalan dengan sengaja
– Dipegang paksa
2.Non-fisik:
– Catcalling
– Serangan pandangan mata ke arah payudara
– Mengomentari dan menertawakan cara berpakaian, ekspresi gender, dan isi poster
– Mengajak tos lalu menertawakan
– Mengajak foto dengan nada yang tidak menyenangkan
– Tertawa dengan maksud merendahkan
C.Kategori korban antaralain:
1. Transpuan
2. Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT)
3. Perempuan
4. Laki-laki berekspresi feminin
Atas laporan tersebut, maka koalisi “Gerak Perempuan” melalui juru bicaranya, Mutiara Ika Pratiwi sebagai penyelenggara aksi IWD 2020 menyatakan mengakui dan mengecam adanya tindak pelecehan seksual selama aksi IWD 2020 yang dilakukan oleh sesama peserta aksi dan juga aparat
“Kami juga mengapresiasi keberanian korban tindak pelecehan seksual untuk melapor, melindungi identitasnya, dan mengupayakan penyelesaian kasus melalui pembukaan saluran pelaporan bagi korban, investigasi internal di masing-masing organisasi peserta aksi yang anggotanya diduga sebagai pelaku pelecehan seksual, termasuk akan menjatuhkan sanksi bagi pelaku dari anggota koalisi yang terbukti melakukan pelecehan seksual.”
“Gerak Perempuan” juga akan melakukan perbaikan internal dengan membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) aksi ramah gender dan penyebaran informasi serta pendidikan lebih luas, lintas sektor mengenai isu kesetaraan gender khususnya kekerasan seksual.
Juga mengajak seluruh masyarakat untuk mencegah dan menghentikan segala bentuk pelecehan seksual di semua ranah dan mendesak pemerintah untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, sebagai payung hukum komprehensif dalam menangani kasus kekerasan seksual, sekaligus mendorong perubahan sosial dan perspektif masyarakat agar mengerti betul bentuk-bentuk kekerasan seksual dan sanksinya, sehingga tidak melakukan kekerasan seksual, serta berpartisipasi di dalam mencegah dan menghapuskannya.
Pelecehan seksual adalah persoalan yang dihadapi oleh perempuan dalam kehidupan sehari-hari bahkan dapat terjadi di tengah-tengah aksi demonstrasi gerakan rakyat termasuk aksi Hari Perempuan Internasional.
Hal itu memberikan pembelajaran dan cerminan perjuangan yang harus dihadapi perempuan di berbagai ranah dan sektor.
Oleh karenanya, dalam pernyataan sikapnya, Koalisi “Gerak Perempuan” menyatakan bahwa perjuangan perempuan perlu dilakukan secara komprehensif dan interseksional, dengan bergerak bersama seluruh perempuan di berbagai sektor tersebut.
“Sebagaimana arah perjuangan GERAK Perempuan adalah Melawan Kekerasan Sistematis terhadap Perempuan, peristiwa itu menguatkan kami untuk tidak berhenti bergerak, termasuk melawan tindak kekerasan seksual baik yang terjadi di dalam gerakan rakyat dan atau yang dilakukan oleh negara. Kami juga akan terus mendorong negara untuk bertanggung jawab, baik dalam bentuk kebijakan maupun penyelesaian kasus-kasus kekerasan seksual secara komprehensif dan structural,” kata juru bicara “Gerak Perempuan” lainnya, Lini Zurlia.
“GERAK Perempuan” adalah koalisi yang terdiri sejumlah lembaga antaralain Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Amnesty Internasional Indonesia, Arus Pelangi, Lingkar Studi Feminis Tangerang, Perempuan Agora, Konfederasi KASBI, PurpleCode Collective, Perempuan Mahardhika, Perkumpulan Lintas Feminist Jakarta (JFDG)-Women’s March Jakarta, Hollaback! Jakarta, perEMPUan, PKBI, SGRC, Gender Talk-UIN Jakarta, BEM STHI Jentera, Girl Up, SINDIKASI, Jaringan Nasional Advokasi – Pekerja Rumah Tangga, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, PUSKA GENSEKS UI, Solidaritas Perempuan, LBH APIK Jakarta, Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Konfederasi Serikat Nasional (KSN), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) / Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP), FAMM Indonesia, KOPRI Jabar, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, BEM IKJ, Space UNJ, Gerakan Perempuan– UNJ, LMND-DN, LPM Aspirasi – UPN Jakarta, Migrant CARE, Indonesia Feminis, Konde.co, SEMAR UI, Mawar Merona, Sanggar SWARA, Social work sketch-SWS, API Kartini, Himpunan Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI), On Women Indonesia, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI, Koalisi Perempuan Indonesia KPI-DKI, Asia Justice and Rights (AJAR), Kalyanamitra, Aliansi Satu Visi, Pamflet Generasi, BEM FH UI, AKAR, BEM TRISAKTI, HIMAPOL IISIP, Lentera Sintas, Never okay, KitaSama, SamaSetara.id, Gartek Serang, KSPN, SPN, Pamflet, Waktu Perempuan, Swara Saudari – Purwakarta, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Greenpeace Indonesia, Perempuan AMAN, Rumah Faye, INFID
(Foto: Ririn Sefsani)